Ini Modus Kasus Eksploitasi Anak Jalanan yang Terjadi di Mataram 

Ada perubahan modus eksploitasi anak jalanan

Mataram, IDN Times - Temuan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkapkan adanya eksploitasi terhadap anak jalanan dengan modus penjualan tisu, kue, dan buah-buahan. Mereka sering terlihat di perempatan lampu merah dan tempat-tempat ramai lainnya.

"Walau masih ada yang meminta-minta, kebanyakan mereka sekarang menjual barang. Mungkin berupa buah-buahan, tisu, atau kue. Orang tua mereka biasanya berada di dekat untuk mengawasi," jelas Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi.

1. Dulu disuruh minta-minta, sekarang jualan di lampu merah

Ini Modus Kasus Eksploitasi Anak Jalanan yang Terjadi di Mataram ilustrasi lampu merah di Surabaya (dok. pribadi/Fatma Roisatin)

Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi mengungkapkan bahwa sebagian besar anak jalanan di Mataram mengalami eksploitasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Modus eksploitasi anak jalanan di Kota Mataram pun mengalami perubahan, di mana kini mereka disuruh menjual berbagai barang daripada meminta uang seperti sebelumnya.

Menurut Joko, masalah utama anak jalanan di Kota Mataram berkaitan dengan kesadaran orang tua. Meskipun pemerintah daerah telah memberikan berbagai bantuan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan modal usaha, namun tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

"Orang tua mendapatkan modal usaha tapi tidak digunakan untuk keperluan bisnis yang diinginkan. Mereka lebih memilih menjual peralatan yang diberikan," ungkapnya.

Baca Juga: RUPS Deadlock, Jabatan Direktur Pembiayaan Bank NTBS Tak Diperpanjang

2. Anak jalanan di Mataram tak seperti di Pulau Jawa

Ini Modus Kasus Eksploitasi Anak Jalanan yang Terjadi di Mataram Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Mataram ini menjelaskan bahwa anak jalanan di Kota Mataram berbeda dengan di kota-kota besar di Pulau Jawa, di mana anak-anak tersebut sering kali sepenuhnya menjadi anak jalanan. Di Kota Mataram, sebagian besar anak jalanan masih tinggal bersama orang tua mereka.

"Dia tetap tinggal bersama orang tua, tetapi diakui sebagai anak jalanan. Mereka mencari uang di jalanan dengan berbagai cara, seperti menjual tisu, buah-buahan, atau makanan di perempatan lampu merah di Mataram," tambahnya.

Joko menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah meningkatnya jumlah anak jalanan di Kota Mataram. Memberikan uang kepada anak jalanan seharusnya dianggap sebagai perilaku yang tidak patut.

"Jika tidak memberikan uang atau membeli barang mereka, secara otomatis mereka akan berhenti menjadi anak jalanan," katanya.

3. Penanganan anak jalanan harus komprehensif lintas sektor

Ini Modus Kasus Eksploitasi Anak Jalanan yang Terjadi di Mataram Murid-murid di SD Negeri 101878 Kanan I, Tanjung Morawa, tempat ini merupakan saksi sejarah Tan Malaka pernah menjadi pengajar di Deli Serdang (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Selain itu, Joko juga menyoroti bahaya yang dihadapi oleh anak jalanan, seperti menjadi korban kekerasan seksual. Penanganan masalah anak jalanan di Kota Mataram harus dilakukan secara komprehensif melalui berbagai pihak, termasuk Dinas Sosial, Satpol PP, dan Dinas Pendidikan.

"Perlu ada tindakan tegas terhadap orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap anak jalanan," tegasnya.

Terakhir, terkait data jumlah anak jalanan di NTB, Pemprov NTB telah mempublikasikan data PMKS tahun 2019/2020. Dari data tersebut, tercatat ada 653 anak jalanan di NTB dari total PMKS sebanyak 1,7 juta orang lebih.

Baca Juga: Stabilkan Harga, Pertamina Tambah Pasokan 253.440 LPG Subsidi di NTB

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya