Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Perkawinan Paksa. (IDN Times/Mardya Shakti)

Mataram, IDN Times - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini tengah gencar melakukan sosialisasi untuk mencegah terjadinya pernikahan usia anak. Sebab kasus perceraian banyak terjadi akibat anak-anak belum matang secara psikologis untuk berumah tangga. Pernikahan dini dan perceraian ini seringkali mendatangkan persoalan baru, apalagi jika sudah memiliki anak.

Pada tahun 2021 ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat bahwa Provinsi NTB menjadi daerah dengan peringkat ketujuh sebagai daerah dengan tingkat perceraian tertinggi di Indonesia. Setidaknya ada 109,7 ribu penduduk NTB berstatus cerai hidup atau 2,03% dari total populasinya yang mencapai 5,4 juta jiwa.

1.Kebahagiaan orang tua berpengaruh pada anak

Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin yang biasa disapa Eny (IDN Times/Linggauni)

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB terus berupaya memberikan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga. Hal ini tidak saja berkaitan dengan tingkat kebahagiaan orang tua, namun juga berpengaruh pada tingkat kebahagiaan anak-anak.

Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin  atau yang biasa disapa Eny mengatakan bahwa perceraian orang tua seringkali meninggalkan luka bagi anak-anaknya. Beberapa kasus anak dan perempuan di NTB terjadi akibat dari perceraian.

“Kasus terakhir yang terjadi pekan lalu, bapaknya perkosa anak kandungnya sendiri. Bayangkan dari anaknya masih kelas 4 SD lho itu. Sementara ibunya bekerja di luar negeri sebagai PMI. Ini kan bisa dibilang dampak dari perceraian,” ujar Eny, di Mataram, Kamis (18/11/2021).

Pihaknya saat ini masih melakukan pendataan terkait anak-anak korban perceraian. Selain itu, pihaknya juga sedang melakukan pendataan terhadap anak-anak yang orang tuanya meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona. Pihaknya juga melakukan pendataan terhadap anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya menjadi pekerja migran.

“Selama ini data itu memang tidak ada. Makanya bulan lalu itu saya sudah minta datanya di tiap daerah. Sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah apa yang akan kita lakukan terhadap mereka. Anak-anak ini juga menjadi perhatian khusus dari kementerian,” ujarnya.

2. Wujudkan daerah berwawasan perlindungan anak dan perempuan

Ilustrasi Perlindungan Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Pemerintah Provinsi NTB saat ini tengah berupaya untuk mewujudkan daerah yang berwawasan perlindungan anak dan perempuan. Beberapa program sudah dan sedang dilakukan. Pemda saat ini sedang menyasar ke desa-desa. Terutama bagi perempuan-perempuan di desa agar mandiri dan bisa melindungi anak-anak mereka.

“Dalam waktu dekat kita akan melaksanakan program desa ramah perempuan dan peduli anak. Dari sini nanti kita bisa mengajarkan kemandirian terhadap perempuan. Jadi, meskipun mereka sudah bercerai, mereka bisa mandiri dan mereka tidak harus pergi ke luar negeri jadi PMI,” kata Eny.

Pihaknya akan fokus pada pemberdayaan perempuan, terutama perempuan yang sudah memiliki anak. Sehingga mereka bisa memberikan pendidikan dan asuhan terbaik bagi anak-anaknya. Salah satunya dengan program sekolah perempuan yang dicanangkan oleh DP3AP2KB Provinsi NTB.

“Melalui program ini, kita harapkan perempuan-perempuan NTB bisa memberikan asuhan terbaik bagi anak-anaknya. Jadi cerai bukan menjadi alasan untuk mereka tidak memerhatikan asuhan dan pendidikan anaknya,” kata Eny.

Selain itu, Eny juga mendorong setiap daerah untuk lebih meningkatkan fasilitas-fasilitas penunjang bagi anak-anak. Misalnya taman bermain anak, sekolah yang lebih ramah terhadap anak-anak serta kegiatan-kegiatan anak-anak yang bisa mendatangkan dampak positif bagi mereka.

“Kita dorong semua kabupaten dan kota melakukan itu. Sehingga ada wadah bagi anak-anak menyalurkan hobinya. Misalnya ada taman bermain anak, ada lapangan basket di sana dan ada berbagai tempat mereka bisa menyalurkan bakat dan minatnya,” kata Eny.

3. Perceraian didominasi kasus pertengkaran terus-menerus

Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram Baiq Halkiyah (IDN Times/Linggauni)

Pengadilan Agama Kota Mataram mencatat setidaknya ada 2.830 orang melakukan perceraian sejak tahun 2016 hingga Oktober 2021. Persoalannya cukup beragam, namun kasus perceraian terbanyak disebabkan karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus.

Perceraian yang diakibatkan karena perbuatan zina sebanyak  tiga kasus. Kemudian perceraian yang disebabkan karena pasangan mabuk-mabukan sebanyak 18 kasus. Karena  judi sebanyak 16 kasus. Selain itu, perceraian karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 501 kasus. Sedangkan perceraian karena madat sebanyak enam kasus.

Ada pula perceraian yang disebabkan karena dihukum penjara sebanyak tujuh kasus. Karena poligami sebanyak 11 kasus. Karena kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 128 kasus. Karena cacat badan sebanyak empat kasus. Karena pertengkaran terus menerus sebanyak 1.977 kasus. Karena kawin paksa sebanyak tiga kasus. Karena murtad sebanyak delapan kasus dan karena ekonomi sebanyak 155 kasus.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram Baiq Halkiyah mengatakan bahwa persoalan rumah tangga di Kota Mataram cukup beragam. Namun yang paling banyak adalah kasus pertikaian atau perselisihan yang terjadi secara terus menerus.

“Kasus paling banyak karena pertikaian terus menerus. Kemudian ada kasus kekerasan dalam rumah tangga dan karena salah satu pihak meninggalkan pihak yang lainnya. Persoalan ekonomi juga cukup banyak,” ujarnya.

Panitera Muda Pengadilan Agama Mataram H Sudirman mengatakan bahwa jumlah kasus perceraian sebelum dan setelah pandemic covid-19 relatig sama. Jika dilihat, pada tahun 2016 sebanyak 533 kasus. Kemudian tahun 2017 sebanyak 465 kasus. Pada tahun 2018 sebanyak 631 kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 679 kasus.

“Sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 568 kasus dan pada tahun 2021 sebanyak 492 kasus,” ujarnya.

DP3AP2KB Provinsi NTB juga menyediakan layanan konseling bagi perempuan dan anak-anak yang mengalami trauma atas persoalan rumah tangga yang dihadapai. Eny mengatakan bahwa pihaknya berkerjasama dengan psikolog di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Sukma untuk memberikan bimbingan konseling jika memang diperlukan.

“Kita mendampingi mereka, kita siapkan psikolog juga kalau memang diperlukan. Intinya, semua upaya kita lakukan sehingga anak-anak kita ini bisa mantap dan semangat menjemput masa depannya,”kata Eny.

Salah seroang anak asal Kota Mataram berinisal UM (12) merupakan anak dengan orang tua yang bercerai. Namun demikian, dia tidak putus asa dan merasa bahwa perceraian orang tuanya adalah urusan dari keduanya. Dia bahkan selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya dan beberapa kali menjadi juara lomba.

“Saya ikut lomba-lomba ditemani oleh mama, kadang ditemani papa. Saya baru mengerti mereka sudah berpisah, tapi bagi saya tidak apa-apa. Itu adalah urusan mama dan papa,” ujar UM.

Salah seorang ibu dengan dua anak yang sudah bercerai yaitu Masniwati. Dia sudah tiga tahun bercerai dan kini anaknya sudah masuk di bangku SMP. Sejauh ini, dia tidak mengalami kesulitan dalam mendidik anak-anaknya. Anak-anaknya bersekolah dengan baik, meski tidak selalu mendapatkan juara di sekolah.

“Kalau bandel ya biasa namanya anak-anak, apalagi sekarang lebih banyak belajar dari rumah. Itu persoalannya, pegang HP terus. Ya tapi selebihnya tidak ada masalah. Anak-anak saya tetap sekolah dengan baik,” ujarnya.

Editorial Team

EditorLinggauni