Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi PJU Bypass Mandalika Lombok Tengah. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Anggota DPR RI Dapil NTB yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP) NTB Rachmat Hidayat, menginstruksikan Fraksi PDIP di seluruh DPRD Kabupaten/Kota di Pulau Lombok, menelisik tata kelola Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU).

Rachmat mengatakan audit total Pajak PJU sangat mendesak mengingat distribusi manfaat pajak yang dipungut dari setiap pelanggan PLN ini tak kunjung merata.

”Keadilan dalam pajak bukan hanya soal siapa yang membayar, tetapi juga siapa yang menikmati manfaatnya. Audit menyeluruh terhadap tata kelola PPJU ini wajib dilakukan agar PPJU tidak menjadi pungutan tanpa kepastian manfaat bagi masyarakat,” kata Rachmat di Mataram, Senin (7/4/2025).

1. Jalan di Lombok gelap gulita

Ketua PDIP NTB Rachmat Hidayat. (dok. Istimewa)

Anggota Komisi I DPR RI ini menegaskan, seluruh masyarakat yang telah membayar Pajak PJU setiap bulan, berhak mendapatkan penerangan jalan yang layak. Untuk itu, dirinya menginstruksikan agar seluruh Fraksi PDIP di setiap DPRD Kabupaten/Kota di Pulau Lombok untuk bertindak agar tidak ada lagi daerah gelap gulita di malam hari, sementara pajak tetap dipungut.

”Fraksi PDIP di seluruh DPRD Kabupaten/Kota harus memastikan bahwa setiap rupiah dari PPJU ini benar-benar digunakan untuk menerangi jalan rakyat. Bukan hanya sebagai angka dalam laporan keuangan daerah semata,” ujar Rachmat.

Dia mengungkapkan, dua hari selepas perayaan Idul Fitri 1446 H, dirinya bersama sejumlah kolega menyempatkan diri berkeliling memantau situasi di Pulau Lombok dengan menggunakan helikopter.

Helikopter sengaja terbang rendah di seluruh Kabupaten/Kota dan mendapati bagaimana sebagian besar jalan-jalan raya yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat, kondisinya gelap gulita di malam hari.

Kondisi jalan raya yang terang benderang hanya terdapat di Kota Mataram. Sementara di Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara, penerangan jalan di malam hari sangat memprihatinkan.

Pajak PJU dibebankan kepada semua pelanggan listrik PLN sebagai bentuk kontribusi terhadap penerangan jalan di daerahnya. Pajak ini dipungut langsung PLN dan tercantum dalam tagihan listrik bulanan setiap pelanggan. Sesuai UU, besaran pajak minimal 3 persen dan maksimal 10 persen dari setiap tagihan sesuai kebijakan tiap Pemerintah Daerah. PLN kemudian menyetor pajak yang terkumpul ke kas daerah.

Rachmat mengungkapkan, terjadinya kesenjangan antara pembayaran Pajak PJU dan manfaat yang diterima masyarakat sangat mencemaskan. Apalagi, realitas yang menunjukkan banyaknya jalan yang gelap karena tidak memiliki penerangan yang memadai, sementara masyarakat tetap diwajibkan membayar Pajak PJU, bukan terjadi baru-baru ini tetapi sudah terjadi bertahun-tahun.

”Ketimpangan antara pelanggan yang membayar Pajak PJU dan wilayah yang menikmati penerangan jalan masih menjadi masalah utama kita. Banyak pelanggan PLN di pedesaan atau daerah terpencil tetap dikenakan PPJU, padahal di wilayah mereka tidak ada penerangan jalan umum sama sekali,” beber Rachmat.

Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka sama saja dengan melanggengkan kesan bahwa Pajak PJU lebih bersifat sebagai pajak wajib tanpa keadilan distribusi manfaat.

2. Dorong audit menyeluruh pengelolaan pajak PJU

Ilustrasi audit (unsplash.com/@homajob)

Rachmat menginstruksikan agar seluruh Fraksi PDIP di setiap DPRD Kabupaten/Kota untuk menuntut digelarnya audit menyeluruh terhadap tata kelola Pajak PJU. Selain itu, Fraksi PDIP juga diinstruksikan untuk menuntut digelarnya pemetaan kebutuhan penerangan jalan di setiap daerah agar distribusi manfaat pajak lebih merata.

Pemerintah daerah, kata Rachmat, harus melakukan pemetaan wilayah yang masih minim penerangan jalan dan menyusun roadmap pengadaan serta pemeliharaannya. Pajak yang dipungut dari pelanggan PLN juga harus dialokasikan secara proporsional berdasarkan kebutuhan penerangan di tiap wilayah.

Prioritas utama adalah jalan protokol, jalan pemukiman, dan jalan pedesaan yang saat ini belum mendapatkan penerangan sama sekali. Selain itu, menurut Rachmat, pemetaan kebutuhan penerajangan jalan tersebut diperlukan untuk memastikan skema tarif Pajak PJU benar-benar adil.

Sehingga tidak seperti saat ini, terkesan justru lebih menguntungkan pelanggan di perkotaan sebagai pihak yang lebih banyak menikmati penerangan jalan. Efektivitas penggunaan dana Pajak PJU juga harus menjadi atensi Fraksi PDIP.

Saat ini muncul kesan, bagaimana Pemerintah Daerah sering mengalokasikan Pajak PJU untuk penerangan di jalan-jalan utama. Sementara jalan di permukiman, pedesaan, dan jalan lingkungan tetap gelap.

Demikian juga dengan pemeliharaan dan efisiensi pengelolaan infrastruktur penerangan jalan umum. Sudah menjadi rahasia umum, banyak lampu jalan yang mati atau rusak dalam waktu lama tanpa perbaikan padahal pungutan pajak jalan terus.

Rachmat menegaskan, dirinya tidak pernah mendengar adanya Standar Pelayanan Minimal untuk perbaikan dan pemeliharaan penerangan jalan. Hal yang membuat layanan ini terkesan tidak akuntabel.

Padahal, harusnya ada mekanisme yang jelas dan terukur dalam penggunaan dana PPJU untuk pemeliharaan rutin, termasuk target perbaikan lampu jalan dalam waktu tertentu. Di sisi lain, potensi penyimpangan dalam penggunaan PPJU juga harus dicegah.

Mekanisme yang ada saat ini memungkinkan dana PPJU dapat digunakan untuk keperluan lain di luar penerangan jalan. Misalnya saja untuk belanja pegawai atau proyek daerah yang tidak terkait.

”Pajak untuk rakyat. Manfaatnya pun harus kembali ke rakyat. Fraksi PDIP akan berdiri di garda depan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam pemanfaatan PPJU ini,” tegas Rachmat.

3. Usulkan pemanfaatan teknologi

Ilustrasi lampu PJU di kompleks perumahan di Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Pajak PJU mutlak diperlukan. Rachmat mengusulkan agar Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan tahunan tentang penerimaan dan penggunaan Pajak PJU.

Selain itu, perlu juga pemanfaatan teknologi digital untuk memantau dan melaporkan status penerangan jalan secara real time.

"Perlu juga setiap daerah memiliki sistem pengaduan masyarakat jika ada lampu jalan yang mati atau daerah yang seharusnya mendapatkan penerangan tapi belum terpasang," sarannya.

Jika hal-hal tersebut belum mampu dipenuhi Pemerintah Daerah, Rachmat menuntut skema Pajak PJU yang lebih adil. Misalnya, memberikan pengecualian atau pengurangan pajak bagi masyarakat yang bermukim di kawasan yang belum mendapatkan penerangan jalan sama sekali.

”Masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek pajak tanpa kepastian manfaat. Jika mereka membayar PPJU, maka hak mereka untuk mendapatkan penerangan jalan harus dijamin," kata Rachmat.

Editorial Team