Ula memegang boneka yang ditemukan tertimbun longsor IDN Times/Ahmad Viqi
Saat kejadian longsor, Ula bersama keluarganya sedang bercengkrama di dalam rumah. Hujan yang tak kunjung berhenti sejak Minggu dini hari (5/12/2021) kemarin tak membuat dia merasa takut.
"Tidak ada tanda-tanda malam itu akan longsor. Tidak ada sama sekali," jawabnya.
Namun Senin pagi itu menjadi sangat mencekam. Apalagi saat dia mendengar gemuruh datang dari arah utara, tepat di atas Bukit Desa Kekait yang longsor. Ula bersama ibunya keluar, lalu lari tanpa bisa menyelamatkan laptop dan motor yang biasa digunakan Ula untuk berangkat kuliah ke Kota Mataram.
"Saya juga lari tidak pakai sandal. Di depan mata saya, rumah saya sudah rata," katanya.
Padahal, kata Ula, rumah tempat dia tinggal bersama kedua saudaranya dari 11 bersaudara itu baru saja berdiri setelah gempa meratakan rumahnya tahun 2018 lalu.
"Saya sudah tidak kuat lagi. Rumah saya dulu rata juga dengan gempa. Sekarang rata lagi karena longsor," kata Ula.
Ula berharap agar pemerintah bisa memberikan bantuan atau belas kasihan agar segera diberikan bantuan berupa laptop dan motor yang masih tertanam oleh material longsoran.
"Mohon dibantuin. Apa pakai buat kuliah. Semuanya hilang. Semua hilang. Saya hanya bisa diam nangis," katanya.
Dua peristiwa yang pernah dilalui Ula, baik gempa bumi dan longsor membuat dia merasa trauma. Namun, dia pasrah dan yakin semua kejadian yang dialaminya merupakan kehendak Tuhan.
"Harapan satu-satunya ialah dibuatin rumah yang layak. Siapa lagi tempat kita minta selain pemerintah," tutur Ula.