Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi porter di Gunung Rinjani (unsplash.com/Aaron Thomas)
ilustrasi porter di Gunung Rinjani (unsplash.com/Aaron Thomas)

Lombok Timur, IDN Times – Pendakian Gunung Rinjani yang terkenal dengan keindahan alamnya juga menyimpan risiko tinggi bagi para pendaki. Meskipun kecelakaan selama pendakian kerap terjadi, hal itu dianggap sebagai bagian dari risiko berpetualang di alam.

Ketua Tracking Organization (TO) Lombok Timur, Hamka Abdul malik menegaskan bahwa kecelakaan dalam pendakian merupakan risiko alamiah dari kegiatan petualangan di alam bebas. Sejak dibukanya pendakian Gunung Rinjani, berbagai insiden telah terjadi, namun selama ini berhasil ditangani dengan baik oleh porter dan masyarakat setempat.

"Tim SAR sebenarnya lebih bersifat formalitas. Yang aktif melakukan penyelamatan justru porter dan warga lokal, hanya saja tidak pernah mendapat sorotan media," ujarnya.

1. Porter memiliki peran vital menjaga keselamatan pendaki

Turis asing yang mendaki Gunung Rinjani berhasil turun gunung (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Persoalan keselamatan pendakian di Rinjani menjadi sorotan publik baru muncul ketika ada kasus yang viral. Padahal, porter dan gaet (pemandu) telah lama menjadi tulang punggung operasi penyelamatan di Rinjani.

Keunggulan porter lokal terletak pada penguasaan medan secara alami. Meski tidak memiliki sertifikasi standar evakuasi seperti tim SAR, pengalaman turun-temurun membuat mereka lebih lincah dalam aksi penyelamatan.

"Porter dan gaet sudah ratusan kali mengevakuasi korban, tapi tak ada yang viral. Kebetulan saja ada kasus yang ramai, mereka malah jadi kambing hitam," tegas Hamka.

2. Jalur pendakian perlu perawatan rutin

Pelebaran area Banyu Urip Jalur Pendakian Torean Rinjani. (dok. BTNGR)

Hamka menekankan bahwa jalur pendakian Rinjani sebenarnya tidak bermasalah karena telah digunakan puluhan tahun dan tidak perlu ada perubahan. Yang diperlukan saat ini adalah perawatan berkala, bukan perubahan drastis.

"Tidak perlu tiba-tiba dipasang besi atau diubah besar-besaran. Itu justru merusak kealamian Rinjani. Cukup perbaikan rutin setiap 1-2 bulan sekali," jelasnya.

Hamka menegaskan, pencegahan kecelakaan harus dimulai dari ketegasan SOP. Saat ini, rasio pendaki-porter adalah 6:1 untuk gaet dan 3:1 untuk porter. Karena itu, ia mendorong perubahan menjadi 1 pendaki didampingi 1 porter, sebab itu bisa meningkatkan keamanan, kenyamanan dan keselamatan pendaki.

"Selain lebih aman, ini juga membuka lapangan kerja bagi warga lokal," ungkapnya.

3. Pentingnya penguatan SOP dan kesadaran pendaki

ilustrasi mendaki Gunung Rinjani (unsplash.com/Azinumoto)

Pendaki Rinjani, Suyut Saputra Bakti, membenarkan hal ini. Menurutnya, trek pendakian sebaiknya tetap alami dengan fokus pada perbaikan titik-titik rawan seperti jalur menuju Danau Segara Anak. Ia juga menekankan pentingnya SOP pendakian di perketat.

"Untuk pendaki berpengalaman tidak masalah, tapi pemula sering kesulitan di sini. Rinjani kan level 4, seharusnya pendaki pakai helm dan perlengkapan standar," ujar Suyut.

Suyut menambahkan, kesadaran pendaki adalah kunci utama.

"Pemerintah tidak perlu repot cek fisik pendaki. Itu tanggung jawab masing-masing. Yang penting persyaratan pendakian diperketat agar hanya yang benar-benar siap saja yang naik," tegasnya.

Topics

Editorial Team