Mataram, IDN Times - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan pedofil menimbulkan trauma berat terhadap korban. Pedofil ini lebih banyak berasal dari orang terdekat korban. Salah satu ayah korban kekerasan seksual asal Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) inisial J mengatakan, sejak kasus pemerkosaan terhadap anaknya terungkap, anaknya mengalami trauma berat. Bahkan tidak berani dan merasa malu masuk sekolah berbulan--bulan.
J terus membujuk putrinya untuk masuk sekolah, agar putrinya tidak tertinggal pelajaran. Sebab pendidikan itu demi masa depan putri kesayangannya itu. Sampai di sekolah, cibiran dan perundungan juga dialami oleh putrinya. Hal ini menambah daftar penyebab trauma yang dialami oleh korban.
"Kejadian itu (perundungan), anak saya lalu lapor ke kami setelah pulang sekolah sambil menangis," kata J saat ditemui di kediamanya, Senin malam (21/11/2022).
Kasus kekerasan seksual pada anak terbaru juga datang dari Kota Mataram. Seorang pria mencabuli dua anak tetangganya. Hal itu dilakukan karena pelaku kecanduan film porno. Begitu pula yang dilakukan oleh oknum guru ngaji dan guru agama di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara terhadap anak-anak SD.
Seolah tak ada efek jera, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sampai bulan Oktober 2022, Kepolisian Daerah (Polda) NTB bersama polres masing-masing daerah di NTB menangani sebanyak 249 kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Jumlah kasus ini menambah daftar jumlah kasus yang melibatkan para pedofilia di NTB.
Kasus kekerasan seksual terjadi peningkatan dibandingkan selama tahun 2021, sebanyak 228 kasus. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menyatakan NTB darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Aktivis perempuan di NTB mendorong hakim dalam memutus perkara kejahatan seksual pada perempuan dan anak berpihak kepada korban, supaya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku maksimal dan memberikan efek jera.