Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Terdakwa IWAS alias Agus saat tiba di PN Mataram. (IDN Times/Istimewa)
Terdakwa IWAS alias Agus saat tiba di PN Mataram. (IDN Times/Istimewa)

Mataram, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram menolak permohonan terdakwa Agus difabel yang meminta pengalihan status tahanan rutan menjadi tahanan rumah. Majelis Hakim yang menangani perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa IWAS alias Agus tetap menahan yang bersangkutan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat.

"Mengenai permohonan terkait pengalihan penahanan, majelis hakim masih menahan saudara IWAS dengan pertimbangan salah satunya kelancaran sidang. Jadi yang bersangkutan masih ditahan. Informasi yang didapatkan majelis hakim bahwa fasilitas di rutan sudah cukup bagi yang bersangkutan," kata Juru Bicara PN Mataram Lalu Muhammad Sandi Ramaya, Kamis (23/1/2025).

1. Terdakwa mendapatkan fasilitas yang layak di rutan

Ilustrasi penangkapan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sandi mengungkapkan berdasarkan informasi dari pendamping disabilitas dari Dinas Sosial, terdakwa Agus telah mendapatkan fasilitas yang layak sebagai penyandang disabilitas di rutan.

Terkait alasan terdakwa yang mengajukan permohonan pengalihan status tahanan rutan ke tahanan rumah, karena merasa tidak nyaman di dalam rutan merupakan alasan yang subjektif. Dia menjelaskan permohonan ini merupakan hak dari terdakwa Agus. Namun sampai hari ini, majelis hakim belum menetapkan status pengalihan tahanan terdakwa Agus.

"Jadi sampai pada hari ini, majelis hakim belum mengeluarkan penetapan," jelas Sandi.

2. Korban masih trauma

Terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi, Agus saat menjalani sidang di PN Mataram, Kamis (23/1/2025). (IDN Times/Istimewa)

Sandi juga menjelaskan penyebab beberapa kali sidang diskors. Dia mengatakan untuk pemeriksaan satu saksi membutuhkan waktu sampai dua jam. Sehingga, wajar dilakukan diskors karena persidangannya cukup panjang.

Sidang juga sempat diskors karena kondisi korban. Dia mengungkapkan kondisi korban sendiri masih trauma berdasarkan hasil pemeriksaan ahli psikologi.

"Jadi memang pemeriksaan yang bersangkutan ini dalam kondisi trauma kepada yang bersangkutan IWAS. Atas dasar hal tersebut majelis hakim memeriksa yang bersangkutan tanpa hadirnya IWAS," terangnya.

Dalam proses persidangan, korban didampingi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pada persidangan kedua ini, jaksa penuntut umum menghadirkan tiga orang saksi korban.

"Ketika saksi menyampaikan keterangannya terdakwa akan ditanya oleh majelis hakim. Bagaimana tanggapannya atas keterangan saksi. Dan hak terdakwa menanggapi keterangan saksi tersebut. Ketika Agus membantah itu hak terdakwa," jelas Sandi.

3. Saksi diperiksa terpisah dengan terdakwa

Terdakwa Agus saat tiba di PN Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Pada persidangan hari ini, saksi merasa tertekan. Sehingga hakim memeriksa korban terpisah dari terdakwa. Saksi korban diperiksa di ruang sidang, sementara terdakwa Agus ada di ruangan lainnya. Namun terdakwa Agus tetap didampingi penasihat hukum dan penuntut umum.

"Jadi hak-hak terdakwa tetap diberikan. Tiga orang saksi telah memberikan keterangan di hadapan majelis hakim dengan keterangan yang pada pokoknya disampaikan dan sudah dicatat dalam berita acara. Kemudian untuk persidangan selanjutnya pada Kamis, 30 Januari 2025 dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi," tandas Sandi.

Editorial Team