Pemprov NTB Desak Pencabutan Status Konservasi Gili Trawangan    

BPN tidak berani proses penerbitan HGB

Mataram, IDN Times - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk mencabut status kawasan konservasi di Gili Trawangan, Meno, dan Air yang ditetapkan pada tahun 2022. Penetapan ini menghambat pemanfaatan aset daerah dengan pihak ketiga di wilayah tersebut.

Menurut Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Ibnu Salim proses optimalisasi pemanfaatan aset daerah seluas 75 hektare di Gili Trawangan sedang dievaluasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banyak warga dan pihak ketiga yang tertarik untuk bermitra dengan Pemerintah Provinsi NTB, dengan harapan masyarakat dapat memperoleh hak guna bangunan (HGB) atas aset tersebut.

"Proses pemberian HGB masih terhambat oleh Kementerian LHK yang menetapkan kawasan Gili Trawangan, Meno, dan Air sebagai kawasan konservasi," ujar Ibnu kepada awak media di Mataram, Sabtu (16/3/2024).

1. Status kawasan konservasi pernah dicabut pada 2019

Pemprov NTB Desak Pencabutan Status Konservasi Gili Trawangan    Gili Trawangan Lombok Utara. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Keberadaan status kawasan konservasi tersebut telah menghambat optimalisasi pemanfaatan aset daerah di Gili Trawangan. Ibnu menjelaskan bahwa meskipun status kawasan tersebut sempat dicabut pada tahun 2019, namun kemudian ditetapkan kembali oleh Kementerian LHK pada tahun 2022. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB mendesak Kementerian LHK untuk mencabut kembali status tersebut.

"Kami berharap agar Kementerian LHK mencabut status kawasan konservasi ini, karena tidak sesuai dengan kondisi dan fakta di lapangan bahwa Gili Trawangan adalah destinasi wisata yang sudah lama tumbuh dan berkembang," tambahnya.

Baca Juga: Tak Mampu Bayar Lahan Rp253 Miliar, NTB Pilih Kerja Sama dengan ITDC

2. Tetapkan sebagai kawasan wisata dalam Perda RTRW NTB

Pemprov NTB Desak Pencabutan Status Konservasi Gili Trawangan    Pj Sekda NTB Ibnu Salim. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Ibnu menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan Gili Trawangan, Meno, dan Air sebagai kawasan pariwisata dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) NTB.

Hal ini memungkinkan optimalisasi pemanfaatan aset pemerintah daerah yang mencapai 75 hektare di Gili Trawangan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, keberadaan status kawasan konservasi tersebut menghambat rencana tersebut. Menurut Ibnu, kerja sama dengan pihak ketiga tidak dapat dilaksanakan secara optimal di kawasan konservasi, karena pembangunan terbatas oleh aturan yang ketat.

3. Potensi riil PAD di Gili Trawangan Rp16 miliar

Pemprov NTB Desak Pencabutan Status Konservasi Gili Trawangan    Wisatawan berkunjung ke Gili Trawangan Lombok Utara. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sebelumnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gili Tramena Mawardi, menyebutkan bahwa potensi PAD dari pengelolaan aset Gili Trawangan sekitar Rp16 miliar menurut hasil perhitungan Inspektorat NTB. Namun, target penerimaan PAD dari pengelolaan aset di Gili Trawangan pada tahun 2024 hanya sebesar Rp5 miliar, mengingat masih adanya konflik sosial di sana.

Mawardi menambahkan bahwa kendala optimalisasi pengelolaan aset daerah di Gili Trawangan telah berlarut-larut karena sebagian masyarakat bersedia bermitra dengan Pemerintah Provinsi NTB, sementara sebagian lainnya tidak. Hingga Desember 2023, baru 200 entitas yang berhasil bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB, sementara sisanya sekitar 500 entitas belum mau bermitra.

Dia juga menekankan bahwa persoalan di Gili Trawangan tidak hanya dapat diselesaikan secara hukum, melainkan juga perlu penyelesaian atas masalah sosial yang terjadi di sana, termasuk pemukiman penduduk dan fasilitas umum yang telah berdiri di lahan milik Pemerintah Provinsi NTB.

Baca Juga: Kafe Kucing Lombok, Interaktif untuk Pecinta Kucing dan Kopi

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya