Pemangkasan anggaran perjalan dinas kementerian dan lembaga dipastikan berdampak terhadap bisnis perhotelan di Balikpapan. (IDN Times/Erik Alfian)
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PHRI DIY), Deddy Pranowo Eryono mengatakan pihaknya meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
“Tegas kami menyampaikan mohon ditinjau lagi,” ungkap Deddy.
Deddy mengungkapkan perjalanan dinas yang dilakukan ASN sangat mendongkrak okupansi hotel. Menurutnya dengan kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas tersebut akan berdampak pada wisata dan UMKM.
“Dampaknya sangat besar, termasuk pada UMKM. Sudah terasa, biasanya November, Desember tinggi, ini turun. Padahal ada cara lain untuk menghemat anggaran, karena perputaran uang dari situ, buat masyarakat,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua PHRI Kota Tangerang Selatan, Gusri Effendi. Ia menilai pasca-pandemik COVID-19, industri hotel mulai menunjukkan perbaikan dengan tingkat okupansi di atas 70 persen. Namun, ia melihat pemotongan anggaran ini justru menjadi ancaman bagi sektor yang baru saja pulih ini.
“Hotel dan restoran menjadi sumber pemasukan daerah hingga Rp420 miliar, yang artinya uang beredar mencapai Rp4,2 triliun,” ujarnya.
Begitu pula yang disampaikan oleh Ketua PHRI Jabar, Herman Muchtar. Ia mengatakan, dampak negatif sudah pasti akan diterima sektor pariwisata yang di dalamnya juga termasuk biro perjalanan, hotel, destinasi wisata, dan lainnya. Dia menyebut bahwa pemerintah berhak melakukan pemangkasan atau penambahan anggaran pada program tertentu.
Namun, segala kebijakan ini sebaiknya dibicarakan dengan para pelaku usaha termasuk sektor perhotelan dan restoran yang jelas akan mendapatkan sisi buruk dari pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen.
"Harus dipertimbangkan kembali dengan baik-baik dan melibatkan industri," ujar Herman.
Sementara itu, hal yang sama juga dirasakan oleh PHRI Lampung. Sekretaris PHRI Provinsi Lampung, Friandi Indrawan menyayangkan kebijakan tersebut. Sebab menurutnya, 40 persen dari pangsa pasar hotel di Indonesia termasuk Lampung, berasal dari belanja pemerintah.
“Kalau belanja pemerintahnya dikurangi, ya itu akan menghilangkan income dari resources belanja pemerintah. Mata rantainya tidak hanya hotel saja yang terdampak, tapi UMKM yang selama ini support ke hotel. Seperti pabrik sabun, material makanan dan minuman yang tadinya pesan dengan kuantiti besar, sekarang harus kita kurangi. Karena hotel tidak berdiri sendiri, ada lingkaran yang selama ini support hotel,” jelasnya kepada IDN Times, Jumat (22/11/2024).
Menurut Friandi, kebijakan Kementerian Keuangan terkait pemangkasan anggaran perjalanan dinas perlu dikaji ulang, bagian mana saja yang membuat pemborosan dalam perjalanan dinas. Ia mempertanyakan apakah jumlah kunjungan dinas tersebut yang menyebabkan anggaran membengkak, atau kualitas dari kunjungan itu sendiri.
“Karena saya sering mengamati, misal suatu institusi pemerintah mengadakan kegiatan di hotel itu diikuti belasan orang, kan mubazir. Kalau pihak swasta menyelenggarakan itu cukup 4-5 orang sudah selesai. Saya yakin kalau kualitasnya yang diutamakan itu bisa membuat penghematan cukup besar. Saya juga melihat ada indeks harga satuan yang menurut saya masih terlalu tinggi dan itu bisa menjadi point penghematan,” terangnya.
Begitu pula yang dirasakan di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. PHRI Balikpapan, Sugianto, memastikan penerapan kebijakan tersebut akan memengaruhi tingkat okupansi hotel secara signifikan.
"Kontribusi dari kementerian dan lembaga terhadap bisnis perhotelan di Balikpapan mencapai 25-30 persen. Jadi, dampaknya tentu cukup besar," ujar Sugianto, yang juga menjabat sebagai Direktur Operasional Hotel Platinum Balikpapan, Sabtu (23/11/2024).
Sugianto memprediksi tingkat hunian hotel akan menurun hingga 30 persen akibat kebijakan ini. Selain itu, perlambatan pembangunan di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) juga turut memperburuk kondisi.
"Biasanya, aktivitas di IKN menambah okupansi hingga 20 persen. Namun, bulan ini kami tidak melihat kontribusi sama sekali dari sektor tersebut," jelasnya.
Menghadapi tantangan ini, pelaku usaha perhotelan di Balikpapan tengah mencari solusi. Salah satunya adalah menawarkan paket perjalanan ke IKN serta memperluas jaringan kerja sama dengan berbagai pihak.
Sementara itu, Wakil Ketua PHRI Jawa Tengah, segmentasi mayoritas hotel tiap kabupaten/kota sangat tergantung dari event MICE dan agenda pemerintahan.
"Segmen hotel itu ada di MICE dan pemerintahan. Ini yang harus dipikirkan ulang. Mungkin pemerintah perlu ajak bicara dulu pengusaha hotelnya. Karena memang secara umum kue yang kita dapatkan ya dari MICE. Prosentase MICE itu 58 persen bahkan ada satu dua hotel yang benar-benar andalkan MICE aja," kata Benk sapaan akrabnya saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (23/11/2024).
Begitu pula disampaikan oleh Ketua PHRI Sumatera Utara, Denny S Wardhana. Ia menyebutkan bahwa, telah banyak pembatalan orderan untuk hotel di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan, dampak ataupun efek domino pemangkasan perjalanan dinas bagi wisata Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE) dan perekonomian warga.
“Sudah, banyak pembatalan. Itu semenjak Surat Edaran (SE) dikeluarkan itu udah ada pembatalan jadinya. Terus sebenarnya yang bukan cuma hotel yang sebenarnya yang berdampak. Di hotel itu banyak kompenten-komponennya seperti pembelanjaan di dapur semuanya juga ikut berdampak. Jadi, mungkin dari UMKM-nya juga terkait pembelian sayur, ayam, daging dan suplier untuk pembelian sabun dan lain sebagainya itu kan masih berdampak dengan adanya pengurangan ini berartikan pemesanan dan pembelian juga tidak banyak, jadi bukan cuma hotelnya saja yang berdampak dan turunannya juga berdampak," jelasnya pada IDN Times.