TKI Ilegal yang diamankan TNI AL dari perairan Batubara Sumatera Utara, Minggu (3/5) malam (Istimewa)
Mantan Kepala Diskominfotik NTB ini menyebutkan setidaknya ada 5 penyebab warga NTB menjadi TKI ilegal atau non prosedural. Pertama, warga NTB yang menjadi TKI ilegal kebanyakan adalah pekerja non skill dengan pendidikan SMP ke bawah dengan pekerjaan yang dilirik adalah Asisten Rumah Tangga atau pekerjaan di sector domestik.
Oleh karena itu, pemerintah gencar memberikan pelatihan gratis untuk meningkatkan skill dan kompetensi agar TKI memiliki value sehingga semakin diperhitungkan ketika bekerja ke luar negeri.
"Saat ini pemerintah juga memberikan perhatian lebih pada pengiriman tenaga kerja yang memiliki skill ke luar negeri seperti ke Jepang, Korea, Hongkong, Taiwan, danblain-lain," ucap Aryadi.
Kedua, informasi dan pengetahuan masyarakat tentang prosedur kerja ke luar negeri masih sangat terbatas. Menurutnya, perlu ada kerja sama dengan berbagai pihak agar informasi yang benar bagaimana menjadi TKI prosedural bisa sampai ke warga.
Ketiga, warga seringkali terbuai dengan iming-iming para calo. Modus yang banyak ditemukan di lapangan adalah masyarakat direkrut oleh oknum yang mengatasnamakan diri sebagai petugas lapangan perusahaan. Padahal kantor pusat P3MI tersebut tidak tahu ada rekrutmen. Oknum petugas lapangan menjanjikan warga pekerjaan yang mudah di tempat yang enak dengan gaji besar.
Kemudian semua dokumen diurus oleh petugas lapangan, yang mana tentunya dokumennya ilegal atau palsu. Bahkan warga diberikan uang uang jalan agar lebih yakin untuk berangkat. "Sampai di negara penempatan, karena gajinya sudah diambil mafia, jadi gajinya tidak dibayar oleh user. Bahkan seringkali mereka dieksploitasi disuruh bekerja keras melebihi jam kerja, dilecehkan dan disiksa," tutur Aryadi.
Keempat, ada juga warga yang modusnya berangkat secara prosedural tapi ketika masa kontrak habis, mereka memperpanjang secara non prosedural. Kelima, meski awalnya berangkat secara prosedural, tapi di negara penempatan TKI itu kabur dari perusahaannya sehingga menjadi ilegal. Sayangnya meski sudah tahu ada resiko seperti itu, warga seringkali abai dan tetap termakan buaian janji calo. Padahal apa yang dilakukan calo ini sudah termasuk TPPO.
"Jika sudah bermasalah di negara penempatan, baru mengeluh di sosmed dan melapor kepada pemerintah minta dipulangkan. Padahal ketika berangkat sama sekali tidak ada melapor kepada kami," tandas Aryadi.