Ngotot Tuntut SHM Aset Trawangan, Pemda Pertimbangkan Langkah Hukum 

Oknum warga sewakan aset daerah miliaran rupiah

Mataram, IDN Times - Puluhan warga masih ngeyel menuntut sertifikat hak milik (SHM) pada aset milik Pemprov NTB di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Pemprov NTB memiliki aset seluas 75 hektare di daerah tujuan wisata dunia tersebut.

Ratusan warga telah bersedia menandatangani perjanjian kerja sama pengelolaan aset tersebut dengan membayar kontribusi kepada daerah setiap tahun. Kemudian akan diberikan hak berupa Hak Guna Bangunan (HGB). Namun, masih ada puluhan orang yang bersikeras menuntut diberikan SHM di atas lahan milik daerah atau negara itu.

"Kita masih mencoba melakukan pendekatan secara humanis. Kalau tidak bisa, tetap dia tidak mau, maka kita akan serahkan ke APH (aparat penegak hukum)," kata Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudi Gunawan dikonfirmasi di Mataram, Selasa (18/10/2022).

1. Aset daerah disewakan ke investor miliaran rupiah

Ngotot Tuntut SHM Aset Trawangan, Pemda Pertimbangkan Langkah Hukum Wisatawan saat berada di Gili Trawangan (IDN Times/Muhammad Nasir)

Rudi mengungkapkan ada salah satu oknum warga yang menyewakan aset daerah kepada investor. Luas lahan sekitar 19 are disewakan ke investor sebesar Rp5 miliar.
Mantan jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB ini mengatakan Satgas Optimalisasi Aset Gili Trawangan terus melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman.

Jika tetap tidak mau bekerja sama dengan Pemprov dan menuntut SHM, maka laporan ke APH menjadi upaya terakhir yang akan ditempuh. "Karena masalah aset di Gili Trawangan ini di bawah koordinasi dan supervisi KPK," terangnya.

Baca Juga: Diskon 50 Persen, ini Rincian Harga Tiket WSBK Khusus Warga NTB 

2. Buka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk bekerja sama

Ngotot Tuntut SHM Aset Trawangan, Pemda Pertimbangkan Langkah Hukum Gili Trawangan di Lombok Utara (unsplash.com/Tom Bixler)

Rudi menjelaskan Pemprov NTB telah membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat yang selama ini menguasai aset daerah di Gili Trawangan untuk bekerja sama. Ia menegaskan lahan seluas 75 hektare itu adalah aset daerah yang sudah ada Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Puluhan orang yang ngotot diberikan SHM, kata Rudi, sudah berkunjung ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta. Bahkan, Menteri ATR sudah turun ke Gili Trawangan dan secara tegas mengatakan bahwa lahan itu legal milik Pemprov NTB dengan sertifikat HPL.

"Masyarakat tidak bisa mengajukan SHM. Masyarakat boleh mengelola bekerja sama dengan Pemprov NTB," terangnya.

Sejak akhir 2020, lanjut Rudi, Pemprov NTB sudah turun melakukan sosialisasi, pendataan dan memberikan pemahaman. Bahwa masyarakat hanya boleh mengelola. "Sudah ada yang mau, tapi yang menuntut SHM belum mau terima. Hanya puluhan orang saja yang memprovokasi, menuntut SHM," ungkapnya.

3. Besaran kontribusi bervariasi

Ngotot Tuntut SHM Aset Trawangan, Pemda Pertimbangkan Langkah Hukum Ilustrasi Uang Rp75000 (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Rudi menjelaskan perjanjian dengan masyarakat sudah selesai. Tinggal ditandatangani saja. Begitu masyarakat menandatangani surat perjanjian kerja sama maka Pemprov NTB menyerahkan berita acara serah terima untuk mengelola tanah itu. Kemudian masyarakat diberikan hak untuk mengurus sertifikat HGB.

Untuk masyarakat tidak mampu diberikan keringanan besaran kontribusi bagi daerah. Adapun besaran nilai kontribusi yang disetorkan ke kas daerah bervariasi. Antara masyarakat dan pengusaha nilainya berbeda.

"Investor ada yang 15 are, mereka sepakat Rp120 juta setahun karena masih pandemik COVID-19. Untuk masyarakat sangat murah, 10 are hanya 25 juta. Kalau tempat tinggal saja 3 are Rp7,5 juta," sebutnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron beserta jajaran melakukan kunjungan lapangan ke Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (2/9/2022). Ghufron menyampaikan bahwa tugas KPK adalah mengkoordinasikan ketiga institusi yaitu Pemprov NTB, Kementerian ATR/BPN, dan Kejaksaan untuk memberikan kepastian hukum atas status tanah di Gili Trawangan.

Setelah berproses selama kurang lebih dua tahun, KPK melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) terus mendampingi dan mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan percepatan pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset di Gili Trawangan. Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN Bidang Pengadaan Tanah Arie Yuriwin mengatakan selama 27 tahun, ada kerugian negara dari pemanfaatan penggunaan lahan oleh oknum.

Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN Bidang Pengadaan Tanah Arie Yuriwin di hadapan masyarakat dan pelaku usaha di Gili Trawangan menjelaskan status tanah tersebut. Menurutnya, para pelaku usaha di Gili Trawangan ke depan harus menjalin perikatan perjanjian kerja sama dengan Pemprov NTB sebagai pemegang Hak Penggunaan Lahan (HPL) yang diberikan oleh pemerintah.

Di atas lahan dengan status HPL tersebut, ke depannya dapat diberikan hak guna bangunan dan hak pakai atas nama pihak ketiga berdasarkan perjanjian pemanfaatan lahan.“Bahwa atas HPL tersebut pemda juga berhak untuk memungut uang retribusi, uang tahunan untuk pengelolaan lahan kepada pihak-pihak yang bekerja sama memanfaatkan lahan ini,” jelas Arie.

Arie memastikan proses tersebut tidak akan terlalu lama sehubungan dengan pihaknya yang telah memproses usulan dari Gubernur NTB untuk membatalkan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT. Gili Trawangan Indah (GTI). Dipaparkan, sejak tahun 1995 telah diterbitkan HGB atas nama PT. GTI seluas 650.000 meter persegi atau 65 hektar dari keseluruhan aset pemprov NTB seluas 750.000 meter persegi dengan total nilai aset sebesar Rp2,3 triliun berdasarkan perhitungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada tahun 2018.

HGB diterbitkan atas dasar perjanjian kerja sama produksi antara Pemprov NTB dengan PT. GTI. Seharusnya pemegang HGB ini mempunyai kewajiban mengelola dan memanfaatkan tanah sesuai apa yang diperjanjikan. HGB tersebut diberikan untuk masa 30 tahun dan akan berakhir di tahun 2025. Tetapi, karena pemegang HGB tidak memanfaatkan dan menggunakan tanah tersebut selama kurang lebih 27 tahun ini, kemudian secara fisik di lapangan terjadi pemanfaatan penggunaan lahan oleh oknum.

“Selama 27 tahun ini ada kerugian negara, karena yang seharusnya uang retribusi dan uang tahunan itu diterima oleh pemda sebagai pendapatan asli daerah (PAD), tidak disetorkan,” ucap Arie.

Di sisi lain, dalam proses pendampingan yang KPK lakukan untuk mendorong optimalisasi PAD dari aset Gili Trawangan dengan melakukan kerja sama pemanfaatan lahan kepada masyarakat, pengusaha, dan investor saat ini telah tercatat kesepakatan sebanyak 216 kerja sama dengan estimasi kontribusi pertahun sekitar Rp5,4 miliar. Nilai ini lebih besar dari penerimaan yang diterima Pemprov sebesar Rp17,5 juta per tahun dari perjanjian kerja sama antara Pemprov NTB dengan PT. GTI sebelumnya.

Sedangkan, berdasarkan hasil kajian hukum yang dilakukan Pemprov NTB potensi kontribusi pendapatan asli daerah dari kerja sama antara Pemprov NTB dengan seluruh pelaku usaha di Gili Trawangan mencapai estimasi nilai sekitar Rp40 miliar per tahun.

Baca Juga: Penemuan Mayat Bayi Perempuan Hebohkan Warga di Mataram  

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya