Perguruan Tinggi (PT) memiliki peran yang sangat penting dalam pengarusutamaan gender. Apabila kesetaraan gender dapat diwujudkan di kampus, maka kesempatan perempuan sebagai pembuat keputusan dan menempati posisi strategis di kampus semakin meningkat. Ini juga akan berpengaruh pada upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan tersebut.
Di sisi lain, perempuan juga masih berjuang sendiri. Tidak sedikit dari perempuan yang takut untuk bersuara. Mereka takut terhadap stigma di tengah masyarakat, terutama pada lingkungan yang masih menjunjung tinggi patriarki. Kekerasan seksual juga masih menjadi ancaman mengerikan.
Tahun ini, International Women’s Day (IWD) 2022 mengusung tema kampanye dengan tagar #BreakTheBias. Setiap orang diajak untuk membayangkan dunia yang setara gender. Dunia yang bebas dari stereotip dan diskriminasi. Serta dunia yang beragam, adil dan inklusif. Dunia di mana perbedaan dihargai dan dirayakan dengan hati lapang. Melalui kampanye IWD 2022 ini, perempuan dapat mematahkan bias di tempat kerja bahkan di sekolah, perguruan tinggi atau universitas.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI pada tahun 2020, sebanyak 77% dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Namun, 63% di antaranya tidak melaporkan kejadian itu karena khawatir terhadap stigma negatif.
Selain itu, Komisi Nasional Perempuan menunjukkan terdapat 27% aduan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, berdasarkan laporan yang dirilis pada Oktober 2020. Artinya, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di dunia pendidikan atau di kampus masih cukup marak.
Persoalan kekerasan seksual ini sudah menjadi atensi dari Kemendikbud Ristek RI. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.