Krisis Air Bersih, Pengungsi Gunung Lewotobi Keluhkan Pasokan

Mataram, IDN Times - Para pengungsi erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Desa Bokang, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengeluhkan keterbatasan pasokan air bersih. Setiap pengungsi hanya menerima satu gelas air mineral saat makan, jauh dari kebutuhan harian mereka.
Hal tersebut diungkapkan oleh relawan asal Surabaya, Sherly N. Kesuma, yang sudah sepekan bertugas di lokasi pengungsian.
“Pengungsi awalnya tidak berani menyampaikan keluhan ke Posko Induk Bokang. Namun setelah erupsi ketujuh, cuaca semakin panas dan mereka baru mengungkapkan tidak ada air bersih,” kata Sherly saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (15/1/2024).
1. Kondisi memprihatinkan pengungsi

Menurut Sherly, para pengungsi harus bertahan dengan satu gelas air mineral setiap kali makan. Jika tidak makan, mereka bahkan tidak mendapatkan air minum. Beberapa pengungsi terpaksa meminum air dari tandon karena kehausan.
“Setiap kali makan, hanya dapat satu gelas air. Kalau makan tiga kali sehari, ya cuma tiga gelas. Itu jelas tidak cukup,” ujar Sherly.
Ia juga menjelaskan bahwa kekurangan air bersih dialami oleh sekitar 200 pengungsi yang tinggal di empat tenda besar di lapangan pengungsian. Sementara itu, pengungsi yang berada di lokasi lebih nyaman, seperti sekolah dan gereja, tidak menghadapi masalah serupa.
2. Inisiatif relawan dan kebutuhan mendesak

Untuk mengatasi krisis air minum sementara, Sherly membeli 40 dus air mineral menggunakan dana pribadi. Namun, pasokan ini diperkirakan hanya cukup untuk satu hingga dua hari. Ia berharap lebih banyak donatur datang membawa bantuan air minum dan kebutuhan lainnya.
Selain air minum, pengungsi juga kesulitan mendapatkan air bersih untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK). Pasokan air bersih yang disuplai oleh Dinas PUPR dan Palang Merah Indonesia (PMI) terbatas karena hanya ada satu tandon besar di lokasi pengungsian.
“Dalam sehari bisa tiga kali suplai air bersih, tapi tetap tidak cukup karena hanya ada satu tandon besar untuk empat tenda BNPB,” ujar Sherly.
Sherly juga menyoroti kondisi pengungsi yang tinggal di tenda-tenda darurat. Cuaca panas dan hujan sesekali membuat para lansia dan anak-anak di tenda merasa tidak nyaman. Beberapa tenda bahkan bocor dan harus diperbaiki menggunakan bahan seadanya.
3. Pengungsian mandiri di Desa Pululera

Selain di Posko Bokang, terdapat kelompok pengungsi mandiri di Desa Pululera. Mereka tinggal di 44 barak pengungsian, dengan setiap tenda dihuni oleh hingga 13 kepala keluarga (KK). Kondisi ini mendorong rencana pembangunan barak baru untuk mengurangi kepadatan.
Namun, akses menuju lokasi pengungsian mandiri di Desa Pululera cukup sulit karena berada di zona merah dekat Pos Pantau Gunung Lewotobi. Warga di sana juga menolak dipindahkan ke tempat pengungsian yang lebih aman karena enggan meninggalkan kebun mereka.
“Mereka lebih memilih tinggal di kebun-kebun di atas gunung daripada kembali ke lokasi pengungsian,” ungkap Sherly.
4. Bantuan yang dibutuhkan

Kebutuhan mendesak para pengungsi saat ini meliputi terpal, air bersih, air mineral, dan bahan makanan seperti beras, telur, sarden, serta ikan asin. Sherly menyarankan donatur menghindari memberikan mi instan karena sulit diolah di lokasi pengungsian.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Selasa (12/11/2024), erupsi Gunung Lewotobi telah menyebabkan 13.116 jiwa mengungsi di delapan titik lokasi. Berikut rincian pengungsi terdampak di Kabupaten Flores Timur:
- Kecamatan Titehena: 1.845 KK / 6.826 jiwa
- Kecamatan Wulanggitang: 473 KK / 1.500 jiwa
- Kecamatan Ilebuira: 126 jiwa
- Kecamatan Demon Pagong: 57 KK / 309 jiwa
- Kecamatan Larantuka: 76 KK / 716 jiwa
- Kecamatan Ile Mandiri & Lewolema: 36 KK / 177 jiwa
- Pulau Adonara: 11 KK / 41 jiwa
- Kabupaten Sikka: 881 KK / 3.421 jiwa
Para pengungsi berharap bantuan segera datang untuk meringankan kondisi mereka, terutama di tengah cuaca ekstrem yang semakin memperburuk situasi di pengungsian.