Dalam putusan kasasinya, majelis hakim kasasi mengabulkan kasasi PT. ITDC dan BPN yang diwakili JPN Kejati NTB. Sekaligus membatalkan putusan banding Pengadilan Tinggi NTB yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Praya.
Majelis hakim menyatakan seluruh dokumen, surat-surat, dan akta yang dibuat, ditandatangani, dan dipakai Umar untuk mensertifikatkan tanah objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga hakim menyatakan objek sengketa adalah sah milik PT ITDC.
Hal itu berdasarkan sertifikat HPL No73 tertanggal 25 Agustus 2010. Sebaliknya, buku tanah atas nama Umar dengan No.889 surat ukur 13 Januari 2005 seluas 59.900 m2 tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Di pengadilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri Praya mengabulkan gugatan penggugat rekonvensi dalam hal ini PT ITDC. Antara lain menyatakan dokumen dan akta tanah milik Umar tidak punya kekuatan hukum.
Kemudian menyatakan sah objek sengketa milik PT. ITDC pada HPL 73 dengan luas 1.225.250 m2 atas nama PT Pengembangan Pariwisata Bali. Serta menyatakan buku tanah 889 seluas 59.900 m2 dan buku tanah 626 seluas 30.100 m2 atas nama Umar tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Atas putusan tersebut Umar menyatakan banding. Pengadilan Tinggi NTB kemudian memutus perkara banding pada 1 Agustus 2019. Amar putusannya antara lain menerima banding Umar dan membatalkan putusan PN Praya.
Selanjutnya majelis hakim banding menyatakan PT. ITDC menguasai lahan pada HPL 73 itu secara melawan hukum. Objek tanah sengketa itu dikuasai PT. ITDC tanpa melalui proses pengalihan hak sehingga merugikan Umar. Kemudian menyatakan sertifikat HPL 73 milik PT ITDC tidak memiliki kekuatan hukum.