Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250821-WA0053.jpg
Pelimpahan berkas perkara kasus Walid Lombok ke Kejari Mataram, Kamis (21/8/2025). (dok. Istimewa)

Mataram, IDN Times - Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram melimpahkan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati oleh oknum Ketua Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) di wilayah Gunungsari Lombok Barat inisial AF ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram. Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Ketua Yayasan Ponpes itu dikenal dengan kasus Walid Lombok sempat menghebohkan publik.

Tersangka dan barang bukti diserahkan penyidik Unit PPA Satreskrim Polresta Mataram pada Kamis (21/8/2025). Pelimpahan tahap dua ini dipimpin langsung Kepala Unit PPA Satreskrim Polresta Mataram Iptu Eko Ari Prastya.

“Jaksa penuntut umum menerima langsung pelimpahan tersangka AF dan barang bukti tersebut,” kata Eko di Mataram, Kamis (21/8/2025).

1. Kasus Walid Lombok dijadikan dua berkas perkara

ilustrasi pelecehan (IDN Times/Aditya Pratama)

Eko menjelaskan kasus Walid Lombok ini dijadikan dua berkas perkara. Yaitu perkara dugaan persetubuhan dan perkara pencabulan terhadap santriwati.

Saat ini, baru perkara dugaan persetubuhan yang sudah dilimpahkan tahap dua ke Kejari Mataram. “Yang sudah tahap dua ini adalah dugaan persetubuhannya. Untuk dugaan pencabulan segera menyusul,” jelas Eko.

2. Tersangka ditahan di Lapas Lombok Barat

Ilustrasi penjara (IDN Times/Istimewa)

Kasus Walid Lombok bergulir sejak April 2025. Penyidik Unit PPA Satreskrim Polresta Mataram menetapkan AF sebagai tersangka setelah mengantongi hasil visum, keterangan saksi, korban, dan ahli. Tersangka AF ditahan di Rutan Polresta Mataram sejak 23 April 2025.

Kasi Intelijen Kejari Mataram Harun Al Rasyid mengatakan bahwa jaksa telah menerima berkas perkara kasus Walid Lombok. Setelah itu, tersangka AF ditahan jaksa di Lapas Kelas IIA Lombok Barat. "Tersangka kami tahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat selama 20 hari ke depan,” katanya.

Dalam kasus "Walid Lombok" ini, ada lima santriwati yang menjadi korban dugaan persetubuhan. Kemudian lima korban lainnya korban dugaan pencabulan. Tersangka AF dijerat Pasal 81 ayat (1), (3), dan (5) jo. Pasal 76D, serta Pasal 82 ayat (1), (2), dan (4) jo. Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, yang merujuk pada UU RI Nomor 35 Tahun 2014 jo. UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

3. Modus janjikan korban melahirkan anak menjadi wali

Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sebelumnya, Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, mengungkapkan, pelaku menggunakan modus menjanjikan ‘keberkahan’ agar korban bisa melahirkan anak yang disebut akan menjadi wali. Joko mengatakan keberanian para korban untuk bicara berawal setelah menonton serial drama asal Malaysia berjudul "Bidaah".

"Para korban, yang sebagian merupakan alumni, merasa pengalaman mereka mirip dengan cerita di film itu. Dari sanalah mereka akhirnya berani speak up," tutur Joko.

Setelah kasus ini bergulir, pimpinan Ponpes langsung memberhentikan AF dari jabatannya sebagai Ketua Yayasan begitu menerima laporan dari para santriwati. Sebagian besar korban masih di bawah umur ketika peristiwa itu terjadi.

Editorial Team