Karut-marut PPDB di NTB, Jalur Titipan Merusak Sistem Zonasi

Ombudsman dorong Pemprov NTB bentuk tim khusus

Mataram, IDN Times - Sengkarut penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berulang setiap tahun. Ombudsman RI Perwakilan NTB meminta pemerintah daerah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan dan evaluasi agar karut-marut pelaksanaan PPDB, terutama jalur zonasi, tidak terus berulang.

Karut-marut pelaksanaan PPDB jalur zonasi kembali terjadi di Kota Mataram. Sekolah-sekolah favorit yang berada di ibu kota provinsi NTB menjadi incaran peserta didik luar daerah, sehingga muncul adanya calon peserta didik titipan. Hal ini menyebabkan siswa yang berada di zonasi sekolah banyak yang terpental.

1. Jarak 400 meter dari sekolah terpental di jalur zonasi

Karut-marut PPDB di NTB, Jalur Titipan Merusak Sistem ZonasiIlustrasi pelajar di NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Seperti yang dialami salah satu orang tua calon peserta didik di Kota Mataram, Kusna. Anaknya terpental di jalur zonasi masuk ke SMPN 6 Mataram yang berada di wilayah Udayana, Kota Mataram. Padahal, jarak rumah dengan sekolah sekitar 400 meter.

"Semua tahapan saya lalui termasuk pendaftaran melalui online dengan mencantumkan jarak dan alamat sesuai peta. Terdeteksi anak saya sebagai peserta didik, jarak dari rumah ke sekolah 400 meter. Pada saat pengumuman ternyata anak saya tidak masuk peserta didik yang lolos jalur zonasi," tutur Kusna di Mataram, Sabtu (13/7/2024).

Dia melihat peserta didik yang lolos jalur zonasi jarak rumah ke sekolah 100 - 700 meter. Sementara anaknya yang tidak lolos masuk ke SMPN 6 Mataram padahal jaraknya 400 meter dari sekolah.

"Sepertinya ada siswa titipan jaraknya sampai 700 meter. Dia berharap sekali dengan segala cara memanfaatkan relasi bisa masuk sekolah itu. Sehingga calon peserta didik yang berhak terbuang," katanya.

Menurut Kusna, sistem zonasi cukup bagus, tetapi ada oknum yang merusak sistem zonasi ini sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena tidak lolos melalui jalur zonasi masuk SMPN 6 Mataram, akhirnya dia mendaftarkan anaknya di MTs Negeri 2 Mataram.

Hal yang sama terjadi di PPDB jenjang SMA. Salah satu orang tua calon peserta didik, Saidi mengatakan kadang-kadang calon peserta didik yang tinggal di seputaran sekolah tidak diterima. Sesuai zonasi, masuk SMAN 2 Mataram.

"Kadang-kadang yang saya lihat, ada yang domisili sampai Gunungsari Lombok Barat tapi diterima di zonasi ini. Kami yang ada di wilayah sekolah itu, anak kami tak diterima. Harapan kami anak-anak kami bisa masuk sekolah sesuai harapannya," harapnya.

Begitu juga disampaikan Muhammad Sahrul. Dia mempertanyakan ada anak tetangga yang lolos jalur zonasi di SMAN 2 Mataram, padahal jarak rumah dengan sekolah lebih jauh.

"Sistem zonasi itu saya gak paham. Apakah diukur jarak rumah ke sekolah atau tambahan poin nilai. Itu mau saya pertanyakan. Anak saya gak diterima padahal masuk zonasi," kata Sahrul.

Baca Juga: Pembalap MotoGP Parade di Bali, Pemprov NTB Undang Liburan ke Lombok

2. Dikbud NTB cari solusi

Karut-marut PPDB di NTB, Jalur Titipan Merusak Sistem ZonasiKepala Dinas Dikbud NTB Aidy Furqan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB Aidy Furqan mengakui, ada calon peserta didik yang tidak tercover di jalur zonasi di Kota Mataram. Dia mengatakan calon peserta didik tak bisa diterima di sekolah yang diinginkan karena kalah analisa jarak rumah dengan sekolah.

Aidy mengaku pihaknya telah memberikan kesempatan kepada masyarakat menyampaikan pengaduan. Awal pekan ini, dia menerima sejumlah orang tua yang anaknya tidak diterima di SMAN 2 Mataram.

"Kami laporkan ke Pak Gubernur solusi anak-anak yang belum diterima. Sembari konsultasi, kami koordinasi dengan kementerian karena mereka yang berwenang membuka dapodik. Kira-kira kita akomodir masyarakat, kebijakan apa kita lakukan. Opsi-opsi sebelumnya apakah penambahan ruang kelas atau menggeser ke sekolah yang berdekatan, atau zona beririsan," kata Aidy.

Dinas Dikbud NTB berencana akan melakukan distribusi peserta didik yang tidak lolos jalur zonasi ke sekolah yang masih sedikit siswanya seperti SMAN 10 Mataram dan SMAN 11 Mataram. Aidy juga merespons soal adanya siswa titipan yang menyebabkan peserta didik di jalur zonasi terpental.

"Istilah titipan itu lagi tren. Tapi sebenarnya di antara mereka yang menitip, anak-anak juga mendaftarkan diri. Mungkin yang tepat adalah kekhawatiran saja sehingga mereka memerlukan pengawalan. Bukan itu faktornya, kami sudah membangun sistemnya lebih bagus lagi," kilahnya.

Aidy menjelaskan berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pihaknya memprioritaskan anak kandung baru cucu untuk jalur zonasi. Kemudian pihaknya juga menyandingkan dengan asal sekolah.

"Misalnya Mataram, asal sekolahnya Mataram. Jangan daftarnya di Mataram untuk jalur zonasi tapi sekolah sebelumnya di Sekotong Lombok Barat atau Taliwang Sumbawa Barat," jelasnya.

Aidy menambahkan kebanyakan calon peserta didik lebih senang masuk sekolah favorit, misalnya SMAN 2 Mataram. Padahal, sekarang tidak ada istilah sekolah favorit dan tidak favorit. Karena sudah dilakukan penggeseran guru supaya kualitas sekolah sama.

"Cuma image bahwa sekolah A, B, C bagus dan itu pandangan dari generasi ke generasi. Kita sudah geser guru, dan berikan pendampingan. Namanya image seperti itu ditambah pula hasil seleksi perguruan tinggi. Akhirnya dia tidak berpikir dia tinggal dimana. Yang diperlukan sekolah-sekolah yang bisa membawa dia bisa lebih berprestasi," tuturnya.

3. Ombudsman NTB dorong Pemda bentuk tim khusus

Karut-marut PPDB di NTB, Jalur Titipan Merusak Sistem ZonasiKepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Dwi Sudarsono. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB Dwi Sudarsono mendorong Pemprov NTB dan Pemda kabupaten/kota membentuk tim khusus yang melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPDB. Pasalnya, dia melihat karut-marut PPDB jalur zonasi terus terulang setiap tahun.

"Kalau sistem zonasi sudah bagus tapi implementasinya yang belum, bagaimana PPDB harus didukung SDM memadai. Kemudian aspek pengawasan. Mestinya harus ada di internal Pemda membuat tim khusus yang memantau dan memonitoring pelaksanaan PPDB. Karena memang ini terus berulang," kata Dwi.

Menurutnya, monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPDB tidak bisa diserahkan kepada Dinas Dikbud saja. Tetapi Pemprov NTB dan Pemda kabupaten/kota harus turun tangan melakukan pengawasan dengan membentuk tim khusus.

Pihaknya juga menyarankan agar pelaksanaan PPDB lebih transparan untuk menjawab keraguan masyarakat bahwa pelaksanaan PPDB curang. Ia mengatakan masyarakat mencurigai adanya siswa titipan saat PPDB karena dalam prosesnya belum transparan.

"Salah satu caranya agar transparan adalah mengumumkan secara real-time di sekolah-sekolah dan dinas. Misalnya yang daftar setiap hari harus diumumkan secara real-time, nilainya keluar secara real-time. Skornya berapa, kalau lewat jalur prestasi nilainya berapa. Kalau bisa menampilkan itu, ini bisa meminimalisir anasir-anasir negatif yang ditujukan kepada sekolah dan Dinas Pendidikan," ucap Dwi.

Baca Juga: Pj Wali Kota Bima Mundur, Pj Gubernur NTB Usulkan 3 Calon Pengganti

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya