Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250714_075404.jpg
Apel perdana Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Intinya sih...

  • Ambrosius Kodo meminta kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi pendidikan di NTT dan mengurangi ATS, dengan fokus pada anak-anak yang terkendala ekonomi.

  • Pemerintah akan memberikan beasiswa khusus bagi anak miskin yang berprestasi tingkat SMA sederajat di NTT, dengan target 1.319 ribu anak.

  • Faktor utama ATS meliputi keterbatasan ekonomi, hambatan geografis, kondisi sosial dan budaya.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kupang, IDN Times - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ambrosius Kodo, menyatakan 145 ribu anak di NTT tidak bersekolah. Kemiskinan atau faktor ekonomi jadi salah penyebab sehingga banyak dari mereka yang terpaksa bekerja atau jadi buruh di usai dini.

Ambros menyampaikan Peraturan Gubernur NTT Tentang Percepatan Pencegahan dan Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi NTT sebelumnya telah diterbitkan. Kebijakan ini demi mendorong partisipasi pendidikan kembali dan mengurangi ATS.

1. Ingin kolaborasi

Kepala Dinas Pendidikan Kota Kupang, Ambrosius Kodo. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Ambros meminta semua pihak membantu mereka melalui kolaborasi bersama meningkatkan partisipasi dan kualitas pendidikan di NTT. Alasannya, sektor pendidikan mempunyai banyak permasalahan yang terkait dengan sektor ekonomi atau kemiskinan, sehingga perlu keterlibatan bersama.

"Karena 145 ribu lebih anak kita di NTT ini belum menikmati hak atau mengakses pendidikan. Kita bicara Indonesia Emas tapi masih banyak di sini yang belum bersekolah. Sementara yang sudah bersekolah pun masih bergumul dengan kekurangan sarana prasarana dan masalah lain-lain," kata Ambros, Jumat (25/7/2025).

Pada 2024 pun mereka telah mencetuskan Gerakan Kembali ke sekolah dengan dukungan dari UNICEF. Gerakan ini diinisiasi pada Hari pendidikan Nasional 2024. Ada pula Gerakan NTT Membaca dan Menulis di tahun yang sama, namun ia dorongan untuk mengentaskan ATS perlu lebih masif lagi.

2. Siapkan beasiswa

Apel perdana di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang. (IDN Times/ Putra Bali Mula)

ATS tertinggi di NTT ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan 22.459 anak, diikuti Sumba Barat Daya dengan 13.900 anak, dan Kabupaten Kupang dengan 11.628 anak. Ia menyebut data ini dari Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP).

Untuk itu pihaknya ke depan akan menyiapkan beasiswa khusus bagi anak-anak kurang mampu. Namun sasarannya hanya 1.319 ribu anak dari keluarga miskin yang berprestasi tingkat SMA sederajat.

"Kita siapkan juknisnya dan sudah kita minta dari sekolah-sekolah, lebih cepat lebih baik untuk dalam tahun ajaran berikutnya," jawabnya saat diwawancarai.

3. Kesenjangan cukup besar

Yaswardi selaku Widyaprada Ahli Utama Kemendikdasmen RI. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Yaswardi selaku Widyaprada Ahli Utama Kemendikdasmen RI juga mempaparkan data tersebut dalam workshop pendidikan di Kupang. Ia saat itu mewakili Direktur Pendidikan Sekolah Menengah Atas.

Angka ATS terutama pada jenjang pendidikan menengah atas, papar Yaswardi, mencapai 2,4 juta anak dari total 3 juta ATS di semua jenjang pendidikan di Indonesia.

"Ini sebesar 70 persen dari total populasi ATS pada 2024 berdasarkan data BPS," saat membuka kegiatan itu di Hotel Aston Kupang.

Penyebab utamanya ATS ialah keterbatasan ekonomi, hambatan geografis, kondisi sosial dan budaya, serta anak-anak yang terpaksa bekerja demi membantu perekonomian keluarga.

Untuk Provinsi NTT per 2024, angka partisipasi kasar (APK) di tingkat SMA atau sederajat sebesar 100,51 persen. Memang relatif tinggi, kata dia, namun tak seimbang dengan angka partisipasi murni (APM) yang masih 70 persen.

"Artinya ada disparitas atau kesenjangan cukup besar antara anak yang mengakses pendidikan dan yang benar-benar dalam usia sekolah yang sesuai," tukasnya.

Ia pun menyayangkan angka anak tidak sekolah di NTT yang terbilang signifikan karena dari rata-rata lama sekolah saja hanya sekitar 8,2 tahun.

"Berarti rata-rata di kelas 2 SMP yang mencerminkan tingginya potensi anak untuk masuk kategori rentan putus sekolah," tukasnya lagi.

Editorial Team