Potret petani saat panen jagung (IDN Times/Juliadin)
Menurut dia, harga Rp4.000 yang berlaku saat ini sudah tentu akan membuat petani merugi. Kalau pun dihitung, harga pasaran itu hanya cukup kembalikan modal dari mulai biaya garap lahan, obat-obatan, pupuk, hingga biaya panen.
Apalagi, harga obat-obatan dan pupuk yang dibeli sebelumnya cukup mahal. Demikian juga dengan ongkos buruh tanam hingga buruh petik dan angkut mahal, yang mana perharinya hingga Rp150 ribu per orang.
"Dapat untungnya di mana coba. Kalau pun ada, palingan sedikit, itu pun belum dihitung dengan tenaga kita sendiri yang bekerja," ungkap ayah dua orang anak ini.
Menurut dia, petani baru bisa mendapatkan untung banyak ketika jagung diambil dengan harga Rp5 ribu per kilogram. Bupati Bima diharapkan turun tangan perjuangkan harga itu melalui lobi dengan pihak perusahaan dan stekholder terkait lain.
"Memang gak bisa Pemda bersama perusahaan tentukan harga bersama perusahaan, biar di lapangan harganya gak naik turun dan anjlok seperti ini. Menurut saya gak ada yang tak bisa, semuanya tergantung pemerintah daerah," tegasnya.
Senada juga dikeluhkan seorang petani jagung lain di Kecamatan Bolo, Muhammad Syarief. Ia mengaku, harga pasaran jagung saat ini sangat merugikan para petani, terutama bagi yang menggunakan modal bertani dari pinjaman bank.
Dengan kondisi harga jagung saat ini, petani dikhawatirkan tak mampu melunasi pinjaman bank. Misalnya bagi mereka yang nilai pinjaman bank mencapai puluhan juta rupiah.
"Sebagian besar petani kita ambil uang di bank untuk modal tanam jagung. Satu orang itu, ada yang pinjam bahkan sampai Rp30 juta. Yang saya kasian mereka, karena gak bisa lunasi pinjaman bank," jelasnya.