Ancaman Politik Identitas, KPU NTB Kampanye tentang Kesetaraan

Bahaya politik identitas dalam kampanye politik

Mataram, IDN Times - Politik identitas menjadi ancaman dalam iklim demokrasi di Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Barat (NTB) paham bahayanya yang bisa mengganggu pelaksanaan pilkada serentak 2024 mendatang.

"Potensi politik identitas itu ada. Tinggal bagaimana cara kita mengeliminir agar itu tidak terus menguat. Tetapi yang kita hadirkan adalah pemilu berbasis kesetaraan," kata Ketua KPU NTB Suhardi Soud, Sabtu (19/11/2022). 

1. Politik identitas mulai bergeser di NTB

Ancaman Politik Identitas, KPU NTB Kampanye tentang KesetaraanKetua KPU NTB Suhardi Soud. (dok. KPU NTB)

Politik identitas kerap muncul di NTB, seperti kesukuan, wilayah, dan identitas agama. Namun keberadaannya mulai bergeser tidak mendominasi warga. 

Suhardi mencontohkan figur Gubernur NTB yang berasal dari suku yang tidak dominan di antara masyarakat setempat. Sebagaimana diketahui ada tiga suku besar di NTB, yaitu Sasak, Samawa, dan Mbojo.

Suku Sasak merupakan yang terbesar mendiami Pulau Lombok dan Samawa lazim ditemui di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Sedangkan Suku Mbojo mendiami Kabupaten Bima dan Dompu.

Partai politik pun diminta mencalonkan tokoh yang berbasis kesetaraan. Sehingga masyarakat memilih tokoh secara rasional tanpa adanya embel-embel politik identitas. 

"Jadi tidak ada untuk segmen tertentu, kemudian untuk suku tertentu atau wilayah tertentu," imbuhnya.

Baca Juga: Sandiaga Uno : WSBK Mandalika 2023 Ditargetkan 100 Ribu Penonton 

2. Jangan eksploitasi politik identitas

Ancaman Politik Identitas, KPU NTB Kampanye tentang KesetaraanSekda NTB, Lalu Gita Ariadi (dok. Pemprov NTB)

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi menyatakan, wilayahnya masuk kategori daerah yang mengusung pluralitas. Menurutnya, masyarakat sudah banyak memperoleh pengalaman positif maupun negatif dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. 

"Tinggal sekarang kedewasaan kita masing-masing mencermati tahun politik. Identitas politik penting, tetapi politik identitas yang tidak boleh," kata Gita.

Pemprov NTB terus menyosialisasikan demokrasi yang saling menghormati tanpa ada politik identitas. Karenanya, para tokoh masyarakat dan agama harus berkomitmen dengan tidak eksploitasi politik identitas dalam pemilu 2024 nanti. 

3. Jangan menyingkirkan lawan politik dengan politik identitas

Ancaman Politik Identitas, KPU NTB Kampanye tentang KesetaraanKetua OIAA Indonesia TGB H.M.Zainul Majdi (Foto Istimewa)

Lebih lanjut, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Tuan Guru Bajang (TGB) M Zainul Majdi mengatakan, penggunaan politik identitas tidak boleh terulang. Seperti halnya terjadi pada pilpres 2019 lalu. 

Menurutnya, semua individu lahir dengan sederet identitas pemberian Tuhan. 

“Dapat juga identitas ini lahir karena kerja sosial, atau juga dari pendidikan sampai latar belakang profesi, itu semua identitas,” terang mantan Gubernur NTB dua periode ini.

Tetapi di sisi lain, oknum masyarakat mengeksploitasi identitas guna mengejar kemenangan politik dan lainnya. Seperti halnya eksploitasi identitas agama yang bisa memecah belah rasa kebangsaan di antara masyarakat. 

“Orang berbeda kemudian dituduh munafik, antek-antek kafir, dan bermacam-macam. Politik identitas dalam makna primordial untuk menyingkirkan lawan politik harus kita jauhkan, tidak boleh ada di Indonesia,” kata TGB.

Apalagi Negara Indonesia terdiri atas pelbagai suku, bangsa, agama, dan keturunan. Penggunaan politik idenitas tentunya akan berbahaya bagi negara kesatuan ini. 

Baca Juga: 5.727 Honorer Lulus Seleksi Administrasi Guru PPPK Pemprov NTB 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya