Ilustrasi sertifikat tanah. (IDN Times/Istimewa)
Tersangka CW menyanggupi syarat tersebut dengan mengalihkan nama sertifikat seluruh bidang tanah yang dimaksud menjadi atas nama korban. Dengan syarat korban membayar 70 persen dari seluruh nilai jual lahan tanah tersebut.
Tetapi jika, dalam perjanjiannya, tersangka tidak mengalihkan nama sertifikat kepada nama korban selambat-lambatnya 10 Desember 2019. Maka uang jaminan yang diserahkan oleh korban kepada tersangka CW harus dikembalikan utuh.
Akan tetapi, jelas Artanto, setelah uang jaminan sebesar Rp11, 889 miliar lebih atau 70 persen dari nilai jual tanah diserahkan korban melalui transfer rekening kepada tersangka CW pada 25 November 2019. Sejak 27 November 2019 hingga 20 Maret 2020 telah habis ditarik tunai ataupun transfer ke beberapa rekening oleh tersangka CW.
"Uang tersebut oleh tersangka CW habis untuk bayar hutang, beli tanah, transfer ke rekening tersangka LB dan LB menarik tunai dan mentransfer kembali ke rekening lain. Sehingga uang senilai 70 persen tersebut tidak disimpan sebagai jaminan oleh tersangka melainkan digunakan untuk keperluan tersangka,"jelas Artanto.
Ternyata hanya seluas 269,50 are saja luas tanah yang bisa dialihkan nama pemilik dalam sertifikatnya menjadi nama korban selebihnya tidak ada. Karena 27 bidang lainnya yang semula dikatakan milik tersangka LB, ternyata milik para warga desa setempat.