Ilustrasi pemungutan suara pada Pemilu 2024 di Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir,)
Dari hasil pemetaan, kata Hasan, ada 4 indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi. Antara lain, 2.711 TPS terdapat pemilih penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS tersebut.
Kemudian, 2.065 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat seperti meninggal dunia dan alih status menjadi TNI/Polri. Selain itu, sebanyak 612 TPS yang terdapat terdapat Pemilih Pindahan (DPTb) dan 571 TPS yang terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Hasan menambahkan sebanyak 8 indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi. Dengan rincian, sebanyak 444 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS. Kemudian 249 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT.
Selanjutnya, 249 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS. Serta 166 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemillu.
Selain itu, 117 TPS yang dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 116 TPS yang sulit dijangkau karena kendala secara geografis dan cuaca, 115 TPS yang yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon dan 112 TPS yang yang didirikan di wilayah rawan bencana seperti rawan banjir, longsor, cuaca ekstrem, gempa, dan lainnya.
Selanjutnya, kata Hasan sebanyak 13 indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap harus diantisipasi. Dengan rincian, 91 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan.
Kemudian 79 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS, dan 76 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, dan/atau Perangkat Desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
Selanjutnya, 74 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu, 70 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu. Kemudian 66 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik dan 59 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).
Selain itu, sebanyak 46 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS, 35 TPS di dekat wilayah kerja, seperti wilayah lingkar pertambangan, 25 TPS di Lokasi Khusus (Lembaga Pemasyarakatan, Pertambangan, dan wilayah relokasi).
Serta 25 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS, 17 TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon dan 6 TPS TPS yang mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.
Berdasarkan kabupaten/kota, TPS rawan terbanyak berada di Kabupaten Lombok Timur dengan 2.057 TPS rawan, Kabupaten Sumbawa dengan 1.354 TPS rawan, Kabupaten Bima dengan 1.281 TPS rawan, Kabupaten Lombok Tengah dengan 661 TPS rawan dan Kabupaten Lombok Barat dengan 648 TPS rawan.