Mata uang Rupiah (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Berdasarkan data, kata Aryadi, PMI prosedural saat ini berjumlah 535.000 orang di 108 negara penempatan. Dimana, 70% persen PMI bekerja di Negara Malaysia, dan kedua adalah negara-negara Timur Tengah. Jumlah remitansi yang diterima oleh Provinsi NTB setiap tahunnya mencapai Rp1,5 triliun.
Dari bulan Januari hingga Mei 2022, jumlah remitansi PMI sebesar Rp500 miliar lebih. Dengan rincian melalui Western Union sebesar Rp271 miliar dan melalui bank milik pemerintah sebesar Rp240 miliar.
Mantan Kepala Diskominfotik NTB ini menambahkan di hilir, permasalahan PMI di negara penempatan timbul karena adanya izin konversi visa. Adanya kebijakan konversi visa yang berlaku di beberapa negara penempatan inilah yang dimanfaatkan oleh calo atau tekong.
Biasanya PMI non prosedural berangkat dengan menggunakan visa kunjungan, visa umroh atau visa suaka. Kemudian setibanya di negara penempatan, dengan adanya kebijakan konversi visa, mereka mendapatkan visa kerja dan izin tinggal, sehingga menjadi legal menurut aturan di negara tersebut.
“PMI yang berangkat dengan jalur non prosedural tidak akan mendapatkan perlindungan yang memadai, karena semuanya diurus oleh mafia TPPO. Bahkan PMI tersebut tidak mengetahui isi perjanjian kerjanya,” ungkap Aryadi.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia sudah menerapkan OCS (One Channel System) untuk mengurangi PMI ilegal. "Kita harap Pemerintah Indonesia dapat membuat sistem yang sama di negara lain yang masih mengizinkan konversi visa dengan harapan kita bisa ikut mengawasi," harapnya.
Ia menyebutkan permasalahan PMI ini terdiri dari 4 kasus. Pertama, PMI ilegal yang direkrut secara ilegal melalui calo. Kedua PMI legal, berangkat secara prosedural, tetapi setelah di negara penempatan melarikan diri dari tanggung jawabanya untuk bekerja sehingga menjadi ilegal.
Ketiga PMI legal berangkat secara produral tetapi memperpanjang kontrak tidak melalui prosedur sehingga menjadi ilegal. Terakhir PMI yang memiliki track record tidak bagus, sudah diblacklist negara penempatan, tetapi mencari banyak cara untuk berangkat secara non prosedural. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan pada proses pra penempatan di hulu yaitu saat rekrutmen dan pengurusan dokumen.
"Saya berharap kepada pihak imigrasi agar lebih selektif untuk menerbitkan paspor, khususnya bagi warga desa yang mengajukan paspor atau visa kunjungan. Karena paspor kunjungan inilah yang seringkali digunakan untuk bekerja secara non prosedural," pungkasnya.