Cerita Nelayan di Lombok, Niat Menangkap Ikan Malah Dapat Sampah 

Nelayan repot, baling-baling perahu tersangkut sampah

Lombok Timur, IDN Times - Para nelayan di Kampung Padak Sie, Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) merasakan dampak sampah yang mengotori pinggir pantai dan laut. Sampah kiriman dari daerah hulu cukup mengancam ekosistem laut. Hal itu juga sangat memengaruhi hasil tangkapan mereka. Tak jarang juga yang masuk dalam jaring adalah sampah, bukannya ikan.

Salah seorang nelayan di Kampung Padak Sie Desa Seruni Mumbul, Jumadil (35) mengatakan para nelayan di daerah hilir cukup merasakan dampak dari pembuangan sampah di daerah hulu. Sampah yang berasal dari daerah hulu menumpuk mencemari laut di daerah yang berdekatan dengan Pelabuhan Labuhan Lombok, Lombok Timur itu.

"Masyarakat di atas (daerah hulu) banyak buang sampah di sungai. Makanya, ketika hujan terjadi banjir. Sampah kita bersihkan tapi gak mau hanyut, air sungai naik. Dampaknya sampah membusuk, banyak sampah plastik dan sampah kayu juga," kata Jumadil.

1. Sampah kiriman dari daerah hulu

Cerita Nelayan di Lombok, Niat Menangkap Ikan Malah Dapat Sampah Nelayan Kampung Padak Sie Desa Seruni Mumbul, Jumadil. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Jumadil mengatakan perlu ada upaya pengelolaan sampah di daerah hulu. Supaya masyarakat dapat mengolah sampah dan tidak lagi membuangnya di sungai. Sehingga masyarakat di daerah hilir atau pesisir tidak lagi merasakan dampak dari pembuangan sampah sembarangan di sungai.

Selain merusak biota laut, sampah yang berserakan di pesisir pantai juga berdampak terhadap aktivitas para nelayan. Baling-baling perahu tersangkut sampah plastik dan ekosistem laut menjadi terancam.

"Karena setiap musim hujan kita repot membersihkan sampah di sini," kata Jumadil di sela-sela penanaman pohon mangrove dan bersih-bersih pantai di Kampung Padak Sie Desa Seruni Mumbul bersama Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Jumat (25/11/2022).

Baca Juga: Kisah Nelayan Penangkap Ikan Tuna di Lombok, Cuan Rp10 Juta per Bulan

2. MDPI fasilitasi pembentukan tempat pengolahan sampah

Cerita Nelayan di Lombok, Niat Menangkap Ikan Malah Dapat Sampah Nelayan memungut sampah plastik yang mencemari pesisir pantai di Kampung Padak Sie Desa Seruni Mumbul. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dalam mendukung pengembangan perikanan berkelanjutan di Kampung Padak Sie, MDPI membantu memfasilitasi pendirian tempat pengolahan sampah di daerah tersebut yang dikelola oleh koperasi nelayan. Untuk mengurangi sampah plastik di laut, para nelayan juga memungut dan menjualnya di koperasi.

"Salah satunya cara kalau sampah tak bernilai, misalnya sampah plastik dimasukkan dalam botol plastik. Nanti dibuat kerajinan. Harapan saya usaha teman- teman ini ada yang mengapresiasi. Kalau ada produknya ada yang mengambil," kata Staf Lapangan MDPI, Hairul Hadi.

MDPI melakukan edukasi kepada nelayan setempat untuk pengembangan perikanan berkelanjutan. Tujuannya, agar ekosistem laut tetap terjaga dan dapat dinikmati generasi berikutnya.

Hairul mengatakan hasil tangkapan nelayan seperti ikan tuna cenderung mengalami penurunan. Jika dulu, nelayan penangkap ikan tuna pergi melaut selama 2 - 3 hari, tetapi sekarang di atas 10 hari. Karena lokasi penangkapan ikan tuna sekarang cukup jauh dibandingkan dulu.

"Praktik baiknya mereka sudah buat kelompok nelayan. Sehingga kita mudah memberikan edukasi dan sudah ada perubahan," katanya.

3. Sampah plastik jadi ancaman biota laut di NTB

Cerita Nelayan di Lombok, Niat Menangkap Ikan Malah Dapat Sampah Sampah yang berserakan di muara sungai Kampung Padak Sie Desa Seruni Mumbul. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sampah plastik menjadi ancaman biota laut di NTB. Keindahan pantai-pantai yang eksotis juga terancam sampah plastik. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB menyebutkan jumlah sampah plastik sekitar 26 - 35 ton per hari. Jumlah itu merupakan 10 hingga 12 persen dari jumlah timbulan sampah yang mencapai 2.600 - 3.300 ton per hari di NTB.

"Betul ini ancaman bagi biota laut. Makanya upaya yang dilakukan adalah kita mendorong upaya pengurangannya di daratan," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Dinas LHK NTB, Firmansyah, belum lama ini.

Firman menyatakan pilot project penanganan sampah laut baru dilakukan di Destinasi Super Prioritas Mandalika. Dikatakan, persoalan sampah laut memang cukup unik karena lintas batas.

"Sering kali bersifat musiman. Apa yang kita lihat saat ini di sebuah pantai bisa jadi 2 - 3 hari ke depan sudah tidak ada lagi spotnya. Jadi penanganannya harus lintas batas. Bukan hanya oleh Pemprov NTB tetapi juga skala nasional dan global," katanya.

Pengurangan sampah di lautan, tidak bisa langsung berubah secara signifikan. Namun, NTB sudah mulai berupaya mengurangi timbulan sampah plastik di daratan. Seperti pengurangan penggunaan plastik untuk kebutuhan rumah tangga diganti dengan produk refill atau isi ulang. Dengan upaya seperti ini, sekitar 60 - 70 ton sampah plastik akan berkurang per tahun.

4. Gerakan Pilsadar

Cerita Nelayan di Lombok, Niat Menangkap Ikan Malah Dapat Sampah Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Dinas LHK NTB, Firmansyah (Dok. Istimewa)

Pemprov NTB sedang menggalakkan gerakan pilah sampah dari rumah (Pilsadar). Gerakan Pilsadar sedang digalakkan di Kota Mataram dan Lombok Barat. Sehingga, sampah yang dibuang ke TPA Regional Kebon Kongok Lombok Barat harus sudah terpilah.
Kemudian ada juga gerakan bersih-bersih rumah kita bekerja sama dengan TP PKK NTB.

"Kita mendorong sampah itu bisa berkurang di tingkat rumah tangga. Karena penghasil sampah terbesar adalah rumah tangga," tandasnya.

Baca Juga: 2.072 Nakes Perebutkan 446 Formasi PPPK Pemprov NTB 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya