[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin Merisaukan

Aktivis dorong pembentukan Satgas di Ponpes

Mataram, IDN Times - Kasus kekerasan di lingkungan pondok pesantren (Ponpes) disinyalir marak terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Misalnya kasus kekerasan seksual yang ditangani aparat penegak hukum terjadi di Kabupaten Sumbawa, Lombok Timur dan Lombok Barat.

Pelakunya adalah pimpinan Ponpes dengan korban para santri. Kasus kekerasan seksual yang terakhir terbongkar terjadi di wilayah Sekotong Lombok Barat. Jumlah korban sebanyak lima orang santri dengan pelaku pimpinan Ponpes setempat.

Selain itu, kasus kekerasan juga diduga dialami seorang santri asal Ende, Nusa Tenggara Timur inisial NI (13) yang diduga mengalami penganiayaan di Ponpes Al Aziziyah Gunungsari Lombok Barat. Korban mengalami sakit parah hingga koma dan mengembuskan napas terakhir usai menjalani perawatan intensif di RSUD dr Soedjono Selong Lombok Timur.

Aktivis Peduli Anak NTB, Yan Mangandar Putra menilai kasus kekerasan di Ponpes sudah dalam kondisi akut. Di sisi lain, dia menilai sejumlah pihak terkait di NTB tutup mata atas kasus kekerasan yang terjadi di Ponpes.

Berikut wawancara khusus (wansus) IDN Times bersama Yan Mangandar Putra yang juga Pengacara Publik Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Sabtu (29/6/2024).

1. Seberapa marak kasus kekerasan di lingkungan Ponpes di NTB?

[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin Merisaukanilustrasi korban pelecehan seksual (freepik.com/freepik)

Menurut saya sudah sangat akut kasus kekerasan di pondok pesantren. Setiap saat kita dihadirkan dengan berita kekerasan seksual, berita kekerasan fisik. Belum lagi bullying yang ada di dalam lingkungan pondok pesantren.

Kasus kekerasan di pondok pesantren jangan lagi disebut fitnah-fitnah. Ini sudah nyata ini terjadi. Kasus kekerasan seksual yang terjadi di NTB seperti Kotaraja, Sikur, Bagikpapan, Lunyuk Sumbawa, Sekotong Lombok Barat.

2. Apakah perlu dibentuk Satgas Perlindungan Anak di Ponpes?

Seharusnya ada regulasi yang jelas dan tegas terhadap pihak pondok pesantren untuk mulai membentuk Satgas.

Satgas ini bukan hanya dari internal pondok pesantren. Tetapi seharusnya juga melibatkan pihak di luar.

Misalnya, dinas yang terkait perlindungan anak dan lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu anak dalam pembentukan satgas ini.

Kalau ini tidak dilakukan berarti Kemenag dan pondok pesantren belum serius memutus mata rantai kekerasan yang ada di pondok pesantren.

3. Ada kecenderungan kasus kekerasan di Ponpes ditutup-tutupi?

[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin MerisaukanIlustrasi kekerasan anak. (Foto: Edi Wahyono)

Sangat banyak ditutup-tutupi. Masyarakat begitu sangat sopan. Mohon maaf, hampir semua di kasus kekerasan bahkan sampai kasus sodomi yang terakhir terjadi di pondok pesantren yang sama hari ini, itu ditutupi.

Kita bahkan tak menyebutkan nama pondok pesantrennya. Tapi ternyata pondok pesantrennya tidak merasa bersalah.

Ini momen untuk kita lantang menyetop mata rantai kekerasan di lingkungan pondok pesantren. Kita tak usah ragu nyebutin-nyebutin nama pondok pesantren.

4. Sebagai sekolah agama seharusnya kekerasan tidak terjadi di lingkungan Ponpes?

Agama Islam dan agama manapun tidak menghendaki adanya kekerasan. Jadi seharusnya di sekolah yang memprioritaskan pendidikan agama, kekerasan jangan sampai terjadi. No toleransi untuk kekerasan.

Makanya semua sampai pengurus tertinggi di pondok pesantren harus punya komitmen. Bahwa tidak boleh melakukan kekerasan.

Baca Juga: Santri Ponpes Al Aziziyah Lombok Barat yang Diduga Dianiaya Meninggal 

5. Bagaimana bentuk kekerasan yang sering dialami santri?

[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin Merisaukandok.kekerasan pada anak (biofar.id)

Jangan lagi ada kebiasaan pukul santri pakai selang, pukul pakai kayu. Jangan lagi membiasakan kekerasan yang dilakukan senior ke junior.

Apalagi dalam beberapa kasus di pondok pesantren, kekerasan seksual dilakukan pimpinan pondok pesantren. Ini karena kekerasan-kekerasan kecil dibiarkan akhirnya jadi besar.

Hari ini kita lihat buktinya ada saudari Nurul Izati yang wafat akibat kekerasan yang terjadi di pondok pesantren.

Yang pihak pengurus mengabaikan hak terkait perlindungan santri dan santriwati yang ada di pondok pesantren.

6. Bagaimana keterlibatan pihak terkait dalam persoalan ini?

[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin Merisaukanilustrasi berkas (Pixabay.com/Mohamed_hassan)

Kemenag jangan lagi tutup mata. Kemenag jangan lagi pura-pura bodoh. Harapan saya Kemenag, jangan cuma mengurus pencairan dana BOS.

Sekarang fokus, kekerasan banyak di pondok pesantren. Ayo mulai tegas, beritahu dan bina pondok pesantren. Bukan saja pondok pesantren yang sedang bermasalah. Bahkan pondok pesantren lain juga ada kekerasan.

7. Bagaimana pembinaan yang dilakukan terhadap Ponpes?

Belum ada pembinaan dari Kemenag sampai hari ini. Karena mungkin mereka merasa belum bertanggung jawab.

Seharusnya ini membuka mata Kemenag dan semua pihak. Jangan dibiarkan lagi kasus kekerasan di pondok pesantren.

8. Bagaimana sanksi terhadap Ponpes yang melakukan kekerasan terhadap santri?

[WANSUS] Menilik Soal Kasus Kekerasan di Ponpes yang Makin MerisaukanIlustrasi borgol. (IDN Times)

Kita bukan pingin pondok pesantren dibubarin, tidak. Tapi ada perubahan sistem dan sistem itu memberikan perlindungan kepada santri dan santriwati pondok pesantren.

Kalau itu dilakukan dari dulu, tidak ada yang namanya saudari Nurul Izati yang wafat. Kalau seandainya pondok pesantren mengetahui santrinya sakit, berinisiatif bawa ke rumah sakit.

Baca Juga: Santri Ponpes Al Aziziyah yang Meninggal Diduga Dipukul Tiga Orang

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya