Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dinas LHK Kantongi Identitas 7 WNA Cina Penambang Emas Ilegal di NTB

Lokasi penambangan emas ilegal di Sekotong Lombok Barat yang ditertibkan KPK dan Pemprov NTB, Jumat (4/10/2024). (dok. KPK)

Mataram, IDN Times - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku telah mengantongi identitas 7 Warga Negara Asing (WNA) Cina yang melakukan penambangan emas ilegal di wilayah Sekotong Lombok Barat dan Lantung, Kabupaten Sumbawa.

Plh Kepala Dinas LHK NTB Mursal menjelaskan WNA Cina yang menambang emas ilegal di Sekotong dan Lantung adalah orang yang sama. Dia menyebutkan ada 8 orang yang melakukan penambangan emas ilegal di Sekotong dan Lantung. Terdiri dari tujuh WNA Cina dan satu orang Warga Negara Indonesia (WNI).

"Saya punya data orang ini, dia berdomisili di Lembar Selatan, Lombok Barat. Jumlahnya 8 orang, 1 perempuan dan 1 orangnya merupakan WNI, 7 orang WNA China dan Taiwan," kata Mursal di Mataram, Jumat (4/10/2024).

1. Tambang emas ilegal tersebar di tiga desa di Sekotong

KPK dan Pemprov NTB tertibkan tambang emas ilegal. (Dok Humas KPK)

Setelah peristiwa pembakaran kamp WNA di Sekotong beberapa waktu lalu, mereka sudah tidak berada di sana. Namun, kata Mursal, mereka menetap di Lembar Selatan Lombok Barat.

Mursal menyebut pihaknya sudah mengecek 25 titik lokasi penambangan emas ilegal di wilayah Sekotong dengan luas 98,19 hektare. Lokasinya tersebar di tiga desa yaitu Buwun Mas, Pelanggan dan Desa Persiapan Blongas.

"Cuma yang paling dominan itu adalah Desa Buwun Mas. Itu kawasan hutan semua, kawasan hutan produksi terbatas," terangnya.

Seluruh pertambangan emas ilegal tersebut berada di wilayah konsesi PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB). Semestinya, ILBB menjaga wilayah konsesinya agar pihak lain tidak melakukan penambangan emas ilegal.

"Jadi pemerintahkan sudah memberikan izin. Kalau sudah diberikan izin, ada konsesi ilegal di sana mestinya dia keberatan dan mengusir orang itu dengan sumber daya yang ada di dia," tegas Mursal.

2. Potensi kerugian kerusakan lingkungan mencapai triliunan

ilustrasi mengeluarkan uang rupiah dari dompet (pexels.com/ahsanjaya)

Kepala Bidang Perlindungan Hutan, Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem ini menyebut kerugian yang diakibatkan penambangan emas ilegal di Sekotong Lombok Barat mencapai triliunan jika mengacu Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2017. Kerugian pertama terkait hilangnya pohon-pohon yang ada di kawasan hutan Sekotong.

Kedua, kerugian akibat dikeruknya sumber daya alam berupa mineral emas. Ketiga, reklamasi kawasan hutan yang sudah rusak membutuhkan waktu lama. Kerugian lainnya, rusaknya lingkungan akibat pembuangan limbah merkuri yang digunakan mengolah emas.

3. Ada yang menyewakan alat berat

Tambang emas yang ditertibkan oleh KPK. (Dok Humas KPK)

Mursal menambahkan ada oknum yang bermain di balik penambangan emas ilegal di Sekotong. Oknum tersebut menyewa alat berat dari luar dengan harga sewa Rp500 ribu per jam. Kemudian alat berat itu disewakan lagi dengan harga Rp800 ribu per jam.

"Di satu titik saja dia bisa beroperasi sampai dengan 600 jam. Jadi dia dengan ongkang-ongkang kaki saja bisa mendapatkan margin Rp300 ribu per jam. Sehingga Rp300 ribu kali 600 jam, itulah yang didapat dari menyewakan alat berat saja," tutur Mursal.

KPK bersama Pemprov NTB menertibkan tambang emas ilegal di Sekotong pada Jumat (4/10/2024). Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menyebut banyak titik pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Sekotong Lombok Barat. Dia menyebut ada stockpile atau tempat penyimpanan sementara emas di sana.

Dian menyebutkan sebagai kebun emas. Satu kebun emas menghasilkan 1 kilogram emas per hari. Artinya, emas yang dihasilkan sebanyak 3 kilogram per hari dengan Rp3 miliar. Sehingga dalam sebulan omzet dari aktivitas tambang emas ilegal itu mencapai Rp90 miliar.

"Berarti Rp1 triliun lebih per tahun, kerugian negara. Karena Rp1 triliun itu, gak ada royalti, iuran tetap, pajak gak ada. Masuk ke siapa itu?," tanyanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
Muhammad Nasir
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us