Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mendagri Soroti Ekonomi Minus Provinsi NTB, Saatnya Relaksasi Tambang?

WhatsApp Image 2025-07-02 at 13.58.23.jpeg
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (2/7/2025) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Mataram, IDN Times - Dua provinsi di Indonesia yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua Tengah menjadi atensi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Provinsi NTB dan Papua Tengah menjadi perhatian karena pertumbuhan ekonomi keduanya mengalami kontraksi atau minus pada kuartal I 2025.

Tito telah meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk memberikan relaksasi kepada perusahaan tambang tembaga dan emas PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang beroperasi di Sumbawa Barat, NTB. Sehingga dapat melakukan ekspor konsentrat. Hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi NTB yang pada Kuartal I 2025 mengalami kontraksi sebesar 1,47%.

1. Ekonomi NTB minus karena larangan ekspor konsentrat tambang AMNT

Aktivitas pertambangan PT AMNT di Sumbawa Barat. (dok. AMNT)
Aktivitas pertambangan PT AMNT di Sumbawa Barat. (dok. AMNT)

Hal ini disampaikan Mendagri pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (7/7/2025). Dalam rapat tersebut, Mendagri menyampaikan perhatiannya kepada NTB dan Papua yang mengalami kontraksi pada kuartal I 2025. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Tengah mengalami kontraksi sebesar 25,53% dan Provinsi NTB sebesar 1,47%. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Provinsi NTB mengalami pertumbuhan sebesar 4,75%.

“Untuk NTB minus 1,47 persen. Saya sudah datang ke sana diskusi langsung dengan Pak Gubernur, Pak Lalu Muhamad Iqbal. Ketemulah masalahnya, masalahnya adalah tambang yang ada di sana namanya AMMAN yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat, ada kebijakan untuk dibangun smelter sehingga produksinya (konsentrat) tidak boleh diekspor," kata Tito di Jakarta, Senin (7/7/2025).

"Smelternya masih 6 bulan lagi, akibatnya tidak terjadi ekspor dan ini memengaruhi pertumbuhan ekonomi berakibat pada kegiatan (ekonomi) yang relatif menurun dan itu berpengaruh besar, lapangan kerjanya juga besar di situ,” tambahnya.

Tito mengatakan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Komunikasi itu terkait relaksasi izin ekspor konsentrat. “Apa ada kemungkinan relaksasi selagi menunggu smelter selesai, yaitu konsentrat dapat diekspor atau dijual ke tempat lain (smelter lain)," ujarnya.

2. 80 persen pendapatan daerah Sumbawa Barat dari sektor tambang

PT AMNT
PT AMNT

Permintaan serupa juga disampaikan DPRD Kabupaten Sumbawa Barat kepada Menteri ESDM yang disampaikan melalui surat aspirasi kepada Komisi XII DPR RI. Surat itu telah disampaikan pada saat Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, di Komplek Gedung DPR RI, Rabu (2/7/2025).

Dalam surat yang ditandatangani Ketua DPRD Sumbawa Barat, Kaharuddin Umar, dewan meminta Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM untuk memberikan izin relaksasi ekspor kepada AMMAN di tahun 2025, dengan beberapa pertimbangan di antaranya pendapatan daerah Sumbawa Barat 80% bergantung pada sektor tambang.

Disisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) Sumbawa Barat tahun 2026 terancam mengalami kontraksi dengan tidak adanya ekspor konsentrat. Akibat tidak adanya Dana Bagi Hasil dan lemahnya perputaran ekonomi di pengusaha lokal dan UMKM daerah. Di samping itu, 40 persen tenaga kerja lokal akan berpotensi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) jika operasional tambang itu terhambat.

Pada kesempatan terpisah, Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa pihaknya akan meminta Kementerian ESDM memberikan relaksasi ekspor konsentrat untuk jumlah dan waktu tertentu sebagai upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

3. Stabilitas ekonomi NTB harus diutamakan ketimbang mempertahankan peraturan hilirisasi

Aktivitas penambangan di Batu Hijau Sumbawa Barat. (dok. AMNT)
Aktivitas penambangan di Batu Hijau Sumbawa Barat. (dok. AMNT)

Pengamat Pertambangan, Ferdy Hasiman mengatakan menjaga perekonomian suatu daerah merupakan tanggung jawab bersama apalagi Pemerintah Pusat. Bagaimanapun, perlambatan ekonomi suatu daerah akan berdampak pada pertumbuhan nasional karena sifatnya agregat.

“Perlu ada solusi yang ditawarkan pemerintah. Desakan publik untuk menjaga stabilitas ekonomi NTB harus diutamakan ketimbang mempertahankan peraturan hilirisasi yang kaku dan kurang relevan dengan kondisi saat ini. Ini membutuhkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat untuk menyeimbangkan cita-cita hilirisasi dengan realitas lapangan,” tambah Ferdy.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, kontraksi ekonomi di wilayah ini sebagian besar disebabkan oleh sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan hampir 30,14 persen saat ekspor konsentrat dihentikan. Padahal, sektor tersebut menyumbang lebih dari 20 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us