Ketua Majelis Adat Sasak Lalu Sajim Sastrawan. (dok. Istimewa)
Sajim menyatakan tradisi maleman masih tetap dipertahankan masyarakat Lombok hingga saat ini. Tradisi maleman sebenarnya juga ada di Pulau Jawa. Tetapi tradisi maleman di Pulau Jawa hanya dilakukan oleh kalangan tertentu seperti keraton. Sedangkan tradisi maleman di Pulau Lombok, dilakukan oleh seluruh masyarakat di masing-masing rumahnya.
"Karena ini bentuk filosofi yang memberikan peringatan kepada kita. Bahwa Alquran adalah penerang, dijadikan pedoman, panduan dalam kehidupan kita. Siapa yang berpegang pada Alquran dan hadist, insyaallah hidupnya akan selamat. Itulah penerangan dalam bentuk maleman membakar dile jojor," terangnya.
Salah seorang warga Bonjeruk, Lombok Tengah, Anjani mengatakan tradisi maleman tetap dipertahankan masyarakat setempat. Tradisi maleman ini digelar masyarakat pada malam ganjil 10 hari terakhir bulan Ramadan, yaitu tanggal 21, 23,25,27 dan 29.
"Habis salat magrib dile jojor ditanam di sudut rumah dan anak-anak keliling kampung membawa dile jojor. Kalau di Lombok Tengah, ada kepercayaan setiap bulan Ramadan ada Nuzulul Quran, roh orang meninggal dunia akan pulang ke rumah. Sehingga dile jojor jadi penerang," tutur Anjani.
Sebelum tradisi maleman, masyarakat setempat menggelar buka puasa bersama di masjid dan musala. Kemudian mereka buka puasa bersama di masjid dan musala.