Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi cabai (Ruhaili/IDN Times)
Ilustrasi cabai (Ruhaili/IDN Times)

Lombok Timur, IDN Times – Kabupaten Lombok Timur (Lotim) merupakan salah satu sentra produksi cabai nasional. Petanii turut merasakan dampak lonjakan harga cabai yang saat ini mencapai Rp180 ribu per kilogram. Lonjakan harga ini dipicu oleh tingginya permintaan dan merosotnya produksi cabai akibat cuaca yang tidak menentu.

Meskipun lonjakan harga ini menyusahkan bagi konsumen, tapi ini menjadi berkah bagi petani cabai di Lotim. Para petani cabai ini bisa meraup keuntungan ratusan juta setiap kali panen.

1. Petani berharap harga tidak turun

Tanaman cabai petani di Tirtanadi (IDN Times/Ruhaili)

Tingginya harga cabai menjadi berkah bagi petani terutama di bulan Ramadan sebab mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Petani yang menanam di areal seluas lebih dari satu hektare mendapatkan keuntungan ratusan juta setiap kali panen. Sementara di bawah satu hektare meraup keuntungan puluhan juta rupiah.

Petani cabai di Desa Tirtanadi, Jayadi misalnya, ia berharap harga cabai tetap tinggi agar mereka bisa menikmati hasil kerja kerasnya. Karena, menanam cabai di musim hujan tidaklah mudah. Mereka harus memberikan perlakuan khusus, dengan biaya produksi dan perawatan yang lebih besar jika dibandingkan di musim panas. 

"Kalau musim hujan kita keluarkan biaya lebih, seperti penyemprotan obat-obatan, agar bunga dan buah cabai bisa matang sempurna dan terhindar dari penyakit," ujarnya. 

Selain itu, mahalnya harga cabai juga memicu praktik pencurian. Petani terpaksa berjaga di malam hari menghindari pencurian, sehingga menambah biaya lebih. 

"Sebenarnya tidak semua petani beruntung, sebab beberapa di antaranya hanya bisa sekali panen sebelum tanamannya rusak akibat hujan terus-menerus," ujar jayadi. 

2. Penurunan produksi sampai 50 persen

Tanaman cabai petani (IDN Times/Ruhaili)

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Lotim, Lalu Fathul Kasturi mengatakan, dampak hujan menyebabkan penurunan produksi cabai di Lotim mencapai 50% dari hasil panen normal. Petani di Lotim mulai menanam cabai pada Oktober 2024 dengan luas areal tanam tercatat sebesar 193,9 ha pada Oktober, 171,1 ha pada November, 224,3 ha pada Desember, dan 421,5 ha pada Januari 2025.

Rata-rata produktivitas lahan cabai di Lotim mencapai 4 ton per hektare, dengan estimasi panen minimal 7 kali dalam satu musim tanam. Namun, cuaca ekstrem dan serangan virus layu fusarium menyebabkan banyak tanaman cabai rusak. 

“Karena hujan banyak tanaman terserang penyakit, sehingga mengalami penurunan produksi, sehingga ini salah satu penyebab harga menjadi naik” ujar Kasturi.

3. Bergantung pada harga di pasar induk Kramat Jati Jakarta

Ilustrasi cabai (IDN Times/Ruhaili)

Dijelaskan Kasturi, lonjakan harga cabai saat ini terjadi secara nasional dan tidak hanya berdampak pada daerah non-sentra produksi. Harga cabai di Lotim sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Ketika harga di Jakarta naik, dampaknya langsung terasa di Lotim meskipun daerah ini dikenal sebagai penghasil cabai berkualitas.  

"Untuk mengatasi tantangan cuaca ekstrem, Distan Lotim telah memberikan bantuan green house kepada petani. Satu unit green house dapat menampung tanaman cabai seluas 5 are. Bantuan ini dinilai efektif melindungi tanaman dari kerusakan akibat cuaca," ujarnya.

Editorial Team

EditorRuhaili