Masyarakat Lingkar Hutan Menyumbang 40 Persen Angka Kemiskinan di NTB 

48 ribu hektare kawasan hutan dikelola masyarakat

Mataram, IDN Times - Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah mengungkapkan sebesar 40 persen angka kemiskinan di Nusa Tenggara Barat (NTB) berasal dari masyarakat lingkar hutan. Untuk itu, pemberdayaan masyarakat lingkar hutan menjadi kunci menjaga untuk tetap mempertahankan hutan tetap terjaga.

Dikatakan, ilegal logging, kebakaran hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi ladang jagung menjadi tantangan menjaga hutan di NTB tetap terjaga. Pemberdayaan terhadap masyarakat lingkar hutan dinilai cukup penting sehingga mereka tidak lagi merambah hutan untuk dijadikan ladang jagung.

"Bagaimana desa-desa sebagai penyangga hutan memahami betul betapa mereka ujung tombak terdepan menjaga hutan di sekitar desanya. Karena memang angka kemiskinan (NTB) 40 persen datangnya dari masyarakat lingkar hutan," kata Wagub Rohmi.

1. 48 ribu hektare kawasan hutan dikelola masyarakat

Masyarakat Lingkar Hutan Menyumbang 40 Persen Angka Kemiskinan di NTB Kepala Dinas LHK NTB Julmansyah (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB Julmansyah menyebutkan saat ini ada 48 ribu hektare kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat dengan skema perhutanan sosial. Menurutnya, pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial menjadi salah satu upaya mengurangi kemiskinan pada masyarakat lingkar hutan.

"Kita punya 48 ribu hektare kawasan hutan yang legal dikelola oleh masyarakat dengan skema perhutanan sosial. Itu menjadi sarana untuk mengurangi kemiskinan," kata Julmansyah di Mataram, Jumat (25/8/2023).

Julmansyah mengungkapkan mengurangi kemiskinan pada masyarakat lingkar hutan melalui perhutanan sosial memang tidak mudah. Karena perlu dipikirkan secara terpadu dan terintegratif mulai dari hulu sampai hilir. Komoditas perhutanan sosial yang dikembangkan juga harus dipikirkan pengolahan dan pemasarannya.

Baca Juga: Razia Tempat Hiburan Malam, Polresta Mataram Sita 1.003 Botol Miras

2. Industrialisasi komoditas yang dihasilkan masyarakat lingkar hutan

Masyarakat Lingkar Hutan Menyumbang 40 Persen Angka Kemiskinan di NTB Ilustrasi Pohon Kayu Putih/Melaleuca Cajuputi (IDN Times/Sunariyah)

Menurut Julmansyah, industrialisasi komoditas-komoditas yang dihasilkan masyarakat lingkar hutan menjadi solusi mempercepat pengurangan angka kemiskinan. Dengan industrialisasi maka produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah.

"Contoh paling gampang adalah kayu putih, dulu kita tidak pernah mengenal adanya pabrik minyak kayu putih. Sekarang di Lombok sudah ada 3 pabrik kayu putih, di Sumbawa ada 1 pabrik kayu putih. Itu artinya dengan misi industrialisasi, sudah mulai terwujud pelan-pelan," terang Julmansyah.

3. Ratusan ribu hektare kawasan hutan di NTB kritis

Masyarakat Lingkar Hutan Menyumbang 40 Persen Angka Kemiskinan di NTB Ilustrasi kemiskinan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data Dinas LHK NTB, jumlah desa di lingkar hutan sebanyak 486 desa. Sementara itu, luas kawasan hutan yang kritis sampai 2019 sebanyak 280.941 hektare. Angka ini meningkat dibandingkan 2013 yang mencapai 141.376 hektare. Sedangkan lahan kritis yang berada di luar kawasan hutan seluas 577.650 hektare. Lahan di luar kawasan hutan yang kritis meningkat dibandingkan 2013 lalu yang mencapai 437.270 hektare.

Dari 280.941 hektare hutan yang kritis, seluas 96.238,24 hektare lahan hutan benar-benar gundul. Dengan rincian, Lombok Barat 12.330 hektare, Lombok Tengah 6.686 hektare, Lombok Utara 4.299 hektare, Lombok Timur 9.002 hektare, Sumbawa Barat 53 hektare, Sumbawa 30.291 hektare, Dompu 16.690 hektare, Bima 15.790 hektare dan Kota Bima 1.093 hektare.

Penyebab meluasnya lahan kritis di dalam kawasan hutan antara lain, perambahan atau perladangan liar untuk tanaman semusim seperti padi, jagung, pisang dan lainnya. Kemudian, pembalakan liar atau illegal logging, pendudukan atau penguasaan kawasan hutan, kebakaran dan penggembalaan liar.

Sedangkan penyebab lahan kritis di luar kawasan hutan, seperti konversi kebun menjadi ladang terbuka. Kemudian pembukaan lahan dengan pembakaran, perubahan tradisi pola tanam tumpangsari menjadi monokultur.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis persentase dan jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2023 mengalami kenaikan. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 bertambah sebanyak 19.290 orang dibandingkan Maret 2022.

Sedangkan jika dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin di NTB bertambah sebanyak 6.540 orang. Persentase penduduk miskin di NTB pada Maret 2023 sebesar 13,85 persen, meningkat 0,03 persen terhadap September 2022 dan meningkat sebesar 0,17 persen terhadap Maret 2022. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 751,23 ribu orang, bertambah 6,54 ribu orang terhadap September 2022 dan bertambah 19,29 ribu orang terhadap Maret 2022.

Kepala BPS NTB Wahyudin memaparkan persentase penduduk miskin perkotaan di NTB pada September 2022 sebesar 13,98 persen, turun menjadi 13,76 persen pada Maret 2023. Sementara persentase penduduk miskin pedesaan pada September 2022 sebesar 13,66 persen, naik menjadi 13,95 persen pada Maret 2023.

Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2023 turun sebanyak 0,5 ribu orang, dari 384,03 ribu orang pada September 2022 menjadi 383,53 ribu orang pada Maret 2023. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin pedesaan naik sebanyak 7,04 ribu orang, dari 360,66 ribu orang pada September 2022 menjadi 367,70 ribu orang pada Maret 2023.

Baca Juga: Jadwal dan Harga Tiket Penyeberangan Lombok - Bali 25 Agustus 2023

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya