Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pelabuhan Senggigi Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Pelabuhan Senggigi Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah akan berlanjut hingga 2026. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025, efisiensi belanja terdiri dari efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga dan dana transfer ke daerah. Salah satu belanja yang kena efisiensi adalah infrastruktur.

Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengatakan efisiensi belanja itu menjadi salah satu persoalan yang dibahas dalam rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) NTB, Kamis (14/8/2025). Dia mengatakan pembangunan infrastruktur akan melibatkan pihak swasta, tidak harus berasal dari APBD maupun APBN.

"Jujur saja, itu (efisiensi anggaran) salah satu yang kita diskusikan tadi. Karena dampaknya bukan saja ke Pemda tetapi ke teman-teman di operasional di lapangan juga berpengaruh," kata Iqbal.

1. Gandeng swasta bangun infrastruktur

Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dia mengatakan Pemprov NTB menyiapkan alternatif untuk pembiayaan infrastruktur imbas kebijakan efisiensi anggaran. Pembangunan infrastruktur tidak harus mengandalkan dana APBN atau APBD.

Tetapi pembangunan infrastruktur bisa dilakukan dengan sumber pembiayaan lain seperti kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

"Sebagai contoh saja sekarang kita akan membangun dermaga kapal cepat di Senggigi dan Mandalika. Tidak dari anggaran APBD sama sekali. Itu sepenuhnya dari anggaran swasta," ungkap Iqbal.

2. Pemda ikuti kebijakan pemerintah pusat

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah daerah hanya memfasilitasi percepatan dari sisi perizinan, menyiapkan desain dan konsep. Sedangkan pembangunannya dilakukan kerjasama dengan pihak swasta.

Eks Duta Besar Indonesia untuk Turki ini mengatakan Pemda baik provinsi dan kabupaten/kota akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat terkait efisiensi anggaran.

"Saya rasa semua bupati/walikota dan gubernur yang dilantik bersamaan pada bulan Februari itu di otaknya efisiensi saja. Karena dari retreat di Magelang sampai kita masuk, judulnya selalu efisiensi," jelas Iqbal.

3. Pemangkasan anggaran akibat kebijakan efisiensi di NTB

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Kebijakan efisiensi anggaran mulai dilakukan pada anggaran 2025. Kementerian Keuangan memangkas dana Transfer ke Daerah (TKD) lingkup provinsi NTB sebesar Rp588,6 miliar. Semula, pagu TKD lingkup Provinsi NTB berdasarkan Perpres No. 201 Tahun 2024 sebesar Rp20,07 triliun.

Namun, setelah keluarnya instruksi Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran dana transfer ke daerah tahun 2025, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025, dana TKD lingkup Provinsi NTB berkurang menjadi Rp19,48 triliun.

Komponen dana TKD yang dilakukan efisiensi di lingkup Provinsi NTB adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan DAK Fisik sebesar Rp588,6 miliar lebih. Dana TKD yang paling besar dipangkas adalah DAK Fisik sebesar Rp480,8 miliar, sedangkan DAU sebesar Rp107,79 miliar.

Sebelumnya, besaran pagu DAU lingkup Provinsi NTB sebesar Rp10,83 triliun, dipangkas sebesar Rp107,79 miliar. Sehingga pagu DAU 2025 menjadi Rp10,72 triliun. Sedangkan pagu DAK Fisik dari sebelumnya Rp1,159 triliun dipangkas sebesar Rp480,8 miliar, sehingga menjadi Rp678,6 miliar.

Ada lima komponen TKD yang tidak kena pemangkasan anggaran di lingkup Provinsi NTB. Antara lain Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp3,5 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) Rp87,45 miliar, DAK Non Fisik Rp3,3 triliun, Dana Desa Rp1,098 triliun dan hibah kepada daerah sebesar Rp22 miliar.

Pemprov NTB sendiri memangkas belanja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak prioritas pada APBD murni 2025 sebesar Rp400 miliar. Pemangkasan anggaran tidak prioritas ini sejalan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB Nursalim menjelaskan anggaran OPD yang dipangkas atau dipotong seperti belanja perjalanan dinas, belanja barang dan jasa, belanja makan minum dan rapat di hotel. Belanja OPD yang dipangkas tersebut tidak menjadi skala prioritas karena penyusunannya pada 2024 lalu.

Sebagai gambaran, pendapatan daerah pada APBD NTB 2025 dianggarkan sebesar Rp5,78 triliun lebih. Angkanya terjadi penurunan sebesar 6,37 persen dibandingkan dengan APBD 2024 yang mencapai Rp6,18 triliun.

Penurunan target pendapatan daerah pada tahun anggaran 2025 disebabkan menurunnya proyeksi pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Sementara lain-lain pendapatan daerah yang sah direncanakan naik 100 persen.

Pendapatan asli daerah dianggarkan turun sebesar 19,08 persen yang semula pada APBD 2024 berjumlah Rp3,10 triliun lebih menjadi Rp2,51 triliun lebih. Kemudian, pendapatan transfer dianggarkan turun sebesar 0,38 persen yang semula pada APBD 2024 berjumlah Rp3,07 triliun lebih menjadi Rp3,06 triliun lebih.

Sedangkan lain-lain pendapatan daerah yang sah direncanakan naik sebesar 100 persen dari APBD tahun 2024. Pada APBD 2024, target lain-lain pendapatan daerah yang sah targetnya nol, sedangkan pada APBD 2025 ditargetkan sebesar Rp210,10 miliar.

Sementara dari sisi belanja daerah tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp5,68 triliun lebih. Angkanya berkurang sebesar Rp418 miliar lebih dari anggaran pada APBD 2024 sebesar Rp6,10 triliun lebih atau berkurang sebesar 6,86 persen.

Editorial Team