Si Tangan Kidal yang Harus Beradaptasi dengan Norma Kesopanan 

Sulit mengubah norma yang sudah menjadi kesepakatan bersama

Mataram, IDN Times - Setiap tanggal 13 Agustus diperingati sebagai Hari Kidal Internasional. Kecenderungan seseorang yang menggunakan tangan kiri dalam aktivitas sehari-hari cenderung dianggap tidak sopan, meski hal itu bukan kesalahan.

Namun para pengguna tangan kiri harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan norma kesopanan yang ada di masyarakat. Seperti saat makan, minum dan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan tangan kanan.

1. Ikuti norma kesopanan di masyarakat

Si Tangan Kidal yang Harus Beradaptasi dengan Norma Kesopanan M. Fauzi Arfadillah saat beraktivitas sehari-hari. (dok. M. Fauzi Arfadillah)

Seperti yang dialami M. Fauzi Arfadillah. Pengguna tangan kiri ini mengaku tetap mengikuti norma-norma kesopanan yang ada di dalam masyarakat. Namun untuk aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan, dia tetap menggunakan tangan kiri.

"Tetap pakai tangan kiri untuk aktivitas sehari-hari namun untuk makan tetap pakai tangan kanan. Kita mengikuti adat sopan santun yang ada di masyarakat. Tetap menyesuaikan pada hal-hal tertentu," kata Fauzi saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (12/8/2022).

Fauzi mengatakan tidak merasa dikucilkan karena menggunakan tangan kidal dalam aktivitas sehari-hari. Pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menjalankan aktivitas sehari-hari menggunakan tangan kiri.

Tetapi aktivitas yang berkaitan dengan norma kesopanan misalnya makan dan minum tetap menggunakan tangan kanan. Pria yang pintar bermain musik ini mengaku cuek dengan pandangan orang terhadap orang kidal. Sehingga ia tetap menggunakan tangan kiri dalam beraktivitas kecuali untuk hal-hal tertentu yang berkaitan dengan norma kesopanan, dia menggunakan tangan kanan.

Baca Juga: Sebelum WSBK 2022, Sirkuit Mandalika akan Diperbaiki dan Dipercantik 

2. Fakta unik orang kidal

Si Tangan Kidal yang Harus Beradaptasi dengan Norma Kesopanan Ilustrasi orang kidal saat menulis. (dok. Kementerian Kesehatan)

Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, penggunaan tangan kidal tidak punya pengaruh buruk terhadap hal apapun dalam kehidupan sehari-hari. Ada sekitar 10 – 12 persen penduduk dunia yang bertangan kidal.

Otak besar manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu kiri dan kanan. Masing-masing bagian mempunyai fungsi yang berbeda dan bekerja secara bersilang, artinya belahan otak kanan mengontrol sisi tubuh sebelah kiri dan sebaliknya. Otak kiri yang mengontrol sisi kanan tubuh, terkait dengan fungsi literasi, berbicara maupun menulis, juga terkait dengan kemampuan logika, math, dan sains.

Sebaliknya fungsi otak kanan yang mengontrol sisi kiri tubuh, terkait kemampuan kreatif, seni, musik, juga persepsi dan emosi. Pada anak-anak kidal, kerja otak kanan yang mendominasi. Sehingga anak-anak bertangan kidal justru seringkali memiliki banyak kelebihan.

Mereka juga memiliki kemampuan persepsi visual dan spasial atau keruangan yang lebih baik. Selain itu, mereka juga terkadang menonjol di berbagai bidang seni.

Menggunakan tangan kanan atau tangan kiri, keduanya sama-sama baik. Karena bagaimanapun kidal adalah sebuah keunikan. Anak kidal memiliki banyak kelebihan-kelebihan yang dapat dikembangkan, sehingga orang tua dapat memahami dan menerima keunikannya tersebut.

3. Moderasi kebudayaan dan menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku

Si Tangan Kidal yang Harus Beradaptasi dengan Norma Kesopanan Budayawan NTB Dr. Lalu Ari Irawan (IDN Times/Muhammad Nasir)

Budayawan NTB, Dr. Lalu Ari Irawan menjelaskan hal-hal yang membuat pengguna tangan kidal perlu menyesuaikan diri dengan norma kesopanan yang menjadi kesepakatan dalam suatu komunitas atau masyarakat. Jika ada semacam kelainan atau keterbatasan pada seseorang, tidak menjadi alasan dia menyesuaikan diri dengan norma yang ada.

"Kecuali kalau tangan kanannya tidak ada sama sekali, itu bisa dimengerti dengan proses menjadi diterima dengan norma yang berlaku di sekitarnya," kata Mamiq Ari, sapaan akrabnya saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (13/8/2022).

Dikatakan, orang kidal yang menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di masyarakat merupakan proses kebudayaan yang terjadi pada seseorang. Dengan berusaha menyesuaikan dirinya supaya diterima di mana dia bergaul.

"Pada prinsipnya yang inklusif kidal di sini tidak hanya dari pihak yang banyak melihat, tapi yang sedikit. Yang sedikit juga harus melihat yang banyak. Supaya keteraturan itu juga dimainkan perannya oleh semua pihak," katanya.

Artinya, pengguna tangan kiri harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat. Karena tidak semua orang mengetahui keterbatasan seseorang. Sehingga dalam lingkup pergaulan, bagaimana agar keberterimaan biasa diterapkan di masyarakat.

"Sebagai individu yang ada dalam lingkaran itu agak riskan kalau kita mengatakan kalau mereka harus mengerti saya. Seharusnya saya harus mengerti orang lain juga. Norma ini mungkin dipandang oleh sebagian orang tidak inklusif," terangnya.

Tapi kesepakatan yang ada dalam masyarakat itulah yang dianggap sebagai sesuatu yang diterima. Menurutnya, agak sulit mengubah kesepakatan yang begitu masif dengan kebutuhan individu ketika dia menyadari bahwa itulah yang berlaku di suatu komunitas.

"Seperti kita ketahui kebudayaan itu dekat dengan ajaran agama Islam. Dan ajaran Islam mengatakan banyak sekali menyebutkan penggunaan tangan kanan dalam kebaikan," imbuhnya.

Masyarakat Sasak yang tinggal di daerah lain akan menyesuaikan diri dengan norma masyarakat yang ada di sana. Norma yang berlaku di suatu daerah itulah yang diikuti. Dalam konteks memahami seseorang yang menggunakan tangan kiri dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari mungkin bisa dipahami.

Tetapi yang berkaitan dengan tradisi, norma kesopanan yang telah dibuat dengan kesepakatan bersama butuh waktu yang lama untuk mengubahnya. "Norma itu mungkin saja berubah tetapi mungkin akan membutuhkan waktu yang lama sekali. Suatu perubahan kecil yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat," kata Pengurus Harian Majelis Adat Sasak (MAS) ini.

Menurutnya belajar tentang moderasi kebudayaan juga cukup penting. Yaitu bagaimana menghargai perbedaan kebudayaan dengan menunjukkan kesopanan dan lain-lain.

Baca Juga: Kehilangan Otoritas, Eksistensi Masyarakat Adat di NTB Makin Lemah

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya