Warga menolak keberadaan PT TCN di Gili Meno. (dok. Istimewa)
Karena persoalan air bersih ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat dan sektor pariwisata, Najmul mengaku sudah berkali-kali komunikasi dengan pemerintah pusat baik KKP dan kementerian terkait. Sekarang, Pemda KLU juga berkomunikasi dengan DPR RI agar memberikan atensi terkait persoalan krisis air bersih di Gili Meno.
"Mungkin penyelesaiannya bukan saja persoalan administratif tapi persoalan politis juga. Ada niat baik dari semua pihak untuk Pemda Lombok Utara bisa segera melakukan pelayanan air bersih secara maksimal," kata dia.
Pada Selasa (28/10/2025) lalu, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (GARAP) NTB menggeruduk Kantor Gubernur NTB. Mereka mendesak Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal segera mengambil kebijakan terkait krisis air bersih di Gili Meno.
Perwakilan warga Gili Meno mendesak Gubernur Iqbal mengambil kebijakan untuk pemasangan pipa air bersih bawah laut untuk mengatasi krisis air bersih di destinasi wisata dunia yang berada di Gili Meno. Mereka mengaku sudah menderita hampir dua tahun akibat krisis air bersih di Gili Meno.
Menurut warga, air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus segera dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, saat ini warga harus mengusahakan sendiri dengan membeli air galon.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Amri Nuryadin mengatakan bahwa air bersih adalah hak asasi, dijamin oleh Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan diperkuat oleh Resolusi Majelis Umum PBB 64/292 (2010) yang menetapkan akses air bersih sebagai hak fundamental manusia.
Namun di Gili Meno, hak itu berubah menjadi kemewahan. Sejak pertengahan 2024, pasokan air dari PT GNE dan PT BAL terhenti, memaksa warga membeli air galon dengan harga tinggi, bahkan ternak mati kehausan.
Di tengah krisis itu, proyek PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) mengoperasikan instalasi sea water reverse osmosis (SWRO) yang menyuling air laut, sembari merusak 16 are terumbu karang di Gili Trawangan.
Aliansi Meno Bersatu yang terdiri dari Walhi NTB, Wanapala NTB, Meno Lestari melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga negara. Hasilnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut izin operasional PT TCN pada Oktober 2024. Kemudian Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup menyegel fasilitas SWRO PT TCN pada Februari 2025.
Selanjutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda Rp12 miliar kepada PT TCN dan PDAM Lombok Utara. Namun ironisnya, kata Amri, Pemda Lombok Utara tetap berlindung di balik kontrak KPBU dan tidak menindak lanjuti rekomendasi DPRD yakni pembangunan pipa bawah laut Gili Air–Meno–Trawangan.
Secara hukum, kata dia, kontrak KPBU tidak boleh menegasikan hak dasar publik. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan air harus menjamin hak rakyat atas air untuk kebutuhan pokok sehari-hari.
Untuk itu, dia meminta Gubernur NTB segera menginisiasi pertemuan dengan Bupati Lombok Utara dengan menghadirkan masyarakat Gili Meno. Karena krisis air bersih di Gili Meno sudah berlangsung lebih dari satu tahun, tanpa ada upaya konkret Pemda untuk memasang pipa bawah laut untuk mengalirkan air bersih dari Gilo Air ke Gili Meno.