Polisi Usut Dugaan Eksploitasi Anak di Pacuan Kuda Milik Gubernur NTB

Kepala BPPD NTB jadi terlapor

Mataram, IDN Times - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Ditreskrimum Polda NTB mengusut dugaan kasus eksploitasi anak yang menjadi joki cilik di arena pacuan kuda milik Gubernur NTB Zulkieflimansyah pada 18 Juni 2022 lalu. Kasus ini dilaporkan Koalisi Stop Joki Anak dengan terlapor Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB Ari Garmono.

Pelapor dari Koalisi Stop Joki Anak, Yan Mangandar telah dimintai keterangan penyelidik Unit PPA Ditreskrimum Polda NTB pada Selasa (12/7/2022). Yan dimintai keterangan sejak pukul 09.20 - 11.14 Wita.

"Saya diperiksa selaku pelapor atas dugaan eksploitasi anak di event pacuan kuda di Penyaring Sumbawa 2022 yang merupakan side event MXGP Samota," kata Yan dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Selasa (12/7/2022).

1. Lokasi pacuan kuda joki cilik di tanah milik gubernur

Polisi Usut Dugaan Eksploitasi Anak di Pacuan Kuda Milik Gubernur NTBLomba pacuan kuda dengan joki cilik di Sumbaw (Dok. Pemprov NTB)

Yan menjelaskan kasus ini dilaporkan Koalisi Stop Joki Anak. Koalisi Stop Joki Anak merupakan gabungan dari 41 organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa. Salah satunya Ikatan Mahasiswa Nggahi Rawi Pahu. Mereka didampingi Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

Dengan terlapor dalam kasus dugaan eksploitasi anak ini adalah Ketua BPPD NTB Ari Garmono. Pihaknya berharap polisi juga mengembangkan kasus ini ke pihak lainnya.

"Karena pada tanggal 18 Juni, ada juga gubernur di sana. Dan lokasi tempat event itu juga di tanah milik gubernur," terangnya.

Dalam kasus ini, kata Yan, Gubernur NTB Zulkieflimansyah tidak menjadi terlapor. Pihaknya belum mengetahui apakah nanti gubernur akan dijadikan sebagai saksi jika kasus ini dilakukan pengembangan. Karena saat ini masih dalam proses penyelidikan.

2. Desak tiadakan pacuan kuda joki cilik

Polisi Usut Dugaan Eksploitasi Anak di Pacuan Kuda Milik Gubernur NTBPacuan Kuda Bukit Ambacang Bukittinggi (Dok Bukittinggi.go.id)

Yan menambahkan Koalisisi Stop Joki Anak mendesak pacuan kuda tradisional dengan joki cilik di NTB supaya ditiadakan. Ia mengatakan lomba pacuan kuda trasisional tidak masalah dan justru bagus dilestarikan, tetapi jangan melibatkan anak sebagai joki cilik karena termasuk melanggar UU.

"Karena menempatkan anak dalam hal berbahaya. Apalagi ada kasus anak joki cilik yang meninggal pada 2019 dan Maret 2022. Makanya yang membuat kami geram sekali pada Maret 2022, ada yang meninggal joki cilik di Bima satu orang. Pemda provinsi bukannya merasa berkabung tapi justru mengadakan lomba atas nama pemerintah, itu yang membuat kami geram," ucapnya.

Sejak 2019, gubernur berjanji akan terus dilakukan perubahan terkait dengan joki cilik yang telah menjadi tradisi masyarakat. Tetapi hingga 2022, Yan menilai belum ada perubahan sedikitpun. Bahkan pada 2019, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB telah membahas draf Peraturan Gubernur tentang joki cilik. Namun baru sekali dibahas, draf tersebut sudah hilang.

"Teknis pelaksanaan joki anak sejak 2019 sampai 2022 tidak ada perubahan sama sekali. Anak dengan pakaian seadanya, kaos dan helm seadanya. Dinaikkan kuda pacuan dari kelas ringan sampai berat. Tidak ada perubahan dari sisi safety dan asuransi," ungkap Yan.

3. Gubernur : persoalan joki cilik kelihatan sederhana tapi tak semudah dibayangkan

Polisi Usut Dugaan Eksploitasi Anak di Pacuan Kuda Milik Gubernur NTBGubernur NTB Zulkieflimansyah. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sementara itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah merespons tentang persoalan joki cilik di NTB lewat akun media sosialnya. Gubernur mengatakan persoalan joki cilik dan pacuan kuda di NTB kelihatannya sederhana, tapi sesungguhnya tidak semudah yang dibayangkan para pembela hak-hak anak.

"Butuh waktu dan kesabaran untuk menata dan merubahnya," kata Gubernur, Selasa (12/7/2022).

Pacuan kuda dengan joki cilik sudah membudaya dan jadi tradisi turun temurun yang usianya puluhan bahkan ratusan tahun. Sehingga melarang penggunaan joki cilik dalam pacuan kuda tradisional sama dengan menodai dan mengganggu tradisi.

"Terlalu vulgar dan demonstratif melarang joki cilik maka kita akan berhadapan dengan perlawanan 'kultural' yang serius dan tidak mudah," terangnya.

Di sisi lain, bagi mereka yang paham betul pendidikan dan hak-hak anak tentu punya pembelaan untuk melarang. Anak-anak yang mestinya bermain dan belajar di usianya yang belia tidak boleh menyabung nyawa di atas kuda apalagi dieksploitasi atas nama hobi dan tradisi.

"Saya pribadi termasuk pada posisi yang kedua ini. Saya terus terang tidak setuju daerah-daerah kita menggunakan joki cilik ini ke depan. Anak-anak kita sudah saatnya tidak boleh jadi korban atas nama tradisi dan lain-lain," ucapnya.

Gubernur menyatakan mengubah secara drastis atau melarang tradisi joki cilik ini bisa juga berbahaya. Karena masyarakat akan diam-diam tetap melaksanakan kegiatan pacuan kuda dengan joki cilik. Yang berbahaya karena fasilitas kesehatan dan keamanan akan minim bahkan tidak ada.

"Harus mulai mengarah ke joki besar sesuai standard Pordasi. Dan ini perlu waktu dan kita sudah mulai berubah ke arah sana," tambahnya.

Di beberapa perlombaan pacuan kuda terakhir, kata Gubernur, sudah ada aturan joki tak boleh lagi terlalu kecil minimal 12 tahun dan safety-nya tidak main-main. Apalagi kalau yang berlaga sekarang sudah banyak kuda-kuda besar. Kuda-kuda besar ini tidak mungkin pakai joki kecil lagi.

"Dan saya sudah usulkan ke Ketua Pordasi NTB untuk mulai membuat sirkuit standar nasional yang larinya belok kanan dengan menggunakan kuda kelas besar sesuai aturan Pordasi. Kalau ini dilakukan maka penggunaan joki kecil akan berkurang bahkan tidak ada lagi," tandasnya.

Baca Juga: Islamic Center NTB Akan Kembangkan Agrowisata Kurma dan Panahan 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya