Gawat! Sungai di Daerah Tercemar Mikroplastik, Pemda Ngapain Saja?

Mataram, IDN Times – Keberadaan sungai sangat penting bagi masyarakat. Dahulu sungai menjadi salah satu sumber kehidupan warga sekitar, namun kini sungai-sungai sudah tercemar sampah plastik. Banyak sungai di Indonesia mengandung mikroplastik. Kandungan ini disebut sangat berbahaya bagi manusia. Karena bersifat karsinogenik, ini berbahaya bagi kesehatan dan butuh waktu yang sangat lama agar sampah plastik terurai secara alami.
Keberadaan sampah plastik itu juga tidak terlepas dari limbah yang dihasilkan dari pabrik brand atau perusahaan produksi yang besar. Terutama perusahaan yang produknya menggunakan kemasan-kemasan dari plastik, baik itu berbentuk botol plastik atau kemasan sachet. Produksi yang banyak itu diperparah dengan rendahnya tingkat kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai.
Masyarakat yang terus menerus membuang sampah ke sungai itu tidak merasa bersalah, sebab tak ada efek jera atau sanksi tegas bagi mereka. Selama ini, Pemda banyak membuat aturan, seperti peraturan wali kota, peraturan gubernur, bahkan peraturan daerah, namun tak pernah ada sanksi tegas bagi pembuang sampah.
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) merilis hasil Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) tahun 2022. Ecoton menemukan sungai-sungai di 24 provinsi ditambah 5 sungai di pulau Lombok tercemar mikroplastik.
Direktur Eksekutif Ecoton yang juga Peneliti Tim ESN, Prigi Arisandi yang dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (4/2/2023) mengungkapkan hasil identifikasi mikroplastik pada sungai-sungai di Indonesia tahun 2022. Nilai kelimpahan mikroplastik tertinggi pada sungai di Jawa Timur sebesar 6,36 partikel per liter. Kemudian Jawa Barat 5,6 partikel per liter, Aceh 5,22 partikel per liter, Jawa Tengah 5,21 partikel per liter, Maluku Utara 5,1 partikel per liter.
Sumatera Barat 5,08 partikel per liter, Sulawesi Tenggara 4,8 partikel per liter, Bengkulu 4,78 partikel per liter, Jawa Tengah 4,6 partikel per liter, Sulawesi Utara 4,4 partikel per liter, Kalimantan Tengah 4,31 partikel per liter, Lampung 3,85 partikel per liter, Jambi 3,7 partikel per liter, Bangka Belitung 3,55 partikel per liter, Sumatera Selatan 3,5 partikel per liter.
Kalimantan Barat 3,5 partikel per liter, Sulawesi Selatan 3,38 partikel per liter, DKI Jakarta 3,12 partikel per liter, Kalimantan Selatan 3,03 partikel per liter, Gorontalo 2,8 partikel per liter, Sumatera Utara 2,73 partikel per liter, Riau 2,45 partikel per liter, Kalimantan Timur 2 partikel per liter dan Sulawesi Barat 1,2 partikel per liter.
1.Rasa ikan tak seenak dulu
Pemancing asal Kota Denpasar, Bayu, mengungkapkan bahwa memancing di sungai wilayah Denpasar tidak seenak dulu. Kualitas ikan yang didapat jauh berbeda. Namun ia tidak tahu apa yang menyebabkan perbedaan rasa ikan tersebut saat dikonsumsi.
“Ikan yang dimakan sekarang gak seenak ikan yang dulu kita pancing. Entah itu tercemar airnya, kita gak tahu. Ada industri apa yang buang limbah di sungai? Saya juga gak tahu,” ungkapnya, Jumat (3/2/2023).
Sebelumnya, pada 13-15 Januari 2023 lalu, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan deteksi kesehatan sungai di Bali yaitu Kawasan Hulu Tirta Empul, Tampak Siring, Sungai Ayung, Dam, dan Tukad Badung di Kota Denpasar. Hasilnya ditemukan bahwa semua lokasi telah terkontaminasi mikroplastik. Prigi Arisandi mengungkap rata-rata ditemukan 170 partikel mikroplastik dalam 100 liter air di empat lokasi tersebut.
Ada 28 partikel mikroplastik dalam 100 liter air di kawasan hulu di Tirta Empul Tampak Siring. Kontaminasi mikroplastik di Tukad Badung Kota Denpasar memiliki angka yang lebih tinggi. Kontaminasi cukup tinggi karena kepadatan penduduk dan kegiatan masyarakat yang masih membuang sampah limbah cair tanpa diolah.
Bukan hanya rasa, ekosistem ikan juga terancam. Seperti yang terjadi di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Ikan-ikan endemik Sungai Musi seperti Baung Pisang, Patin, Kapiat, Tapah, dan Belida, mengalami penurunan jumlah populasi akibat pencemaran lingkungan. Kandungan kimia logam dan tembaga yang tinggi mencapai 0,2 ppm dan 0.06 ppm. Sedangkan standar bakunya tidak boleh melebihi 0,03 ppm.
"Kadar Klorin dan pospat cukup tinggi, untuk klorin 0,16 mg per liter. Seharusnya tidak boleh lebih dari 0,03 mg per liter. Pospar juga tinggi mencapai 0.59 mg per liter. Polutan yang tinggi menyebabkan kepunahan ikan," beber dia.