Ilustrasi anak-anak sedang membaca buku. (dok. Istimewa)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, angka buta huruf atau buta aksara di NTB masih cukup tinggi. Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di NTB berada di atas rata-rata nasional. Angka buta huruf di NTB pada 2024 sebesar 9,17 persen, jauh di atas angka buta huruf rata-rata nasional yakni sebesar 3,05 persen.
Angka buta huruf di NTB sebesar 9,17 persen paling banyak perempuan yaitu sebesar 11,69 persen, sedangkan laki-laki sebesar 6,56 persen. Sedangkan secara nasional, perempuan yang buta huruf sebesar 3,97 persen dan laki-laki sebesar 2,13 persen.
Jika dibandingkan dengan dua provinsi tetangga yaitu Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT), angka buta huruf di NTB juga masih jauh lebih tinggi. Angka buta huruf di Bali sebesar 3,89 persen terdiri dari laki-laki 1,98 persen dan perempuan sebesar 5,8 persen. Sedangkan angka buta huruf di NTT sebesar 4,35 persen, terdiri dari laki-laki 3,82 persen dan perempuan 4,86 persen.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB Abdul Aziz mengatakan pengentasan buta huruf menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Karena jenjang pendidikan SD dan SMP berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan Pemprov NTB punya kewenangan untuk jenjang pendidikan SMA/SMK sederajat dan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Untuk pengentasan buta aksara yang cukup tinggi di NTB, pada 2008-2013, Pemprov NTB pernah membuat program menekan angka buta aksara menjadi nol atau Absano. Tahun 2009 dilakukan pendataan warga buta aksara, tercatat sebanyak 417.000 warga NTB yang termasuk penyandang buta aksara. Angka ini cukup besar, karena mencapai sekitar 10 persen dari penduduk NTB yang berjumlah 4,2 juta jiwa pada waktu itu.
Program Absano dilaksanakan melalui program Pemberantasan Buta Aksara (PBA) dan Keaksaraan Fungsional, dengan mengarahkan dana sebesar Rp10 juta untuk masing-masing desa se NTB. Selain mengangkat tutor dari masing-masing desa program, juga dikerahkan mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk melakukan Keaksaraan Fungsional.
Hasilnya, dari 417.000 warga itu, sebanyak 108.000 orang telah dididik selama 32 hari sampai bulan November 2009 dan sebanyak 96.000 orang di antaranya dinyatakan lulus. Namun, saat ini program tersebut tidak lagi berlanjut.