Polusi Udara Mataram Kategori Sedang, Warga Rentan Perlu Pakai Masker

Kekeringan picu peningkatan polusi udara di Kota Mataram

Mataram, IDN Times - Tingkat polusi udara di Kota Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam dua hari terakhir mengalami peningkatan. Kualitas udara di Kota Mataram berada pada kategori sedang.

Ada 7 parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas udara yakni SO2 (sulfur dioksida), NO2 (nitrogen dioksida), O3 (ozon), CO (karbon monoksida), HC (hidrokarbon), PM10 dan PM2.5 (partikulat).

Kepala Balai Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB Muhammadin mengungkapkan, parameter PM2.5 yang mengalami kenaikan cukup dominan dalam beberapa hari terakhir, Sabtu (2/9/2023). Untuk itu, warga yang rentan seperti orangtua dan anak-anak disarankan menggunakan masker selama beraktivitas di luar rumah.

1. Pengaruh pembakaran jerami di persawahan dan kekeringan

Polusi Udara Mataram Kategori Sedang, Warga Rentan Perlu Pakai Maskerilustrasi polusi udara dari kendaraan bermotor (ANTARA FOTO/Rahmad)

Muhammadin mengatakan, parameter PM2.5 berdasarkan data pada Sabtu (2/9/2023) pukul 14.00 WITA terdeteksi dengan indeks 66. Kemudian PM10 dengan indeks 29, CO dengan indeks 27, HC 0, NO2 dengan indeks 7, O3 dengan indeks 3 dan SO2 dengan indeks 16.

Naiknya parameter PM2.5, menurut Muhammadin disebabkan pengaruh pembakaran jerami di persawahan. Partikulat-partikulat halus dari pembakaran jerami terdeteksi di udara. Selain itu, kekeringan yang melanda NTB juga berpengaruh terhadap naiknya parameter PM2.5.

"Musim kemarau berpengaruh terhadap kualitas udara. Suhu udara yang panas akhirnya tanah atau debu kena sedikit langsung beterbangan. Biasanya bulan Agustus ada hujan turun satu atau dua kali. Tapi kondisi cuaca yang panas saat ini sehingga berpengaruh terhadap kualitas udara di Kota Mataram," jelas Muhammadin.

Baca Juga: Kekeringan Ekstrem di NTB, Warga Terpaksa Beli Air hingga Rp400 Ribu

2. Dapat menimbulkan gangguan pernapasan

Polusi Udara Mataram Kategori Sedang, Warga Rentan Perlu Pakai Maskerilustrasi anak yang mengalami gangguan pernapasan (pexels.com/cottonbro)

Muhammadin menjelaskan, pihaknya memiliki alat untuk mengukur kualitas udara di Kota Mataram. Alat tersebut berada di laboratorium lingkungan Dinas LHK NTB yang mampu mendeteksi dengan radius 5 km.

Pihaknya berharap ada larangan pembakaran jerami di persawahan untuk menjaga kualitas udara di Kota Mataram tetap baik dan sehat.

Dengan kualitas udara yang masuk kategori sedang, kata Muhammadin memang masih aman. Tetapi untuk kelompok-kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak sebaiknya menggunakan masker ketika beraktivitas di luar.

"Kalau debu dia berpengaruh terhadap kondisi kesehatan berupa gangguan pernapasan. Kalau terpapar terlalu lama ada infeksi di saluran pernapasan atau penyakit ISPA. Sebaiknya kelompok rentan seperti orang tua, dan anak-anak kalau keluar rumah perlu pakai masker. Tapi kondisi sedang ini belum terlalu berbahaya," terangnya.

Partikel halus (PM2.5) dan gas seperti ozon (O3) dan NO2 dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan, asma, bronkitis, dan bahkan penyakit paru-paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, pencemaran udara dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi karena efek inflamasi dan oksidatif.

Ibu hamil yang terpapar pencemaran udara dapat menghadapi risiko kelahiran prematur dan komplikasi pada janin. Anak-anak yang terpapar dapat mengalami gangguan perkembangan paru-paru dan kognitif. Beberapa polutan udara, seperti bahan kimia berbahaya, terkait dengan peningkatan risiko kanker paru-paru dan lainnya. Kemudian, pencemaran udara dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya.

3. Walhi NTB minta RTH 30 persen terpenuhi dan pensiunkan PLTU

Polusi Udara Mataram Kategori Sedang, Warga Rentan Perlu Pakai MaskerDirektur Eksekutif Walhi NTB Amri Nuryadin. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Amri Nuryadin menyoroti, belum terpenuhinya ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 30 persen di masing-masing daerah. Di Kota Mataram, ruang terbuka hijau masih berada di bawah 30 persen. Masih belum terpenuhinya ruang terbuka hijau sebesar 30 persen, turut menyebabkan lingkungan yang kurang sehat dan bersih.

"Sesuai aturan 30 persen wilayah itu harus menjadi ruang terbuka Hijau yang bisa menyumbangkan energi bersih bagi warganya. Kalau kita lihat di Kota Mataram sendiri, secara kasat mata saja belum mencapai 30 persen ruang terbuka hijau. Tapi sementara di sekitar Mataram, ada PLTU Jeranjang di Desa Taman Ayu Lombok Barat yang menyebabkan emisi karbon," katanya.

Selain RTH yang masih kurang, Amri juga menyoroti energi kotor dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara yang semakin banyak di NTB. Padahal, Pemda NTB punya target net zero emission pada 2050.

"Kalau mau dicapai maka harus dibarengi dengan mengurangi penggunaan energi kotor. Tapi faktanya di NTB, PLTU bertambah. Smelter di Sumbawa Barat itu tenaga listriknya dari PLTU juga. Kemudian Mandalika juga membutuhkan pasokan listrik dari PLTU juga. Kalau dari PLTS masih sangat sedikit," ungkapnya.

Berdasarkan Rencana Umum Energi Daerah (RUED), NTB memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang cukup besar. Tetapi implementasinya di lapangan menurut Walhi belum ada karena justru semakin banyak dibangun PLTU.

"Komitmen Pemda berbanding terbalik dengan target itu. Kalau mau serius maka pensiunkan PLTU dan dikonversikan dengan EBT seperti PLTS," ujarnya.

Baca Juga: NTB Digoyang 490 Gempa Bumi selama Bulan Agustus 2023 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya