Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB 

Kejahatan seksual mendominasi kasus kekerasan anak di NTB

Mataram, IDN Times - Setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Peringatan HAN bertujuan untuk memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa.

Di tengah hiruk-pikuk peringatan HAN 2022, kasus kekerasan terhadap anak masih cukup tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di mana, kekerasan dalam bentuk kejahatan seksual paling mendominasi. Butuh gerakan multi pihak untuk melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari ancaman kejahatan seksual.

1. Kekerasan seksual dilakukan seorang guru ngaji

Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB Kuasa Hukum Korban, Usep Syarif Hidayat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Ancaman kejahatan seksual pada anak benar-benar nyata. Seperti kasus dugaan pencabulan yang dilakukan seorang oknum guru ngaji di wilayah Kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Timur telah menahan oknum guru ngaji inisial MF (48) yang diduga mencabuli anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).

MF yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Unit PPA Satreskrim Polres Lombok Timur pada Senin (11/7/2022).

Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nikolas Osman mengatakan, MF telah ditetapkan menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap anak SD. Terduga pelaku ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan setelah penyidik memeriksa 5 korban dan 2 saksi.

Aksi bejat pelaku dilakukan di rumahnya yang dijadikan Tempat Pengajian Quran (TPQ). Pelaku diduga mencabuli korban saat berduaan di TPQ. Peristiwa pencabulan ini terjadi pada Juni lalu, namun baru diketahui oleh orang tua korban saat anaknya menjalani rawat inap di Puskesmas Terara Kecamatan Terara, Lombok Timur.

Korban mengalami demam tinggi dan mengalami sakit di bagian kemaluannya. Melihat sakit yang dialami anaknya, ibu korban sempat mengorek informasi dari anaknya. Terutama terkait keluarnya darah dari kemaluan korban saat buang air kecil. Korban menceritakan kepada ibunya bahwa ia telah dilecehkan oleh guru ngajinya inisial MF.

2. Pelecehan seksual marbot masjid

Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB Ilustrasi pelecehan hingga intimidasi (freepik.com/freepik)

Kasus pelecehan seksual juga menimpa seorang anak taman kanak-kanak (TK) di Kota Mataram. Oknum marbot salah satu musala inisial T di salah satu lingkungan di wilayah Kecamatan Sekarbela Kota Mataram diduga mencabuli anak TK.

Kasus dugaan pelecehan seksual ini terjadi pada 28 Maret 2022. Namun terduga pelaku baru ditangkap pada pada 5 Juli 2022.

Kuasa Hukum Korban Usep Syarif Hidayat menjelaskan, kronologis kejadian dugaan pelecehan seksual terhadap anak TK tersebut. Anak-anak biasanya mengaji usai Salat Magrib di musala setempat.

Pada waktu kejadian ketika suasana sepi, pada 28 Maret 2022, tiba-tiba terduga pelaku memanggil korban ke dalam musala. "Anak ini diduga diperkosa di WC musala," kata Usep.

Keesokan harinya, korban pergi ke sekolah. Korban mengalami muntah-muntah sehingga dibawa ke Puskesmas. Hasil visum menunjukkan bahwa kemaluan korban mengalami luka robek. Setelah itu, kejadian dugaan pelecehan seksual terhadap anak TK itu dilaporkan ke kepala lingkungan setempat.

Tetapi tidak ada respons. Sehingga kejadian itu dilaporkan ke Polresta Mataram. Korban selanjutnya dilakukan visum. "Lama-lama si pelaku mengaku ke masyarakat hanya memasukkan selang ke kemaluan korban," kata Usep.

Setelah terduga pelaku ditangkap aparat kepolisian pada 5 Juli 2022, istrinya datang ke keluarga korban. Usep mengatakan istri terduga pelaku meminta damai dengan memberikan uang sebesar Rp5 juta. Tetapi karena ini kasus dugaan pelecehan seksual sehingga terduga pelaku ditahan.

Usep mengungkapkan korban mengalami trauma yang cukup berat. Korban sering mengigau kalimat 'sakit, jangan dimasukkan'. Sebelum terduga pelaku ditahan, korban pernah mendapatkan layanan psikologi dari Dinas Sosial sebanyak satu kali.

"Setelah pelaku ditahan barulah korban diberikan layanan psikologi dua kali. Seharusnya pemerintah sejak awal ketika ada laporan menindaklanjuti," keluhnya.

Baca Juga: Gunung Sampah TPA Kebon Kongok Lombok Akan Disulap Jadi Tujuan Wisata 

3. Kejahatan seksual dominasi kasus kekerasan terhadap anak di NTB

Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB Kepala DP3AP2KB NTB T. Wismaningsih Dradjadiah (Dok. Istimewa)

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB mencatat, jumlah kekerasan terhadap anak selama 2021 sebanyak 598 kasus. Dengan rincian sebanyak 467 kasus kekerasan pada anak perempuan dan 131 kasus kekerasan pada anak laki-laki.

Ada 7 bentuk kekerasan terhadap anak di NTB, yaitu fisik, psikis, seksual, eksploitasi, traficking, penelantaran dan lainnya. Dari tujuh bentuk kekerasan terhadap anak tersebut, kekerasan seksual paling mendominasi.

DP3AP2KB mencatat jumlah kekerasan seksual terhadap anak perempuan sebanyak 152 kasus. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan paling banyak di Lombok Timur sebanyak 23 kasus, disusul Kabupaten Bima 22 kasus. Selanjutnya Lombok Barat, Lombok Utara dan Kabupaten Sumbawa masing-masing 21 kasus. Selain itu, Dompu, Lombok Tengah dan Kota Bima masing-masing 12 kasus, Kota Mataram 6 kasus dan Sumbawa Barat 2 kasus.

Sedangkan kekerasan seksual terhadap anak laki-laki sebanyak 12 kasus. Tersebar di 7 kabupaten/kota, yaitu Lombok Barat 5 kasus, Kota Bima 2 kasus. Selanjutnya Dompu, Lombok Tengah, Lombok Utara, Sumbawa dan Sumbawa Barat masing-masing 1 kasus.

Kepala DP3AP2KB NTB T Wismaningsih Dradjadiah mengatakan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan mendapatkan perlindungan dan pendampingan dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Sedangkan pelakunya dilaporkan ke aparat penegak hukum.

"Semua UPTD sudah menjangkau ketika terjadi kekerasan pada perempuan dan anak. Untuk data kasus 2022 belum kita update," kata Wismaningsih.

4. Provinsi layak anak di NTB

Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak, NTB sedang berupaya mencapai provinsi dan kabupaten/kota layak anak. Saat ini ada 8 kabupaten/kota yang sudah diverifikasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Verifikasi itu untuk melihat layak atau tidak suatu kabupaten/kota menyandang status daerah layak anak.

Dari 10 kabupaten/kota di NTB, hanya Lombok Tengah dan Lombok Utara yang tidak masuk verifikasi Kementerian PPPA. Karena poin penilaiannya di bawah 400. Ada 5 klaster yang dinilai yaitu kelembagaan, hak pemenuhan pendidikan, kesehatan, informasi dan perlindungan anak.

Sementara itu, jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani Polda NTB dan Polres jajaran sepanjang 2021 sebanyak 165 kasus. Dengan rincian perkara kekerasan fisik atau penganiayaan 46 kasus, persetubuhan 106 kasus, pencabulan 59 kasus, eksploitasi atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 4 kasus, aborsi 4 kasus, narkoba 3 kasus, pencurian 1 kasus, penelantaran 72 kasus membawa lari anak 6 kasus.

Sedangkan pada 2020, kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani Polda NTB dan Polres jajaran sebanyak 181 kasus. Dengan rincian perkara kekerasan fisik 18 kasus, persetubuhan 118 kasus, pencabulan 63 kasus, eksploitasi atau TPPO 1 kasus, aborsi 1 kasus, penelantaran 5 kasus, penganiayaan 92 kasus, dan membawa lari anak 10 kasus.

Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati mengatakan, ada penurunan kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani kepolisian pada 2021 dibandingkan tahun 2022. Namun, kualitas kejahatan semakin meningkat.

Misalnya pada 2021, seorang anak laki-laki yang usianya 7 tahun terlibat kekerasan seksual dengan ibu kandungnya. Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB juga mengasistensi kasus di Bima, seorang anak yang dibunuh. Dalam proses penyidikan, ternyata pelaku adalah orang yang dikenal keluarganya.

Karena bertempat tinggal bersebelahan. Kemudian akhir 2021 di Sumbawa Barat, anak umur 1 tahun 2 bulan mengalami kekerasan seksual oleh kakeknya. Itu diketahui dari dokter yang memeriksa kenapa anak ini tidak kunjung sembuh penyakitnya. Ternyata, anak itu mengalami infeksi pada kelaminnya.

Kekerasan seksual juga menimpa kelompok-kelompok rentan yaitu anak dan perempuan difabel. Di mana dalam penanganannya agak berbeda sehingga polisi melibatkan stakeholders terkait. "Itu yang saya katakan kualitas semakin meningkat. Belum lagi beberapa kasus yang ditangani Polda NTB kekerasan seksual antara anak dengan anak. Usianya 14 - 15 tahun atau usia sekolah," katanya.

5. Perlu gerakan multi pihak

Generasi Penerus Bangsa di Tengah Ancaman Kejahatan Seksual di NTB Wakil Gubernur NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah/dok. Humas Pemprov NTB

Sementara itu, Wakil Gubernur NTB  Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, masih banyaknya kasus kekerasan terhadap anak harus menjadi bahan introspeksi. Karena program yang dilakukan lebih tajam lagi sehingga kasus-kasus menjadi terbuka.

"Yang namanya kasus-kasus ini terbuka atau tidak. Berani melapor atau tidak. Semakin berani melapor makin bagus. Kalaupun banyak kasus kita harus lihat dari sisi positif juga. Bahwa orang sekarang lebih berani bicara, selain kita harus berbenah dengan kasus yang semakin banyak," ujarnya.

Untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak menurutnya perlu ada gerakan multi pihak. Mulai dari provinsi, kabupaten/kota sampai tingkat desa dan tokoh agama serta tokoh masyarakat. Semua harus bergerak bersama-sama.

Peringatan HAN 2022 diharapkan betul-betul menggugah kesadaran semua pihak untuk memberikan hak dan perlindungan kepada anak-anak. Yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan, hak dilindungi, hak dikasihi, dan disayangi.

"Makanya gerakan itu tak bisa hanya spot-spot saja. Saya selalu menyampaikan kita punya program revitalisasi posyandu. Jadi edukasi tentang itu bisa masuk lewat posyandu," katanya.

Posyandu adalah kegiatan yang dilakukan di setiap dusun seluruh NTB. Edukasi tentang kekerasan terhadap anak bisa dilakukan lewat posyandu selain sekolah. Sekolah juga mulai dari tingkat TK sampai SMA harus ada edukasi terkait kekerasan terhadap anak.

"Edukasi yang membuat anak-anak kita juga mendapatkan haknya. Kemudian orang tua juga bisa mengetahui apa yang bisa diberikan untuk anaknya," ucapnya.

Baca Juga: Jalur Wisata Pusuk Sembalun Akan Dipasangi CCTV dan Penerang Jalan 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya