5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tolak Pembahasan RUU Kesehatan

Berpotensi terjadi komersialisasi pendidikan kesehatan

Mataram, IDN Times - Sebanyak lima organisasi profesi medis dan kesehatan di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menolak secara tegas pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw. Lima organisasi profesi medis dan kesehatan menolak penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan.

Lima organisasi profesi medis dan kesehatan yang menolak pembahasan RUU Kesehatan di NTB yaitu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Kelima organisasi profesi kesehatan itu menyatakan ada banyak kondisi kesehatan di NTB yang umumnya dialami oleh wilayah Indonesia Timur yang lebih membutuhkan perhatian segera oleh pemerintah pusat dibandingkan RUU kesehatan.

1. Dukung perbaikan sistem kesehatan terutama pemerataan dokter spesialis

5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tolak Pembahasan RUU KesehatanInstagram

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah NTB, dr Rohadi, SpBS(K) menyatakan selama puluhan tahun koordinasi antara organisasi profesi kesehatan dan pemerintah daerah berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi untuk mengatasi minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi tersebut.

Pihaknya mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU Kesehatan tersebut, terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah. Karena saat ini hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah. Namun sayangnya sektor kesehatan swasta belum dikembangkan sepenuhnya.

"Meski demikian, kewenangan UU profesi tidak bisa dihilangkan, karena hal ini sudah berjalan dengan baik dan tertib. Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” tegas dr. Rohadi saat memberikan keterangan pers di Mataram, Sabtu (5/11/2022).

Baca Juga: Tarik Minat Anak Muda, Kenalkan Wayang Sasak dengan Model Kekinian 

2. Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat

5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tolak Pembahasan RUU KesehatanKetua IDI Wilayah NTB, dr. Rohadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kelima organisasi profesi medis dan kesehatan di NTB tersebut sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Wilayah NTB, drg. Bagio Ariyogo Murdjani menjelaskan alasan UU Profesi tidak boleh dihilangkan dan harus diatur dan dilindungi oleh undang-undang tersendiri. Karena profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, dan bidan menyangkut hak pasien, banyak risiko, berkaitan dengan penerapan teknologi dan menyangkut kepastian hukum, keadilan, dan keselamatan pasien.

UU di bidang kesehatan yang ada saat ini boleh dikatakan sudah berjalan dengan selaras seperti UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan, UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan RUU tentang Kefarmasian. Sebab semua UU tersebut merujuk kepada UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang merupakan rasil revisi dari UU No 23 Tahun 1992, dan semuanya dibuat oleh institusi yang sama, yakni DPR dan Pemerintah.

3. Berpotensi terjadi komersialisasi pendidikan di bidang kesehatan

5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tolak Pembahasan RUU KesehatanIlustrasi mahasiswa kedokteran. (setkab.go.id)

Selain itu, kata Bagio, semua UU tersebut memiliki tujuan yang sama. Yaitu memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi serta tenaga medis lainnya. Kemudian memberikan kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi dan tenaga medis kesehatan lainnya seperti bidan, perawat, dan apoteker, dan terutama perlindungan pelayanan kepada masyarakat.

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi NTB, Muhir, S.Kep, Ners dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi NTB, Ni Wayan Mujuningsih mengatakan bahwa hal-hal lain yang perlu dijadikan perhatian, tenaga kesehatan juga merupakan warga negara yang memiliki hak-hak konstitusi yang sama. Di antara hak-haknya adalah mendapat perlindungan hukum, perlindungan diri, harkat dan martabat, serta berhak memperoleh pekerjaan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.

Biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran. Sehingga berpotensi terjadi komersialisasi pendidikan di bidang kesehatan.

Pajak alat kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan biaya tinggi. Selain itu remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar lebih banyak yang mengabdi.

Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi NTB, Agus Supriyanto menyatakan bahwa organisasi profesi kesehatan tidak pernah memperoleh informasi ataupun diajak terlibat dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan ini. Demikian juga dengan Pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan (Dinkes) tidak mengetahui hal ini. Padahal keberadaan organisasi profesi kesehatan membantu tugas pemerintah dan Dinkes di daerah dalam pemeriksaan latar belakang anggota, penanganan etik, dan lain-lain.

Sejalan dengan pernyataan Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan Nasional yang digaungkan beberapa pekan lalu. Kelima organisasi profesi kesehatan di NTB ini juga menyatakan siap mendukung perbaikan Sistem Kesehatan Nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional. Namun tidak dengan menghilangkan UU Profesi yang sudah ada.

Baca Juga: Gerhana Bulan Total 8 November Dapat Diamati di Seluruh Wilayah NTB 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya