Offline Dibatasi, Sineas NTB Tetap Produktif di Masa Pandemik 

Sineas lokal harapkan dukungan pemerintah daerah

Mataram, IDN Times - Pandemik COVID-19 berdampak terhadap semua sektor, salah satunya industri kreatif perfilman. Hasil karya para sineas Nusa Tenggara Barat (NTB) biasanya ditayangkan secara offline, amun akibat pandemik COVID-19, tayangan offline dilakukan pembatasan-pembatasan.

Hal itu karena adanya kebijakan pemerintah mengenai penerapan protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19 yaitu social distancing.

Pada awal-awal masa pandemik, bioskop-bioskop ditutup. Namun sekarang mulai dibuka kembali dengan pembatasan jumlah pengunjung. Pandemik menyebabkan sejumlah perubahan. Hasil karya para sineas yang biasanya ditayangkan secara offline di layar lebar, kini lebih banyak ditampilkan melalui platform digital seperti YouTube dan media sosial.

1. Tetap produktif berkarya di masa pandemik

Offline Dibatasi, Sineas NTB Tetap Produktif di Masa Pandemik Salah satu film animasi dengan judul "Menjaga Rinjani" yang digarap Basement Kota Mataram pada 2021 (IDN Times/istimewa)

Ketua Bale Sineas Mentaram (Basement) Kota Mataram Provinsi NTB, Danang Jatmiko mengungkapkan sineas-sineas lokal tetap produktif menghasilkan karya film di masa pandemik COVID-19. Bahkan ada yang masuk festival nasional maupun internasional.

"Justru di masa pandemik banyak karya teman-teman yang lahir. Karena mungkin awal pandemik mereka bosan. Beberapa festival film juga digelar secara online. Jadi pandemik maupun tidak, teman-teman sineas di NTB tetap berkarya bikin film," tutur Danang kepada IDN Times di Mataram, Jumat (25/3/2022).

Hanya saja, karena bioskop sempat ditutup, para sineas lokal menyimpan karya mereka. Ada yang berencana menayangkan karyanya setelah pandemik. Tetapi ada juga sineas yang menayangkan karyanya melalui platform digital seperti YouTube, Instagram, dan Facebook.

"Ada juga bioskop alternatif, keliling ke masing-masing komunitas film yang ada di NTB. Misalnya di suatu komunitas film teman-teman di Mataram dan Lombok Timur dengan jumlah terbatas," ungkapnya.

Baca Juga: UMKM Merugi selama MotoGP, Meminta Perlakuan Manusiawi 

2. Sineas lokal berharap pengelola bioskop berikan slot jam tayang rutin

Offline Dibatasi, Sineas NTB Tetap Produktif di Masa Pandemik Ilustrasi bioskop (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Untuk membangkitkan industri perfilman di NTB, Danang berharap ada support dari pemerintah daerah maupun pengelola bioskop yang ada di Kota Mataram. Diharapkan adanya kebijakan agar hasil karya sineas lokal dapat ditayangkan secara rutin di bioskop-bioskop yang ada di Kota Mataram secara rutin minimal sebulan sekali.

"Karena banyak Film Maker di NTB, mereka akan bangga apabila karyanya bisa dinikmati di bioskop. Mungkin kebijakan saja disediakan waktu untuk sineas lokal untuk tayang di bioskop yang ada di NTB," harapnya.

Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan mendukung sineas lokal dari sisi pendanaan. Selama ini dukungan berasal dari swasta. Danang mencontohkan seperti Yogyakarta, Makassar dan Bandung, pelaku industri kreatif mendapatkan alokasi dana khusus.

"Jadi mereka dapat dana bikin film, ada dukungan dana. Dan mereka berani mengajukan dana ke pusat. Artinya ada fasilitasi dari Pemda," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga mengharapkan apabila ada rumah produksi atau production house (PH) dari Jakarta yang shooting film di NTB agar melibatkan sineas lokal. Jangan sampai sineas lokal menjadi penonton di daerah sendiri.

"Karena kadang ada shooting film dari Jakarta di Lombok, kita gak tahu. Untuk itu sineas lokal perlu dilibatkan," harapnya.

3. Beralih ke platform digital

Offline Dibatasi, Sineas NTB Tetap Produktif di Masa Pandemik Pemilik rumah produksi Lombok Stream Production Rizal Cheper (IDN Times/Istimewa)

Pemilik rumah produksi Lombok Stream Production Rizal Cheper mengungkapkan hasil karya sineas lokal justru semakin banyak di masa pandemik. Misalnya, hasil karya berupa video clip lagu-lagu daerah.

Rizal menyebutkan selama pandemik COVID-19, sekitar 200 video clip lagu-lagu daerah yang dihasilkan untuk satu kanal Youtube. Sedangkan produksi film, kata Rizal, agak kurang. Karena butuh waktu yang cukup lama untuk memproduksi suatu film.

"Karya-karya lagu daerah yang banyak diproduksi, kemudian film. Semakin banyak karya di masa pandemik. Sekarang banyak yang membuat kanal-kanal YouTube," kata Rizal.

Untuk pembuatan satu video clip lagu-lagu daerah dengan durasi 5 menit, biayanya sampai Rp5 juta. Tetapi jika hanya melakukan syuting dan editing biayanya sebesar Rp1 juta untuk satu video clip.

Sedangkan untuk memproduksi film pendek dengan durasi 15 menit, biayanya sekitar Rp15 juta. Proses pembuatan film pendek paling cepat satu minggu.

"Pernah juga buat film panjang durasi 30 menit tentang isu pernikahan anak judulnya Masaq Odaq. Itu project NGO," ungkapnya.

 

Baca Juga: Tak Sesuai Ekspektasi, UMKM Rugi Besar saat Jualan di MotoGP Mandalika

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya