Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi petugas pengawas TPS (IDN Times/Cokie Sutrisno)

Mataram, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB mendeteksi 249 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berpotensi rawan praktik politik uang atau money politics di Pilgub 2024. Bawaslu NTB memetakan potensi TPS rawan pada Pilkada serentak 2024 untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.

Hasilnya, terdapat 4 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 8 indikator yang banyak terjadi, dan 13 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.

Pemetaan kerawanan dilakukan terhadap 8 variabel dan 25 indikator, diambil dari sedikitnya 1.166 kelurahan/desa di 117 Kecamatan, dan 10 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 - 15 November 2024.

"Sebanyak 249 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS," kata Anggota Bawaslu NTB Hasan Basri di Mataram, Jumat (22/11/2024).

1. 8 indikator dan variabel potensi TPS rawan

Ilustrasi kotak suara di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hasan menyebutkan ada 8 variabel dan indikator potensi TPS rawan. Pertama, penggunaan hak pilih Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat, DPTb (Daftar Pemilih Tambahan), potensi DPK (Daftar Pemilih Khusus), Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan riwayat pemungutan suara ulang (PSU) dan Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).

Kedua, keamanan yaitu riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara. Ketiga, politik uang, keempat politisasi SARA, kelima netralitas penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Keenam, logistik berupa riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan keterlambatan. Ketujuh, lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan lokasi khusus serta kedelapan jaringan listrik dan internet.

2. Rincian lengkap TPS rawan hasil pemetaan Bawaslu NTB

Ilustrasi pemungutan suara pada Pemilu 2024 di Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir,)

Dari hasil pemetaan, kata Hasan, ada 4 indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi. Antara lain, 2.711 TPS terdapat pemilih penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS tersebut.

Kemudian, 2.065 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat seperti meninggal dunia dan alih status menjadi TNI/Polri. Selain itu, sebanyak 612 TPS yang terdapat terdapat Pemilih Pindahan (DPTb) dan 571 TPS yang terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.

Hasan menambahkan sebanyak 8 indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi. Dengan rincian, sebanyak 444 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS. Kemudian 249 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT.

Selanjutnya, 249 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS. Serta 166 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemillu.

Selain itu, 117 TPS yang dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 116 TPS yang sulit dijangkau karena kendala secara geografis dan cuaca, 115 TPS yang yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon dan 112 TPS yang yang didirikan di wilayah rawan bencana seperti rawan banjir, longsor, cuaca ekstrem, gempa, dan lainnya.

Selanjutnya, kata Hasan sebanyak 13 indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap harus diantisipasi. Dengan rincian, 91 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan.

Kemudian 79 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS, dan 76 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, dan/atau Perangkat Desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.

Selanjutnya, 74 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu, 70 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu. Kemudian 66 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik dan 59 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).

Selain itu, sebanyak 46 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS, 35 TPS di dekat wilayah kerja, seperti wilayah lingkar pertambangan, 25 TPS di Lokasi Khusus (Lembaga Pemasyarakatan, Pertambangan, dan wilayah relokasi).

Serta 25 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS, 17 TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon dan 6 TPS TPS yang mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.

Berdasarkan kabupaten/kota, TPS rawan terbanyak berada di Kabupaten Lombok Timur dengan 2.057 TPS rawan, Kabupaten Sumbawa dengan 1.354 TPS rawan, Kabupaten Bima dengan 1.281 TPS rawan, Kabupaten Lombok Tengah dengan 661 TPS rawan dan Kabupaten Lombok Barat dengan 648 TPS rawan.

3. Patroli pengawasan di TPS rawan

Debat pamungkas Pilgub NTB, Rabu (20/11/2024) malam di Hotel Lombok Raya Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Hasan menjelaskan pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, Pasangan Calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau Pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh tingkatan untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis.

Terhadap data TPS rawan, Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan. Kemudian koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.

Selanjutnya, kolaborasi dengan pemantau Pemilu Pemilihan, pegiat kepemilaun, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.

"Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih," tuturnya.

Berdasarkan Pemetaan TPS rawan, Bawaslu merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran PPS dan KPPS melakukan antisipasi kerawanan.

Kemudian berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

"Melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat jumlah, sasaran, kualitas, waktu. Serta melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat," tandas Hasan.

Editorial Team