Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram Baiq Halkiyah (IDN Times/Linggauni)
Pengadilan Agama Kota Mataram mencatat setidaknya ada 2.830 orang melakukan perceraian sejak tahun 2016 hingga Oktober 2021. Persoalannya cukup beragam, namun kasus perceraian terbanyak disebabkan karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Perceraian yang diakibatkan karena perbuatan zina sebanyak tiga kasus. Kemudian perceraian yang disebabkan karena pasangan mabuk-mabukan sebanyak 18 kasus. Karena judi sebanyak 16 kasus. Selain itu, perceraian karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 501 kasus. Sedangkan perceraian karena madat sebanyak enam kasus.
Ada pula perceraian yang disebabkan karena dihukum penjara sebanyak tujuh kasus. Karena poligami sebanyak 11 kasus. Karena kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 128 kasus. Karena cacat badan sebanyak empat kasus. Karena pertengkaran terus menerus sebanyak 1.977 kasus. Karena kawin paksa sebanyak tiga kasus. Karena murtad sebanyak delapan kasus dan karena ekonomi sebanyak 155 kasus.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram Baiq Halkiyah mengatakan bahwa persoalan rumah tangga di Kota Mataram cukup beragam. Namun yang paling banyak adalah kasus pertikaian atau perselisihan yang terjadi secara terus menerus.
“Kasus paling banyak karena pertikaian terus menerus. Kemudian ada kasus kekerasan dalam rumah tangga dan karena salah satu pihak meninggalkan pihak yang lainnya. Persoalan ekonomi juga cukup banyak,” ujarnya.
Panitera Muda Pengadilan Agama Mataram H Sudirman mengatakan bahwa jumlah kasus perceraian sebelum dan setelah pandemic covid-19 relatig sama. Jika dilihat, pada tahun 2016 sebanyak 533 kasus. Kemudian tahun 2017 sebanyak 465 kasus. Pada tahun 2018 sebanyak 631 kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 679 kasus.
“Sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 568 kasus dan pada tahun 2021 sebanyak 492 kasus,” ujarnya.
DP3AP2KB Provinsi NTB juga menyediakan layanan konseling bagi perempuan dan anak-anak yang mengalami trauma atas persoalan rumah tangga yang dihadapai. Eny mengatakan bahwa pihaknya berkerjasama dengan psikolog di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Sukma untuk memberikan bimbingan konseling jika memang diperlukan.
“Kita mendampingi mereka, kita siapkan psikolog juga kalau memang diperlukan. Intinya, semua upaya kita lakukan sehingga anak-anak kita ini bisa mantap dan semangat menjemput masa depannya,”kata Eny.
Salah seroang anak asal Kota Mataram berinisal UM (12) merupakan anak dengan orang tua yang bercerai. Namun demikian, dia tidak putus asa dan merasa bahwa perceraian orang tuanya adalah urusan dari keduanya. Dia bahkan selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya dan beberapa kali menjadi juara lomba.
“Saya ikut lomba-lomba ditemani oleh mama, kadang ditemani papa. Saya baru mengerti mereka sudah berpisah, tapi bagi saya tidak apa-apa. Itu adalah urusan mama dan papa,” ujar UM.
Salah seorang ibu dengan dua anak yang sudah bercerai yaitu Masniwati. Dia sudah tiga tahun bercerai dan kini anaknya sudah masuk di bangku SMP. Sejauh ini, dia tidak mengalami kesulitan dalam mendidik anak-anaknya. Anak-anaknya bersekolah dengan baik, meski tidak selalu mendapatkan juara di sekolah.
“Kalau bandel ya biasa namanya anak-anak, apalagi sekarang lebih banyak belajar dari rumah. Itu persoalannya, pegang HP terus. Ya tapi selebihnya tidak ada masalah. Anak-anak saya tetap sekolah dengan baik,” ujarnya.