Kepala Dinas Dikbud NTB Aidy Furqan. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB Aidy Furqan mengakui, ada calon peserta didik yang tidak tercover di jalur zonasi di Kota Mataram. Dia mengatakan calon peserta didik tak bisa diterima di sekolah yang diinginkan karena kalah analisa jarak rumah dengan sekolah.
Aidy mengaku pihaknya telah memberikan kesempatan kepada masyarakat menyampaikan pengaduan. Awal pekan ini, dia menerima sejumlah orang tua yang anaknya tidak diterima di SMAN 2 Mataram.
"Kami laporkan ke Pak Gubernur solusi anak-anak yang belum diterima. Sembari konsultasi, kami koordinasi dengan kementerian karena mereka yang berwenang membuka dapodik. Kira-kira kita akomodir masyarakat, kebijakan apa kita lakukan. Opsi-opsi sebelumnya apakah penambahan ruang kelas atau menggeser ke sekolah yang berdekatan, atau zona beririsan," kata Aidy.
Dinas Dikbud NTB berencana akan melakukan distribusi peserta didik yang tidak lolos jalur zonasi ke sekolah yang masih sedikit siswanya seperti SMAN 10 Mataram dan SMAN 11 Mataram. Aidy juga merespons soal adanya siswa titipan yang menyebabkan peserta didik di jalur zonasi terpental.
"Istilah titipan itu lagi tren. Tapi sebenarnya di antara mereka yang menitip, anak-anak juga mendaftarkan diri. Mungkin yang tepat adalah kekhawatiran saja sehingga mereka memerlukan pengawalan. Bukan itu faktornya, kami sudah membangun sistemnya lebih bagus lagi," kilahnya.
Aidy menjelaskan berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pihaknya memprioritaskan anak kandung baru cucu untuk jalur zonasi. Kemudian pihaknya juga menyandingkan dengan asal sekolah.
"Misalnya Mataram, asal sekolahnya Mataram. Jangan daftarnya di Mataram untuk jalur zonasi tapi sekolah sebelumnya di Sekotong Lombok Barat atau Taliwang Sumbawa Barat," jelasnya.
Aidy menambahkan kebanyakan calon peserta didik lebih senang masuk sekolah favorit, misalnya SMAN 2 Mataram. Padahal, sekarang tidak ada istilah sekolah favorit dan tidak favorit. Karena sudah dilakukan penggeseran guru supaya kualitas sekolah sama.
"Cuma image bahwa sekolah A, B, C bagus dan itu pandangan dari generasi ke generasi. Kita sudah geser guru, dan berikan pendampingan. Namanya image seperti itu ditambah pula hasil seleksi perguruan tinggi. Akhirnya dia tidak berpikir dia tinggal dimana. Yang diperlukan sekolah-sekolah yang bisa membawa dia bisa lebih berprestasi," tuturnya.