Situasi rekonstruksi di homestay di Kota Mataram, Rabu (11/12/2024). (IDN Times/Muhammad Nasir)
Tiga lembaga negara yang memiliki mandat terkait perempuan, anak, dan penyandang disabilitas, yaitu Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND), merespons kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan pria disabilitas tanpa tangan inisial IWAS alias Agus.
Kasus ini menjadi perhatian luas, terutama karena terjadi di tengah pelaksanaan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Merespons kasus ini, tiga lembaga negara menyampaikan pandangan bersama untuk mendukung penanganan kasus secara komprehensif, adil, dan berbasis hak asasi manusia.
Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyatakan bahwa kasus ini menunjukkan pola dan modus kekerasan seksual semakin beragam. Hal ini menuntut masyarakat untuk lebih waspada dan terus meningkatkan pemahaman terkait pola-pola kekerasan seksual yang sering kali sulit dikenali.
Sekaligus kasus Agus menjadi momentum mengapresiasi adanya Pedoman Kejaksaan No.2 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak dan Penanganan Perkara yang Aksesibel dan Inklusi bagi Penyandang Disabilitas dalam proses Peradilan.
“Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya edukasi publik tentang modus kekerasan seksual yang semakin kompleks. Pengetahuan ini penting agar masyarakat dapat mengenali tanda-tanda kekerasan seksual, mencegah terjadinya kekerasan, serta memberikan dukungan yang tepat kepada korban,” ujar Veryanto.
Komnas Perempuan juga menggarisbawahi pentingnya peran masyarakat dalam mendorong lingkungan yang aman dan mendukung bagi perempuan dan anak. Sekaligus meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual secara profesional dan sensitif.
Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menjelaskan bahwa Komnas Perempuan telah menerima pengaduan dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB, yang bertindak sebagai kuasa hukum dan pendamping korban. Koalisi ini terdiri dari empat lembaga yang aktif mendampingi para korban dalam kasus ini.
“Komnas Perempuan terus memantau dan mendalami kasus ini untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Kami juga mendorong agar hak-hak korban, khususnya hak atas pemulihan fisik dan psikologis dapat terpenuhi,” jelas Bahrul Fuad.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual tidak hanya sebatas pada proses hukum terhadap pelaku. Tetapi juga memastikan bahwa korban mendapatkan dukungan pemulihan yang memadai, termasuk layanan psikologis, medis, dan hukum.