Kantor Kejati NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Abdul Rahim mengatakan dana siluman yang diberikan kepada sejumlah anggota dewan yang baru kemungkinan fee proyek yang berasal dari calon kontraktor yang akan mengerjakan program senilai Rp2 miliar. Dia sendiri mengaku tidak menerima uang siluman tersebut tetapi pernah ditawari.
"Kalau kita lihat dari proses ini munculnya uang siluman itu dari BNBA. Ndak mungkin ditawarkan ke teman-teman DPRD. Ndak mungkin lah kalau logika, ndak ada hujan ndak ada angin, tiba-tiba dapat duit. Saya memperkirakan seperti itu. Intinya ini, saya pernah ditawari," ungkap Abdul Rahim.
Penyidik Pidsus Kejati NTB menaikkan kasus dugaan korupsi dana Pokir DPRD NTB tahun 2025 ke tahap penyidikan. Penyidik telah menyita uang siluman sebesar Rp1,8 miliar terkait kasus tersebut.
Kajati NTB Wahyudi mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi dana siluman Pokir DPRD NTB naik ke tahap penyidikan. Dengan naik ke tahap penyidikan, penyidik pidana khusus Kejati NTB akan membuat kasus tersebut semakin terang terkait tindak pidana yang terjadi.
"Penyidik kemarin sudah menyimpulkan bahwa ada perbuatan melawan hukum di situ. Tentunya penyidik punya kewajiban untuk membuktikan menjadi terang tindak pidana, perbuatan melawan hukum yang terjadi dan menemukan siapa tersangkanya," kata Wahyudi.
Wahyudi menjelaskan uang yang dikembalikan sejumlah anggota DPRD NTB terkait kasus dugaan korupsi dana Pokir menjadi barang bukti. Dia menyebut jumlah uang yang dikembalikan sejumlah anggota DPRD NTB sebesar Rp1,85 miliar.
Kejati NTB mengusut dugaan korupsi dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB tahun 2025 berdasarkan surat perintah penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat nomor: PRINT-09/N.2/Fd. 1/07/2025 tanggal 10 Juli 2025. Penyidik Pidsus Kejati NTB telah memeriksa sejumlah saksi pada saat tahap penyelidikan.