Kepala Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim (IDN Times/M.Nasir)
Berdasarkan data Ombudsman Perwakilan NTB, sebanyak 1.955 ijazah siswa lulusan SMA/SMK ditahan pihak sekolah di NTB pada tahun 2020 dan 2021. Sebanyak 1.955 kasus penahanan ijazah tersebut berhasil diselesaikan bekerja sama dengan Dinas Dikbud NTB.
Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim mengatakan kasus penahanan ijazah lulusan SMA/SMK ini sudah berhasil diselesaikan. Pada 2020, sebanyak 1.400 kasus penahanan ijazah ditangani dan diselesaikan. Kemudian pada 2021, sebanyak 555 kasus penahanan ijazah.
Asisten Bidang Penanganan Laporan Ombudsman Perwakilan NTB, Sahabudin menyebutkan ada dua hal yang menjadi penyebab ijazah siswa ditahan pihak sekolah. Pertama, keterlambatan pencetakan dan pendistribusian ijazah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
"Karena ijazah itu baru dilelang dan lain sebagainya setelah ada bukti kelulusan siswa. Dua tahun ini tidak ada ujian nasional. Empat bulan setelah anak lulus, baru ijazah datang, anak-anak sudah pergi," terangnya.
Sahabudin mengatakan Ombudsman tidak berhenti pada alasan ditahannya ijazah karena keterlambatan pencetakan dan pendistribusian ijazah dari Kemendikbud Ristek. Tetapi Ombudsman melakukan penelusuran dengan meminta pihak sekolah membuka data.
Hasil penelusuran yang dilakukan, penahanan ijazah siswa SMA/SMK di NTB bukan hanya terjadi dua tahun terakhir. Bahkan sejak tahun 2010, ada ijazah siswa yang ditahan. Penyebab kedua ijazah ditahan, kata Sahabudin, karena siswa menunggak pembayaran BPP.
Padahal tegas dikatakan dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek bahwa tidak ada alasan untuk menahan ijazah siswa. Karena hal itu merupakan hak dari peserta didik. Sahabudin menyebutkan siswa diminta melunasi tunggakan biaya pendidikan agar ijazahnya diberikan. Angkanya bervariasi, ada yang Rp500 ribu, Rp1 juta dan Rp1,5 juta.