KPK Ingatkan Potensi Pidana Pengelolaan Aset Daerah di Gili Trawangan 

Pendapatan daerah dari aset Gili Trawangan sangat kecil

Mataram, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan potensi pidana terkait pengelolaan aset daerah milik Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Pemprov NTB memiliki lahan seluas 75 hektare yang telah dimanfaatkan masyarakat dan pelaku usaha pariwisata di Gili Trawangan.

Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan potensi pendapatan untuk daerah dari pengelolaan aset di Gili Trawangan cukup besar. Tetapi, pendapatan daerah dari pengelolaan aset daerah itu sangat kecil.

Pada 2024, UPTD Gili Tramena Dinas Pariwisata NTB menargetkan pendapatan daerah dari pengelolaan aset di Gili Trawangan sebesar Rp5 miliar. Tahun sebelumnya, Pemprov NTB menargetkan pendapatan dari pengelolaan aset Gili Trawangan mencapai Rp330 miliar.

"Kita koordinasi lintas kementerian, Pemda, LHK, KKP, BPN NTB memastikan jangan sampai kebijakan-kebijakan yang ada mens rea (niat jahat) di sana. Memastikan kementerian atau siapapun yang punya kewenangan di sana, jika ada pelanggaran ditegakkan aturannya. Jangan ada pembiaran," tegas Dian usai rapat koordinasi bersama Pemprov NTB di Kantor Gubernur NTB, Jumat sore (16/8/2024).

1. Banyak potensi pendapatan yang hilang

KPK Ingatkan Potensi Pidana Pengelolaan Aset Daerah di Gili Trawangan ilustrasi uang rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)

Dian menjelaskan secara de facto dan de jure, aset seluas 65 hektar di Gili Trawangan adalah milik Pemprov NTB. Tetapi fakta di lapangan, aset daerah itu telah dikuasai masyarakat. Kemudian ada oknum-oknum masyarakat yang menyewakan lagi aset itu kepada investor sebagai tempat sarana dan prasarana usaha pariwisata.

"Diakui tadi bahwa memang banyak sekali potensi pendapatan yang tidak bisa dimaksimalkan. Jadi, Gili Tramena (Trawangan, Meno dan Air) dari 700 ribu pengunjung setahun, Pemda cuma dapat kecil, target Rp5 miliar tahun 2024," jelasnya.

Belum lagi, kata Dian, ada perjanjian kerja sama antara Dinas Perhubungan (Dishub) NTB dengan Koperasi Karya Bahari yang tidak ada payung hukumnya. Diduga ada temuan-temuan yang belum disetorkan dan saat ini sedang dilakukan audit.

Baca Juga: Disnakertrans NTB: 15 WNA Cina di Tambang Sekotong Bekerja Ilegal

2. KPK tegakan tidak mungkin warga diberikan sertifikat hak milik

KPK Ingatkan Potensi Pidana Pengelolaan Aset Daerah di Gili Trawangan Ilustrasi sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional. (IDN Times/Dicky)

Dian menegaskan aset daerah yang berada di Gili Trawangan tidak mungkin dialihkan menjadi sertifikat hak milik kepada masyarakat. Tetapi aset itu hanya boleh dilakukan pemanfaatan oleh masyarakat dengan perjanjian kerja sama. Dari perjanjian kerja sama itu, Pemprov NTB akan mendapat pendapatan daerah.

"Itu tidak mungkin diberikan hak milik. Ini punya negara, tidak mungkin. Makanya jangan sampai ada janji, masyarakat dapat sertifikat, gak mungkin," tegasnya.

Diketahui bahwa sejumlah oknum warga menyewakan lahan milik daerah secara ilegal kepada investor asing. Bahkan ada oknum warga yang memperoleh uang sewa hingga Rp9,7 miliar.

Ada oknum warga menyewakan lahan milik Pemprov NTB itu seluas 7,5 are kepada orang asing dengan nilai sampai Rp6 miliar selama 10 tahun. Kemudian ada juga oknum warga yang menyewakan lahan seluas 15 are sebesar Rp9,7 miliar selama 20 tahun.

Bahkan ada salah satu oknum warga yang menguasai 12 titik lahan dengan luas hampir 1 hektare. Lahan itu belum yang ditempati sebagai tempat tinggal, tempat usaha dan lainnya. Oknum warga inilah yang sebelumnya menuntut sertifikat hak milik (SHM).

3. Rencanakan harga sewa tidak dipatok sama

KPK Ingatkan Potensi Pidana Pengelolaan Aset Daerah di Gili Trawangan ilustrasi murah (freepik.com/ dhvisuality)

Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata NTB Jamaluddin Maladi menyambut positif pendampingan yang dilakukan KPK terkait optimalisasi pemanfaatan aset di Gili Trawangan. Dari 1.000 objek pada lahan 75 hektare, sudah ada 100 objek yang ditandatangani kontrak kerja sama pemanfaatan dengan Pemprov NTB.

Dari 1.000 objek pelaku usaha di 75 hektare itu baru 10 persen yang sudah membayar. Masih banyak yang belum membayar kewajibannya," kata Jamaluddin.

Jamaluddin mengatakan pengelolaan aset Gili Trawangan baru dua tahun diserahkan ke Dinas Pariwisata NTB. Sehingga dibentuk UPTD Gili Tramena. Saat ini, Pemprov NTB mengenakan biaya sewa lahan di Gili Trawangan sebesar Rp2,5 juta per are per tahun.

"Ke depannya mungkin ada kluster utama di pinggir pantai harga sewanya bedanm. Sewanya tidak dipatok rata. Karena ada warga yang menyewakan lagi hingga Rp250 juta," tandas Jamaluddin.

Baca Juga: Pj Gubernur NTB Kumpulkan Forkopimda Selesaikan Kasus Tambang Ilegal

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya