Aktivitas pelayaran di Pelabuhan Kayangan Lombok Timur. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Namun, meski tidak hidup di memori kolektif orang Pohgading, referensi yang mengarah tentang Pohgading yang dipercayai mempunyai pelabuhan sedikitnya tercatat di beberapa referensi. Pertama, piagam tembaga yang memuat tentang nama dan asal usul leluhur orang Pohgading menyebut, Wijaya Prana yang merupakan leluhur orang Pohgading. Pada saat pertama kali datang ke Pohgading di sekitar tahun 1518, ditulis mendarat di Sumur Batu, itu adalah sebuah tempat yang saat ini masuk wilayah Dusun Sukamulia Desa Pohgading Timur.
Kedua, catatan Pohgading menyebut, sekitar akhir tahun 1700-an, seorang leluhur Pohgading yang bernama Jro Gumiring mendapatkan hukuman adat yang bernama "bero". Sebuah hukuman yang mengharuskan ia harus keluar dari desa. Konon, hukuman ini ia dapat karena fitnah seorang penguasa Bali di Pohgading.
Dalam menjalani hukuman itu disebutkan, ia bersama 20 orang pengikutnya dilabuh dengan kapal pada sebuah tempat yang bernama Menanga Rarem. Kemungkinan ini adalah Menange (muara) dari Kokok Tanggek, sebuah sungai yang mengalir dan berujung di Pantai Pohgading.
Ketiga, peta Lombok buatan Belanda tahun 1897, dalam peta itu tertulis sebuah tempat yang bernama Bangsal Pohgading. Jika diidentifikasi lokasi Bangsal Pohgading itu, persis ada di muara Sungai Kokok Tanggek. Sebutan kata Bangsal merujuk pada beberapa referensi adalah sebuah bangunan yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai pondok atau gudang.
"Dari ketiga referensi ini, paling tidak, asumsi bahwa Pohgading mempunyai pelabuhan sendiri benar adanya. Namun sekali lagi ini baru sekedar asumsi," kata Gegen.
Selain atas dasar asumsi bahwa penemuan bangkai kapal ini karena dulunya Pohgading punya pelabuhan sendiri. Letak laut Pohgading yang merupakan jalur perdagangan masa lampau juga patut dicurigai sebagai sebab dari keberadaan bangkai kapal tersebut.
Pada abad ke-17, 18 dan 19, Selat Alas atau perairan laut Pohgading adalah jalur perdagangan yang cukup ramai. Labuan Lombok, Labuan Haji dan Pijot adalah beberapa pelabuhan tua yang banyak disebut dalam berbagai referensi sejarah. Letak tiga pelabuhan itu sejajar dengan posisi Pohgading. Sehingga bisa saja, beberapa kapal yang melewati garis pantai ini terdampar di sekitar laut Pohgading.
Gegen berharap bangkai kapal yang ditemukan tersebut bagian-bagiannya jangan dijarah. Jika semua telah teridentifikasi, keberadaan bangkai kapal ini bisa dijadikan sebagai objek wisata berbasis sejarah dan alam.
"Dan yang terpenting adalah, keberadaan bangkai kapal ini bisa bercerita tentang kisah masa lalu Pohgading," ucap Gegen.