Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251126_130926_907.jpg
Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU) Najmul Akhyar. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Krisis air bersih di destinasi wisata dunia Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat hampir sudah dua tahun. Gili Meno merupakan bagian dari gugusan tiga pulau kecil di Lombok Utara yang menjadi tujuan wisatawan mancanegara dan domestik.

Sejak pertengahan 2024, pasokan air dari PT Gerbang NTB Emas (GNE) dan PT BAL terhenti, memaksa warga membeli air galon dengan harga tinggi, bahkan ternak mati kehausan. Di tengah krisis itu, proyek PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) mengoperasikan instalasi sea water reverse osmosis (SWRO) yang menyuling air laut, sembari merusak 16 are terumbu karang di Gili Trawangan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut izin operasional PT TCN pada Oktober 2024. Kemudian Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup menyegel fasilitas SWRO PT TCN pada Februari 2025. Bupati KLU Najmul Akhyar telah menyiapkan jurus mengatasi persoalan krisis air bersih di destinasi wisata dunia tersebut.

"Sedang kita cari penyelesaiannya. Kan persoalannya bukan di kita sebetulnya. Persoalannya di mitra PDAM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kalau itu sudah selesai, maka selesai persoalan. Bahkan kemarin kami menyampaikan kepada pihak ketiga berapa lama bisa menyelesaikan. Kalau situasinya kondusif, enam bulan bisa terselesaikan masalah air bersih di Gili Meno," kata Najmul dikonfirmasi di Pendopo Gubernur NTB, Rabu (26/11/2025).

1. Alternatif gali sumur kecil di pinggir pantai

Potret Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno Lombok Utara dari udara. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Najmul mengungkapkan salah satu jurus yang akan dilakukan mengatasi krisis air bersih di Gili Meno yang tidak merusak lingkungan. Yaitu melakukan penggalian sumur kecil di pinggir pantai dan memasang pipa ke laut.

Airnya kemudian diolah menjadi air bersih. Dengan cara ini, maka terumbu karang dan biota laut di Gili Meno tidak akan rusak. Cara ini dinilai lebih ramah lingkungan jika dibandingkan cara pengambilan air laut yang diolah menjadi air bersih sebelumnya.

Terkait desakan masyarakat agar Pemda Lombok Utara mengalirkan air dari daratan Lombok Utara menuju Gili Meno, dinilai tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena masyarakat di daerah Pemenang, Tanjung hingga Bayan Lombok Utara baru 30 persen terlayani air bersih dari PDAM.

Jika air bersih PDAM dialirkan ke Gili Meno menggunakan pipa bawah laut, maka dampaknya akan semakin parah karena bisa merusak terumbu karang. "Sehingga alternatifnya mengapa tidak memanfaatkan sumber daya yang ada berupa air laut di sana. Mana yang sesuai ramah lingkungan dan sesuai izin KKP," kata dia.

2. Angkut air bersih dari daratan Lombok Utara ke Gili Meno

Warga Gili Meno Lombok Utara menolak keberadaan PT TCN yang dinilai merusak lingkungan. (dok. Istimewa)

Upaya yang dilakukan sekarang, kata Najmul, pemerintah daerah terus melakukan pelayanan dengan mengantarkan air bersih setiap hari untuk masyarakat ataupun para pengusaha hotel di Gili Meno. Dia mengatakan pemerintah seharusnya tidak boleh zero service di destinasi wisata seperti Gili Meno.

"Apalagi masyarakat sangat membutuhkan, dunia pariwisata juga sangat membutuhkan. Maka tidak boleh ada stagnasi dalam pelayanan air bersih. Itulah sebabnya saya sedang bicarakan dengan pak gubenur," tuturnya.

3. Berkali-kali komunikasi dengan pemerintah pusat

Warga menolak keberadaan PT TCN di Gili Meno. (dok. Istimewa)

Karena persoalan air bersih ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat dan sektor pariwisata, Najmul mengaku sudah berkali-kali komunikasi dengan pemerintah pusat baik KKP dan kementerian terkait. Sekarang, Pemda KLU juga berkomunikasi dengan DPR RI agar memberikan atensi terkait persoalan krisis air bersih di Gili Meno.

"Mungkin penyelesaiannya bukan saja persoalan administratif tapi persoalan politis juga. Ada niat baik dari semua pihak untuk Pemda Lombok Utara bisa segera melakukan pelayanan air bersih secara maksimal," kata dia.

Pada Selasa (28/10/2025) lalu, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (GARAP) NTB menggeruduk Kantor Gubernur NTB. Mereka mendesak Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal segera mengambil kebijakan terkait krisis air bersih di Gili Meno.

Perwakilan warga Gili Meno mendesak Gubernur Iqbal mengambil kebijakan untuk pemasangan pipa air bersih bawah laut untuk mengatasi krisis air bersih di destinasi wisata dunia yang berada di Gili Meno. Mereka mengaku sudah menderita hampir dua tahun akibat krisis air bersih di Gili Meno.

Menurut warga, air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus segera dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, saat ini warga harus mengusahakan sendiri dengan membeli air galon.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Amri Nuryadin mengatakan bahwa air bersih adalah hak asasi, dijamin oleh Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan diperkuat oleh Resolusi Majelis Umum PBB 64/292 (2010) yang menetapkan akses air bersih sebagai hak fundamental manusia.

Namun di Gili Meno, hak itu berubah menjadi kemewahan. Sejak pertengahan 2024, pasokan air dari PT GNE dan PT BAL terhenti, memaksa warga membeli air galon dengan harga tinggi, bahkan ternak mati kehausan.

Di tengah krisis itu, proyek PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) mengoperasikan instalasi sea water reverse osmosis (SWRO) yang menyuling air laut, sembari merusak 16 are terumbu karang di Gili Trawangan.

Aliansi Meno Bersatu yang terdiri dari Walhi NTB, Wanapala NTB, Meno Lestari melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga negara. Hasilnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut izin operasional PT TCN pada Oktober 2024. Kemudian Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup menyegel fasilitas SWRO PT TCN pada Februari 2025.

Selanjutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda Rp12 miliar kepada PT TCN dan PDAM Lombok Utara. Namun ironisnya, kata Amri, Pemda Lombok Utara tetap berlindung di balik kontrak KPBU dan tidak menindak lanjuti rekomendasi DPRD yakni pembangunan pipa bawah laut Gili Air–Meno–Trawangan.

Secara hukum, kata dia, kontrak KPBU tidak boleh menegasikan hak dasar publik. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan air harus menjamin hak rakyat atas air untuk kebutuhan pokok sehari-hari.

Untuk itu, dia meminta Gubernur NTB segera menginisiasi pertemuan dengan Bupati Lombok Utara dengan menghadirkan masyarakat Gili Meno. Karena krisis air bersih di Gili Meno sudah berlangsung lebih dari satu tahun, tanpa ada upaya konkret Pemda untuk memasang pipa bawah laut untuk mengalirkan air bersih dari Gilo Air ke Gili Meno.

Editorial Team