Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THR

BPJS Ketenagakerjaan catat ada 1,9 juta pekerja rentan

Mataram, IDN Times - Di tengah kegembiraan menyambut lebaran Idulfitri 1443 Hijriah, ada sebagian pekerja di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merayakan dengan keterbatasan. Di satu sisi para Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai BUMN/BUMD dan pegawai swasta mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Di sisi yang lain banyak pekerja yang bekerja di instansi pemerintah daerah sebagai petugas kebersihan dan tenaga security atau satpam yang tidak mendapatkan THR. Di tengah gaji yang pas-pasan, ada juga yang bekerja sampingan sebagai buruh kasar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

1. Kerja sampingan

Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THRIlustrasi pekerja pabrik. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Petugas security di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov NTB, Dedy menuturkan gaji yang diperoleh setiap bulan memang sangat pas-pasan dibandingkan kebutuhan sehari-hari yang meningkat. Apalagi harga barang kebutuhan pokok terjadi kenaikan.

"Kalau mengharapkan gaji ini saja ndak mungkin. Kita kerja sambilan. Kalau ada kerjaan di luar walaupun kerja kasar, kita kerjakan," kata Dedy saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (28/4/2022).

Dengan gaji sekitar Rp2 juta, diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan selama sebulan. "Sepandai-pandainya kita mengatur uang. Yang penting bagaimana mengaturnya," ujar Dedy.

Lantas, apakah ada rencana untuk berwirausaha untuk menambah pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari? Dedy mengatakan memang ada niat untuk berwirausaha. Tetapi untuk berwirausaha membutuhkan modal. "Tapi jangankan untuk modal, untuk sehari-hari saja susah," katanya.

Rekan kerja Dedy bernama Hendri juga mengatakan selama ini tidak mendapatkan THR. Sama seperti tenaga kebersihan yang tidak mendapatkan THR, petugas security juga tidak pernah dapat THR. Namun untuk tenaga kebersihan mendapatkan santunan sebesar Rp550 ribu menjelang lebaran dari pemerintah daerah.

"Untuk tenaga keamanan istilahnya security dan Satpam ndak ada diberikan santinan. Santunan ini untuk tenaga kebersihan saja," tuturnya.
Meskipun tidak mendapatkan THR, Hendri berharap petugas security juga mendapatkan santunan seperti tenaga kebersihan. Karena mereka juga bekerja pada lingkungan kerja yang sama.

"Kalau diibaratkan di antara kita berdua (tenaga kebersihan dan petugas security), ada yang dapat dan tidak dapat santunan. Kalau bahasa Sasaknya satu nganget (makan) dan satu ngengat (cuma melihat yang dapat santunan). Kita berharap ke depan juga ada untuk petugas security supaya adil," harapnya.

Salah seorang tenaga kebersihan, Junaidi mengatakan selama pandemik Covid-19, gaji yang terima normal sebesar Rp2,5 juta sebulan. Bapak dua anak ini mengaku gaji yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama sebulan.

Apalagi, anak-anaknya sudah bekerja. Begitu juga istrinya jualan di pasar. Hal itu turut membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, Junaidi mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan THR seperti pegawai lainnya.

Dia hanya menerima santunan dari pemerintah daerah setiap menjelang lebaran. "Ndak terlalu berharap pada THR. Karena dari dulu tidak ada THR," ungkapnya.

2. Gaji gak UMR

Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THRIlustrasi gaji (IDN Times/Dok)

Salah satu pekerja di salah satu tenant di Lombok Epicentrum Mall inisial R mengaku bahwa dirinya tidak mendapatkan gaji sesuai UMR. Gajinya masih jauh dari UMR meski sudah satu tahun lebih bekerja di tenant itu.

Sementara untuk THR juga tidak diberikan seperti satu kali gaji dalam sebulan. Selain itu, selama Ramadan, dia masuk setiap hari tanpa libur dan tidak diberikan uang lembur.

"Lebaran tetap masuk, tapi kalau lebaran itu nanti dikasih uang lembur. Sehari antara Rp40 ribu sampai Rp80 ribu. Sebenarnya tidak sebanding dengan waktu lebaran yang kita relakan untuk ditinggalkan dengan keluarga, tapi kita tidak punya pilihan. Daripada nanti dipecat," aku R.

Dia berharap tempat kerjanya bisa memberikan upah yang layak, paling tidak upah sesuai dengan UMR. Selain itu, uang lembur juga bisa ditambah. Sebab untuk hari-hari biasa, uang lemburnya hanya Rp15 ribu saja. Menurutnya, itu sangat kurang dibandingkan dengan tenaga yang diberikan selama bekerja.

"Sekarang semua serba susah, kerja susah, jadi meski gaji sedikit, kita tidak punya pilihan lain. Mau protes juga tidak bisa, nanti dipecat," ujarnya.

Baca Juga: Amazing! Rp166 Miliar Disiapkan untuk Bayar THR PNS Pusat di NTB

2. Disnakertrans NTB terima 8 aduan soal THR

Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THRKepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi (Dok. Disnakertrans NTB)

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi di Mataram, Jumat (29/4/2022) menyebutkan pihaknya menerima 8 aduan secara online terkait dengan pembayaran THR. Tetapi, aduan tersebut belum semua didukung dengan data.

"Misalnya ada pengaduan dari pekerja yang protes bahwa dia hanya menerima THR sebesar Rp165 ribu, dengan masa kerja 7 bulan. Tapi tidak menjelaskan berapa gaji yang diterima setiap bukannya. Kita hubungi balik, tapi belum ada respons," kata Aryadi.

Selain itu, kata Mantan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB ini, ada juga pengaduan dari dosen salah satu pendidikan tinggi swasta yang melapor bahwa gajinya selama 2 bulan belum dibayar. Untuk pengaduan ini, sedang proses klarifikasi oleh petugas posko THR.

Disnakertrans NTB membuka Posko Pengaduan THR bagi pekerja. Hal tersebut sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No. M/1/HK.04/IV/2022 tentang pembayaran THR oleh perusahaan. Sesuai dengan SE yang dikeluarkan Menaker, perusahaan wajib memberikan THR kepada pekerjanya paling lambat H-7 lebaran.

Pekerja yang masa kerjanya12 bulan atau lebih akan mendapat THR sebesar satu kali gaji. Sementara pekerja yang masa kerjanya di bawah 12 bulan dibayarkan secara proporsional, yaitu masa kerja dikali satu bulan gaji dibagi 12.

Selain wajib membayar THR secara penuh, kata Aryadi, sesuai ketentuan, perusahaan juga wajib berkomitmen memberikan perlindungan sosial berupa Jamsostek kepada semua pekerjanya.

Aryadi mengingatkan perusahaan tentang pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja, terutama program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKM (Jaminan Kematian). Dua program itu memberikan manfaat yang besar apabila terjadi kecelakaan kerja. Perusahaan tidak perlu membayar biaya pengobatan, karena akan ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan

“Bulan lalu kami menerima pengaduan. Ada perusahaan kayu di Lombok Tengah yang memperkerjakan pekerja dan belum memberikan JKK dan JKN kepada pekerjanya. Sehingga ketika terjadi kecelakaan kerja, kami memastikan perusahaan tersebut benar-benar menjamin biaya pengobatannya," katanya.

Jika pekerja sudah diasuransikan di 2 program tersebut, pasti ada santunan bagi keluarganya dan perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih mahal karena itu akan ditanggung secara sepenuhnya oleh jamsostek. Karena itu pentingnya ada edukasi dan sosialisasi yang masif terkait perlindungan sosial bagi pekerja.

Berdasarkan data Disnakertrans, pekerja bukan penerima upah yang telah mendapatkan perlindungan sosial (jamsostek) hanya 2,5 persen. Kondisi tersebut menurutnya penting menjadi perhatian bersama. Sehingga diharapkan perusahaan juga menyisihkan sebagian dana CSR untuk optimalisasi perlindungan sosial terhadap pekerja bukan penerima upah atau pekerja mandiri khususnya pekerja rentan, seperti petani, nelayan, tukang ojek dan buruh.

Perlindungan sosial tidak hanya memberikan manfaat bagi pekerja, tetapi juga akan meningkatkan produktifitas perusahaan. Simbiosis mutualisme ini yang harus dijaga. Gubernur NTB Zulkieflimansyah telah mengingatkan bahwa mental penyelenggara dunia usaha juga harus berubah dalam memperlakukan karyawannya, yaitu dengan menganggap karyawan sebagai sebuah keluarga.

Sehingga dengan demikian pekerja akan tumbuh rasa memiliki perusahaan dan semangat memajukan perusahaan. Perusahaan juga bisa memberikan insentif yang layak untuk kesejahteraan pekerja. “Salah satu bentuk pemimpin yang menganggap karyawan sebagai keluarga adalah dengan memberikan perlindungan sosial bagi karyawannya,” ujar Aryadi.

3. Sebanyak 1,9 juta pekerja rentan di NTB

Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THRIDN Times/Gregorius Aryodamar

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, ada 1,9 juta pekerja rentan di NTB yang belum menerima perlindungan sosial. Mereka hanya menerima PBI (Penerima Bantuan Iuran). Karena itu BPJS Ketenagakerjaan bersama pemerintah perlu mengawal Pergub dan Instruksi Gubernur sehingga perusahaan bisa menyisihkan sebagian CSR untuk masyarakat sekitar.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang NTB, Adventus Edison Souhuwat, memberikan edukasi tentang produk baru BPJS Ketenagakerjaan yaitu JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) yang diberikan oleh pemerintah kepada pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Manfaat yang didapatkan pekerja berupa uang tunai selama 6 bulan, akses informasi terhadap lapangan pekerjaan dan program pelatihan. Tujuannya adalah untuk memberikan kehidupan yang layak bagi pekerja yang kena PHK dan mempersiapkan mereka untuk memperoleh pekerjaan yang baru.

Ada pun syarat klaim JKP yaitu telah bekerja dan membayar minimal 12 bulan dengan adanya pembayaran secara 6 berturut-turut, ada bukti PHK, dan ada bukti Perjanjian Kerjasama antara pekerja dengan perusahaan. Pekerja hanya diberikan waktu 3 bulan sejak PHK untuk mengajukan JKP.

Sampai saat ini, BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan 4 program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.

Baca Juga: Teluk Bima Tercemar, Menko Marves Luhut Langsung Gelar Rakornis 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya