Proyek Rp166 Miliar, Wali Kota Bima Bantah Libatkan Keluarga Pejabat

Proyek dikerjakan pihak ketiga dan Pokmas

Kota Bima, IDN Times - Kasus dugaan korupsi dana rehab rekon pascabanjir di Kota Bima, senilai Rp166 miliar terus ditelusuri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terakhir, lembaga anti rasuah itu telah melayangkan panggilan terhadap tiga kontraktor pemenang tender.

Satu di antara kontraktor inisial W mengaku jika perusahaannya bersifat pinjam pakai. Selebihnya dikuasai oleh salah seorang keluarga pejabat tinggi lingkup Pemerintah Kota Bima.

1. Wali Kota Bima bantah keluarga pejabat terlibat

Proyek Rp166 Miliar, Wali Kota Bima Bantah Libatkan Keluarga PejabatFoto Wali Kota Bima,H Muhammad Lutfi (IDN Times/Juliadin)

Wali Kota Bima, H Muhammad Lutfi yang dikonfirmasi mengenai keteribatan keluarga pejabat, menanggapi dengan santai. Dia mengaku tidak ada pejabat Pemkot Bima yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabanjir senilai Rp166 miliar itu.

 "Gak ada satu pun pejabat yang terlibat seperti yang dilaporkan," bantahnya yang dikonfirmasi pada Kamis (29/9/2022).

Baca Juga: Kejari Panggil Wakil Wali Kota Bima untuk Jalani Hukuman

2. Pengerjaan proyek diklaim berjalan sesuai prosedur

Proyek Rp166 Miliar, Wali Kota Bima Bantah Libatkan Keluarga PejabatIlustrasi pembangunan irigasi desa. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Muhammad Lutfi memastikan, alokasi dan penggunaan dana rehab rekon yang digulirkan sejak tahun 2017 sudah berjalan sesuai prosedur. Pihaknya tidak pernah menikmati sepersen pun dari dana rehab rekon miliaran rupiah tersebut.

Bantuan hibah miliaran rupiah itu diberikan berdasarkan dokumen Rencana Aksi (Renaksi) pascabanjir. Dana itu dialokasikan setelah Pemerintah Kota Bima ajukan kepada BNPB dan Menteri Keuangan RI.

"Anggaran itu digunakan untuk penanggulangan masyarakat yang terdampak banjir pada akhir Desember 2016 lalu," terangnya.

3. Dikerjakan pihak ketiga dan Pokmas

Proyek Rp166 Miliar, Wali Kota Bima Bantah Libatkan Keluarga PejabatIlustrasi aksi protes terhadap KPK (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Pada penyalurannya, bantuan ini dibagi menjadi dua, yakni berupa Bantuan Sosial (Bansos). Kemudian bersifat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp102,234 miliar.

Bantuan langsung masyarakat, Rp102 miliar telah digunakan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) korban banjir yang berlokasi di lingkungan Kadole. Kemudian di Oi Fo'o dan Jatibaru serta rumah relokasi mandiri di beberapa titik kelurahan.

"Semua kegiatan ini melalui sistem kelompok masyarakat (pokmas), termasuk di dalamnya melibatkan penerima bantuan," terangnya.

Pokmas ini sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pembangunan rumah relokasi. Karena dana hibah itu bukan melalui pihak ketiga, melainkan berbasis swakelola masyarakat. Sehingga, dalam pelaksanaan kegiatan dilaksanakan langsung dan dikelola oleh Pokmas.

"Dananya langsung turun ke rekening Pokmas, dan langsung dikerjakan oleh Pokmas. Bukan dipihakketigakan," tutur Lutfi.

Kemudian sisa anggaran dengan sumber dana rehab rekon, telah digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana umum. Mulai dari jalan, drainase, instalasi listrik dan air bersih, jembatan di padolo dan jembatan gantung d Lingkungan Paruga.

"Sejumlah pembangunan ini dikerjakan pihak ketiga yang memenangkan tender. Mereka kerjakan pada tahun 2018 lalu," ungkap Muhammad Lutfi.

4. Dokumen yang diserahkan ke KPK semua proyek yang ditangani BPBD

Proyek Rp166 Miliar, Wali Kota Bima Bantah Libatkan Keluarga Pejabatilustrasi dokumen-dokumen kertas (pexels.com/pixabay)

Dugaan kasus korupsi ini, KPK telah periksa Kadis PUPR, M Amin dan Kalak BPBD, Ir Hj Siti Jaenab. Kalak BPBD yang dikonfirmasi via ponsel mengaku telah diperiksa KPK dan menyerahkan sejumlah dokumen penting terkait pelaksanan proyek Rp166 miliar.

"Dokumen yang diserahkan berkaitan penggunaan dana rehab rekon yang ditangani BPBD," ungkapnya saat dihubungi via ponsel.

Dokumen tersebut untuk mendukung penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di instansi terkait. Hanya saja dia tidak merinci lebih detail dokumen apa saja yang diserahkan ke KPK.

"Beberapa dokumen sudah diserahkan. Sesuai surat permintaannya saja, sudah kita kasih semua. Pokoknya semua proyek yang ditangani BPBD," tuturnya.

Namun ketika disinggung persoalan di lingkup BPBD sehingga dibidik KPK, Jaenab enggan berkomentar. Karena dirinya baru menjabat sebagai Kalak BPBD pada tahun 2021 lalu, setelah sebagian banyak anggaran sudah digunakan.

"Saya tidak tahu apa-apa soal kegiatannya, kan saya masuk di BPBD 2021. Yang tahu itu kan semuanya ada di dokumen-dokumen itu. Siapa PPK dan siapa ininya, saya gak hafal," pungkasnya.

Baca Juga: Tidak Terdata di BKN, Nakes Non ASN di Kota Bima Ancam Mogok Kerja

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya