Tangkapan layar joki cilik saat tergelantung di leher kuda (Dok/Istimewa)
Yan menyebut sampai hari ini, ada tiga joki anak yang tewas saat menunggang kuda pacuan di Bima. Mereka adalah MSP (9) tewas pada 19 Oktober 2019 asal Kota Bima. Kemudian MA (6) tewas pada 9 Maret 2022 asal Kabupaten Bima dan AB (12) tewas pada 13 Agustus 2023 asal Kota Bima.
"Belum ada satu pihak pun yang mau bertanggung jawab, termasuk Pordasi," kata Yan.
Yan menambahkan penyelenggaraan event lomba pacuan kuda tidak boleh pada saat anak sedang hari aktif sekolah terutama pada waktu ujian. Panitia harus memastikan anak selama mengikuti event tetap menjalani proses belajar mengajar, memastikan anak tinggal di tempat yang layak dan mendapatkan layanan dari petugas medis seperti dokter dan psikolog.
Dikatakan, Pordasi belum pernah secara serius mencari dan mengembangkan bibit joki anak untuk dilatih menjadi atlet profesional. Apalagi sampai hari ini belum pernah Pordasi mengumumkan nama-nama dan alamat joki anak ke publik. Selain itu, belum terbukanya akses pengawasan baik dari koalisi atau lembaga lain selama penyelenggaraan event.
Hal lain yang dipertimbangkan Kapolres Bima Kota sehingga belum menerbitkan izin lomba pacuan kuda di Kota Bima adalah adanya tausiah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima Nomor: 49/MUI-KBM/VIII/2023, tanggal 24 Agustus 2023, tentang Penyelenggaraan Lomba Kuda Pacuan. Kemudian Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima Nomor: 50/MUI-KBM/VIII/2023, tanggal 24 Agustus 2023 tentang Eksploitasi Anak. Sepatutnya, tausiah dan fatwa ini dipatuhi oleh umat muslim.
"Harapan kami koalisi, agar Pordasi atau pihak manapun tidak memaksanakan pelaksanaan event pacuan kuda tradisional yang masih melibatkan Joki Anak sebelum adanya kesepakatan bersama atau regulasi yang jelas yang menjamin keselamatan dan hak anak," pintanya.