Ilustrasi Pasir Waktu (freepik.com)
Herianto menambahkan somasi yang dilayangkan sebagai bentuk kekecewaan BEM Unram kepada Ketua DPRD NTB sekaligus Ketua IKA Unram Baiq Isvie Rupaeda yang ingin memenjarakan massa aksi termasuk 6 mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, hal ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap demokrasi. Dimana, sebagian besar tersangka adalah mahasiswa Unram.
"Sepatutnya permasalahan di tanggal 23 Agustus 2024 dapat diselesaikan secara damai selayaknya antara Ibu dan Anak, tidak harus ada yang berakhir di jeruji besi sebagaimana saran dari beberapa Dosen dan Guru Besar Universitas Mataram," katanya.
BEM Unram memberikan waktu 3x24 jam kepada Ketua dan Sekretaris Dewan DPRD NTB sejak somasi diterimauntuk melakukan klarifikasi secara terbuka kepada publik terkait di dua pernyataannya. Ketua DPRD NTB diminta tidak terus menyebarkan hoaks dan mencabut laporan pidana yang sedang berproses di Polda NTB yang telah menetapkan 6 mahasiswa sebagai tersangka.
Pada Senin (11/11/2924), sejumlah Anggota DPRD NTB mempersoalkan pelaporan 6 mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan gerbang DPRD NTB saat aksi demonstrasi Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 23 Agustus lalu.
Anggota DPRD NTB Suhaimi mempertanyakan prosedur yang diambil pimpinan DPRD NTB dalam kasus pelaporan enam mahasiswa yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda NTB.
Jika pelaporan terhadap mahasiswa merupakan sikap resmi lembaga DPRD NTB, maka harus melalui prosedur yang benar. Hal senada dikatakan Anggota DPRD NTB Fikri. Jika itu keputusan lembaga DPRD NTB, maka harus diputuskan lewat persetujuan seluruh fraksi-fraksi di DPRD NTB.
Menyikapi polemik pelaporan enam mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perusakan gerbang DPRD NTB, menurut Fikri, semua pimpinan fraksi harus dihadirkan. Ketua DPRD NTB perlu menjelaskan alasan pelaporan terhadap mahasiswa ke Polda NTB.
"Kalau dikatakan nanti ada faktor X dan sebagainya, kami tidak mentolerir apapun yang dilakukan oleh mahasiswa yang berkaitan dengan etika. Tetapi kalau berkaitan dengan perusakan gedung dan sebagainya, gampang itu. Tetapi kalau berkaitan dengan etika, kami tak menoleransi. Atau jelaskan apa faktor X itu kepada fraksi-fraksi," kata Fikri
Sementara, Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mengatakan bukan pimpinan dewan yang melaporkan kasus perusakan gerbang DPRD NTB ke aparat kepolisian. Tetapi kasus itu dilaporkan oleh Sekretaris DPRD NTB.
Penetapan enam mahasiswa menjadi tersangka perusakan gerbang DPRD NTB dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas daerah. Sehingga dirinya sebagai Ketua DPRD NTB menyampaikan ke Forkopimda. Salah satu yang menjadi kekhawatiran mahasiswa yang ditetapkan tersangka akan putus kuliah.
"Kita hormati proses ini, dan saya selaku Ketua DPRD mengawal agar hal-hal yang mengkhawatirkan kita semua tidak akan terjadi. Dan itu saya sampaikan kemarin di dalam pertemuan dengan Forkopimda," kata Isvie.
Keenam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing-masing 5 orang mahasiswa Universitas Mataram dan satu orang mahasiswa Institut Studi Islam Sunan Doe Lombok Timur.
Pemberitahuan penetapan 6 mahasiswa sebagai tersangka kasus perusakan gerbang DPRD NTB berdasarkan surat nomor B/157.a/X/Res.1.10/2024/Ditreskrimum tanggal 15 Oktober 2024. Adapun enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Hazrul Falah, Muh. Alfarid, Mavi Adiek, Rifqi Rahman, Kharisman Samsul dan Deny Ikhwan.