Tambang emas dan tembaga di Batu Hijau Sumbawa Barat. (dok. AMMAN)
Menurutnya, langkah-langkah itu akan membuat NTB keluar dari ketergantungan pada sektor pertambangan yang saat ini masih menjadi sumber pendapatan daerah. Namun sayang, kata Iqbal, ketergantungan terhadap sektor tambang masih sangat tinggi. Buktinya, di triwulan I 2025, sektor tambang mengalami kontraksi minus 30 persen, meskipun sektor manufaktur dan pertanian mengalami peningkatan.
Bahkan, pertanian tumbuh lebih dari 30 persen yang merupakan angka tertinggi dalam sejarah. Namun tetap saja tidak bisa menolong terhadap pertumbuhan ekonomi NTB karena kontraksi tambang terlalu dalam. Hal ini terjadi karena penghentian produksi di PT Amman Mineral akibat masalah di smelter.
"Mudah-mudahan dengan adanya relaksasi dari pemerintah pusat untuk ekspor konsentrat sementara waktu, bisa menstabilkan pertumbuhan ekonomi," harapnya.
Jika berbicara data, pertumbuhan ekonomi NTB mencapai 6,2 persen, namun jika sektor pertambangan dikeluarkan, angkanya turun hampir setengahnya. Hal itu pula yang memicu dirinya untuk terus melakukan langkah-langkah agar agar hasil tambang PT Amman Mineral bisa segera diekspor.
"Tanpa tambang, pertumbuhan kita 5,57 persen. Tapi karena kontraksi di tambang, turun menjadi minus 1,47 persen. Maka langkah jangka pendeknya adalah upaya relaksasi ekspor. Ini sudah saya sampaikan ke Menteri ESDM dan ditanggapi positif, bahkan Menteri Dalam Negeri juga turut bicara soal ini," jelasnya.
Untuk jangka panjang, Iqbal mengatakan, tidak ada pilihan lain selain diversifikasi ekonomi. Yang paling potensial adalah sektor pertanian dan pariwisata. Sektor inilah yang dapat menjadi penunjang ekonomi daerah di NTB.
"Seperti yang saya sampaikan, pendekatan kita adalah memperbanyak event. Kita bagi event dalam tiga tier. Tier 1 peserta di atas 10.000.Tier 2, peserta di atas 5.000. Tier 3, peserta di bawah 5.000," tandas eks Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) ini.